Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) Perserikatan Bangsa-Bangsa teranam oleh boikot yang dilakukan terhadap kelapa sawit. Label “Tidak Mengandung Minyak Kelapa Sawit (Free from Palm Oil)” mengancam pembangunan yang berkelanjutan, demikian menurut Free For Choice Institute dari Roma dalam artikelnya yang terbaru.
Produsen makanan yang mengkampanyekan boikot kelapa sawit adalah pihak yang bertanggung jawab apabila Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dari Perserikatan Bangsa Bangsa menghadapi kegagalan.
Minyak kelapa sawit merupakan mata rantai pasok satu satunya yang berkontribusi kepada pencapaian SDG PBB ini. Mata rantai ini mencakup pemerintahan di negara-negara produsen, petani besar maupun kecil, penyuling dan berbagai industri lainnya serta konsumennya juga. Mata rantai yang luar biasa ini sudah diakui dan dihargai oleh organisasi maupun lembaga internasional, termasuk PBB dan Organisasi Makanan dan Pertanian (FAO.)

Hal yang sama tidak dapat dikatatakan oleh sumber minyak nabati lainnya. Mata rantai pasok mereka jauh dari standar yang telah ditetapkan oleh industri minyak kelapa sawit. Tetapi, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terus menerus menyibukkan diri dengan minyak kelapa sawit sementara sama sekali tidak menghiraukan minyak nabati lainnya. Mengapa?Minyak kelapa sawit memiliki mata rantai pasok yang paling berkelanjutan dan industri ini terus berusaha menyempurnakannya lebih jauh.
Ia memiliki standar keberlanjutan dan keamanan yang sangat ketat; Ia memiliki banyak sistem sertifikasi yang saling bersaing; Ia merupakan sumber pertumbuhan ekonomi dan perbaikan taraf hidup, menyediakan akses kepada pendidikan, penyebaran pengetahuan dan inovasi. Hal hal ini merupakan faktor utama yang mendukung proses produksi utang lebih berkelanjutan.
Dari segi pandang lingkungan maupun ekonomi, minyak sawit jauh lebih unggul dari saingannya dengan produktivitas per hektarnya yang jauh lebih tinggi; penggunaan sumber alam (tanah, air) maupun energi yang lebih sedikit; menggunakan pupuk dan produk pelindung tanaman yang lebih sedikit, serta memiliki biaya produksi yang lebih rendah, terutama bila dilihat dari segi hasil panennya yang tinggi.
Karakteristik-karakteristik inilah yang memjawab pertanyaan yang kami miiliki: Minyak kelapa sawit di boikot di Eropa karena is lebih kompetitif dari minyak bunga matahari, rapeseed atau energi alternatif manapun.
Masyarakat di Eropa tidak dapat menerima fakta-fakta ini dan dengan memboikot minyak kelapa sawit, mereka sebenarnya mempertaruhkan pencapaian SDG PBB. Dengan lebih memihak kepada minyak minyak nabati lainnya.
Masyarakat internasional, seperti juga Komisi Eropa dan negara negara anggotanya, seharusnya mendorong penggunaan minyak kelapa sawit berkelanjutatn. Kebalikan dari apa yang kini mereka lakukan, yaitu melindungi kepentingan dari produk produk yang kurang kompetitif maupun berkelanjutan.
Juga sangat disayangkan bahwa perlu diangkat inkonsistensi dan seringkali, berbahayanya, perilaku LSM. Kontribusi mereka dalam meningkatkan keberlanjutan minyak kelapa sawit di masa lalu, pasti telah sangat berguna dalam menstimulasi dan membuat mata rantai pasoknya lebih akuntabel.
Namun kita perlu mempertanyakan kepada merkea, mengapa mereka tidak memberikan usaha dan komitmen yang sama terhadap tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kita juga ingin bahwa mereka menerangkan mengapa mereka tidak menyerang industri-industri (peternatkan sapi) dan pemerintahan (Rusia) yang jelas jelas secara ilmiah diakui sebagi penyebab utama deforestasi. Adalah jelas bahgwa mereka lebih memilih bertempur dalam perang ideologi yang tak berguna, yang mengeksploitasi orangutan yang malang, daripada mengembangkan kebijakan dan praktik yang dapat memperbaiki kehidupan bagi jutaan manusia.
Perusahaan makanan yang telah menggantikan minyak sawit yang mereka gunakan dengan alternatif yang kurang berkelanjutan, sebenarnya adalah pihak yang lebih bertanggung jawab daripada LSM tadi. Mereka telah mengelabuhi masyarakat: Tindakan yang mereka ambil adalah semata-mata strategi komersil yang mengambil untung dari emosi konsumen. Mereka menggunakan berita palsu dan informasi yang tidak ilmiah dalam menyesatkan konsumen mereka. Perusahaan-perusahan produsen dan pedagang makanan di Spanyol dan Itali memimpin kalangan ini di Eropa dengan mendorong slogan-slogan menyesatkan yang membohongi konsumen
Kami menggunakan ilmu pengetetahuan dan akal sehat. Kami menghimbau kepada Eropa dan negara-negara anggotanya untuk melarang klaim “tidak mengandung minyak kelapa sawit” maupun klaim-klaim serupa lainnya, karena mere itu menyesatkan dan diskriminatif!
Kami menghimbau kepada PBB untuk melindungin industri ini dan negara-negara yang memiliki komitmen pada, dan berinvestasi dalam mata rantai pasok minyak sawit berkelanjutan. Perusahaan perusahaan yang melenceng dari jalan ini tidak mengakui pentingnya berinvestasi dalam keberlanjutan.
Siapa yang mengatakan tidak pada kelapa sawit, mengatakan tidak kepada SDG!
Kami menghimhau kepada masyarakat internasional untuk mendorong pengembangan mata rantai pasok yang bertanggung jawab serta kriteria yang ketat bagi minyak bunga matahari dari Perancis dan Ukraina, atau minyak rapesee yang datang dari Perancis atau Swiss. Minyak minyak alternatif ini harus juga memiliki komitment pada kriteria keberlanjutan yang lebih ketat dan mereka juga harus mengembangkan sertifikasi mereka sendiri.
Jika ini tidak terjadi, kecurigaan bahwa keberlanjutan hanyalah alasan untuk menyerang mata rantai pasok yang lebih kompetitif, seperti halnya minyak sawit, menjadi jelas.
Sampai sekarangpun, kami percaya bahwa dengan tingkat keberlanjutan setinggi apapun yang dicapai Indonesia, Malaysia dan Kolumbia, Uni Eropa dan para LSM akan terus keluar dengan tuduhan tuduhan tak beralasan mereka maupun ancaman ancaman mereka yang tidak adil.