The Palm Scribe

SPKS Ingin Satgas untuk Melindungi Petani Kecil Sawit

 

Pemerintah perlu membentuk serangkaian satuan tugas khusus untuk mengembangkan industri kelapa sawit nasional, demikian seorang pegiat mengatakan.

Mansuetus Darto, ketua umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengatakan pembentukan satgas-satgas tersebut oleh pemerintah adalah untuk membantu petani, yang menurut data resmi kini mengelola sekitar 40 persen perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia.

“Pertama, satgas itu untuk mengawasi legalitas lahan dan mencegah pembakaran, kedua mengawasi kemitraan agar lebih setara, ketiga mengawasi alat timbang di pabrik supaya petani tidak rugi, dan keempat untuk mengontrol harga dari petani swadaya,” ujar Darto dalam Rembug Nasional Petani Kelapa Sawit Indonesia di Jakarta Rabu (28/11)

Masalah legalitas lahan merupakan salah satu masalah utama yang merundungi petani kecil, terutama petani swadaya, dan akibatnya menutup akses mereka kepada berbagai fasilitas, seperti pembiayaan, bantuan teknis dan pelatihan serta bantuan bibit maupun pupuk.

Darto juga menambahkan bahwa masalah sertifikasi lahan, yang menjadi sorotan utama pemerintah pada saat ini, masih menyusahkan petani, sebab masih ada kendala administrasi dan pungutan biaya yang harus dipenuhi oleh petani kecil sawit.

Pemerintah kini sedang menggiatkan pemberian sertifikasi tanah kepada petani kecil, termasuk petani sawit, termasuk juga bagi lahan yang berada dalam kawasan hutan tetapi tidak bermasalah.

Namun, Direktur Land Reform Kementerian Agraria dan Tata Ruang Arif Pasha yang berbicara pada kesempatan yang sama, mengatakan bahwa pemerintah kini menjemput bola dan mendatangi petani untuk mengurus sertifikasi tanah mereka dan tanpa biaya.

“Sebelumnya petani menerima permohonan yang biayanya besar, nah aturan baru ini kita yang menjemput bola dengan mengumpulkan dokumen di daerah – daerah, oleh karenanya petani diharapkan mengumpulkan dokumen ke kepala daerahnya,” ucapnya.

Pasha juga menegaskan bahwa kebijakan baru tersebut tidak akan memberatkan petani dengan biaya sepeserpun. “Untuk biayanya 0 (nol) rupiah, tapi syaratnya tanah harus dikasih patok wilayah dan dokumennya disiapkan.”

“Kalau sampai ada pemungutan biaya, bisa dilaporkan ke Pemda (Pemerintah Daerah) setempat atau penegak hukum manapun,” imbuhnya.

SPKS, menurut Darto, juga mengapresiasi keseriusan dukungan pemerintah bagi industri kelapa sawit, apalagi ditengah harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) dunia yang sudah lama lemah.

Moratorium atas pengeluaran ijin konsesi baru dalam perkelapa sawitan, menurutnya, merupakan poin positif di kala produksi sawit yang berlebih.

“Kalau itu terus terjadi, artinya income petani menjadi nol persen. Jadi manfaat moratorium ini sangat positif dan memberi banyak manfaat bagi kami para petani sawit swadaya,” ucapnya.

Asisten Deputi Perkebunan dan Holtikultura Kementerian Koordinator Perekonomian William Danny juga menegaskan bahwa pada saat ini pemerintah mendukung penuh perkembangan petani kecil sawit. “Banyak pendapat menyatakan petani sawit adalah ancaman bagi perubahan iklim, tapi kita berpendapat lain, petani adalah solusi bagi industri kelapa sawit,” ujarnya.

Namun demikian, Danny sadar ada permasalahan besar yang dihadapi oleh petani kecil sawit. “Kalau kita lihat ada tiga pelaku utama, swasta, negara, dan petani sawit; Kapasitas petani jauh dibawah 2 aktor lainnya,” ucapnya.

Zukri Saad selaku kepala divisi keberlanjutan dari PT. Golden Agri Resources Tbk juga mengaku perusahaan mendukung perkembangan petani kecil sawit.

“Seribu persen komitmen perusahaan untuk membantu petani, karena kami juga tidak bisa membeli dari tempat yang traceability-nya ga jelas,” ujarnya.

Saad juga mengatakan perusahaan giat mempromosikan koperasi di wilayah perusahaannya untuk membantu kemajuan petani kecil sawit.

“Kita ingin koperasi di sekitar kebun menjadi entitas bisnis dan petani tidak melulu menunggu kapan sawit berbuah, kami mendorong mereka agar benar – benar siap berbisnis dengan perusahaan,” tegasnya.

Share This