
Peran koperasi simpan pinjam sudah teruji dalam meningkatkan perekonomian masyarakat akar rumput, tetapi di Kalimantan Barat, sebuah koperasi simpan pinjam melangkah lebih jauh lagi, mampu meningkatkan keberlanjutan sektor sawit di provinsi tersebut, dengan menyelenggarakan pendidikan praktek bercocok tanam yang baik bagi petani kecil sawit.
Adalah Credit Union (CU) Keling Kumang , sebuah koperasi simpan pinjam yang mengambil nama pasangan legendaris dalam folklor dayak dan yang didirikan tahun 1993, yang berinisiatif 20 tahun kemudian untuk mendirikan sekolah lapangan untuk petani kelapa sawit yang terbuka bagi anggotanya.
“Tujuan dari diadakannya sekolah lapangan untuk petani kelapa sawit bagi anggota Keling Kumang adalah supaya petani bisa merawat kebun dengan baik dan mengutamakan aspek lingkungan dan keberlanjutan,” ujar Paskalis My, Manajer Proyek Sekolah Lapangan Kelapa Sawit Keling Kumang dengan menambahkan bahwa penyelenggaraan sekolah ini merupakan “kegiatan sosial untuk memberdayakan petani kecil.”
Kepada The Palm Scribe, Paskalis mengatakan bahwa CU Keling Kumang merupakan satu dari beberapa unit bisnis Keling Kumang Group dan sekolah lapangan bagi petani sawit ini merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan anggota di grup tersebut. Hingga saat ini KKG telah memiliki 5 Unit Bisnis yang memiliki Unit usaha masing-masing, yaitu: Koperasi Kredit (CU) Keling Kumang, Yayasan Keling Kumang, Koperasi Konsumen Lima Dua (K-52), Koperasi Produsen Tujuh Tujuh (K77) dan Koperasi Jasa Ladja Tampun Juah.
Misi CU Keling Kumang sendiri adalah menyediakan pelayanan keuangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk menurunkan kemiskinan dan meningkatkan standar hidup.
Paskalis menambahkan bahwa mayoritas anggota Keling Kumang adalah petani kelapa sawit di Kalimantan Barat. Namun sekolah juga terbuka bagi anggota yang bukan petani sawit.
Untuk mengikuti sekolah lapangan ini, peserta diharapkan membentuk kelompok untuk mengajukan permohonan pembukaan kelas yang bisa diajukan di cabang cabang CU Keling Kumang yang ada.
“Untuk pembukaan kelas kita, memang kita menargetkan peserta dalam satu kelas berjumlah 15 – 30 orang peserta untuk efektifitas di lapangan, tetapi tidak ada kewajiban kelas harus seperti itu,” tukas Paskalis.
Sebagai kegiatan sosial, sekolah lapangan ini tidak memungut biaya dan kegiatannya sepenuhnya dibiayai dari CSR Keling Kumang Group dan kerjasama dari beberapa pihak.
Paskalis mengatakan bahwa sekolah ini, yang pada dasarnya memberikan pendampingan kepada petani di lapangan, menawarkan dua modul yaitu modul TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) untuk petani yang tanaman sawitnya belum menghasilkan dan modul TM (Tanaman Menghasilkan.)Masing-masing modul terdiri dari 7 sesi atau 7 kali pertemuan kelas. Satu sesinya , yang diadakan sekali seminggu, berdurasi 120 menit.
“Semua kegiatan diadakan di lapangan, baik teori maupun praktek,” ujarnya. Pembelajaran dan praktik dilakukan di kebun sawit anggota. Anggota biasanya merupakan petani kelapa sawit plasma maupun mandiri. Kelompok yang tidak memiliki kebun sawit bisa mencari kebun milik kelompok lain.
Paskalis mengatakan bahwa selain sekolah lapangan untuk petani kelapa sawit, Keling Kumang Group juga menyelenggarakan sekolah tentang manajemen keuangan.
Di sekolah manajemen keuangan itu petani diajarkan mengenai menabung, belanja, pinjaman penanaman modal yang bertanggung jawab. Menurutnya sudah lebih dari 7,000 orang telah lulus dari sekolah manajemen keuangan ini.
Untuk kedua sekolah ini ada 18 pengajar, yang dalam sistem sekolah ini disebut trainer. Semua tenaga pengajar ini adalah dari Keling Kumang Group.
Paskalis juga menegaskan bahwa praktik pemeliharaan dan pengelolaan kebun kelapa sawit yang baik dan benar dengan memperhatikan sistem keberlanjutan disesuaikan dengan standar Prinsip dan Kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang merupakan skema sertifikasi keberlanjutan kelapa sawit yang paling terkemuka diakui di dunia.
Setelah lulus dari sekolah lapangan ini, Keling Kumang terus memberikan pendampingan karena rata-rata mereka juga anggota CU Keling Kumang, Lulusan sekolah lapangan yang petani kelapa sawit juga diharapkan bergabung dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Keling Kumang (APKS KK), asosiasi binaan Keling Kumang yang didirikan tahun 2015.
Kepengurusan APKS KK dilakukan oleh petani kelapa sawit alumni sekolah lapangan itu sendiri. Alumni sekolah lapangan kelapa sawit ini sudah melampaui 2.000 orang.
“Sekarang Keling Kumang Group sedang mempersiapkan petani untuk mengikuti sertifikasi RSPO melalui Asosiasi Petani Keling Kumang “ ujar Paskalis.
Penyelenggaraan sekolah lapangan tidak sepi dari tantangan. “Tantangan yang kita hadapi adalah sebagian besar masyarakat yang kita latih tidak pernah mengenyam pendidikan formal,” ujar Paskalis. Banyak dari mereka juga masih buta huruf dan ini dibutuhkan pendekatan khusus dalam penyampaian materi pelajaran.
Tantangan lainnya adalah sebagai sekolah lapangan, para trainer, seringkali harus bersusah payah mencapai daerah dimana pendampingan dilakukan.
“Lokasi yang jauh, medan yang berat keluar masuk kampung tetapi kita dengan ikhlas dan semangat yang tinggi menjalankan kegiatan ini,” ujar Paskalis

Pilemon, seorang peserta sekolah lapangan di Desa Empaka Kebiau Raya, Kecamatan Binjai Hulu, Kabupaten Sintang, mengatakan bahwa ia banyak menerima manfaat dari keikutsertaannya dalam sekolah ini,
“Yang pertama, kami boleh mengenal bagaimana tata cara menanam sawit dan kemudian memelihara sawit itu seperti apa, yang dulunya memang tidak bisa,” ujar Pilemon dalam sebuah video yang diunggah pada laman CU Keling Kumang di Facebook. Ia mengatakan dengan mengikuti sekolah ini ia dan kawan kawannya bisa sedikit demi sedikit merawat kebun mereka sendiri dengan baik.
“Dengan Sekolah Lapangan juga, peserta termotivasi untuk membangun kebun sendiri,” imbuhnya.