The Palm Scribe

Sawit Watch Tolak Perubahan Sistem Pengupahan Sepihak oleh Perusahaan

Ilustrasi sistem pengupahan sawit RSPO

Lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu isu perkelapa sawitan, Sawit Watch, pada hari Kamis, (2/4) menyatakan penolakannya atas kebijakan sebuah perusahaan kelapa sawit swasta di Kalimantan Tengah yang juga anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang secara sepihak merubah mekanisme pengupahan mandor panen dari satuan waktu menjadi satuan hasil.

Sarana Prima Multi Niaga (SPMN) yang mengoperasikan perkebunan sawit yang seluas sekitar 7.714 hektar di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah., baru-baru ini mengeluarkan kebijakan perubahan mekanisme pengupahan untuk mandor panen dari satuan waktu menjadi satuan hasil, Sawit Watch mengatakan dalam sebuah siaran persnya.

“Pengupahan berbasis satuan hasil atau target kerja tidak menjamin kepastian upah. Upah buruh akan sangat tergantung pada pencapaian hasil kerjanya, mekanisme pengupahan seperti ini berpotensi besar menyebabkan buruh bekerja melewati waktu kerja normal,” ujar Hotler “Zidane” Parsaoran, spesialis buruh perkebunan Sawit Watch .

“Kami meminta agar PT. SPMN tetap memberlakukan mekanisme pengupahan berdasarkan satuan waktu sebagaimana keinginan buruh,” imbuhnya.

Sekretaris SEPASI (Serikat Pekerja Sawit Indonesia) PT. SPMN, Dianto, mengatakan dalam rilis yang sama bahwa buruh menolak pengupahan berdasarkan satuan hasil atau tonase.

Baca juga: Sawit Watch: Sertifikasi ISPO Perlu Batas Waktu, Penegakan Hukum yang Tegas

“Kalau dengan satuan waktu, upah kami setiap tahun pasti ada kenaikan. Kalau dengan sistem tonase, belum pasti ada kenaikan upah, juga tidak ada upah lembur. Mekanisme pengupahan berdasarkan satuan hasil atau tonase memaksa kami harus mencari buah sebanyaknya,“ ujar Dianto,

Berdasarkan satuan waktu, upah mandor panen biasanya sebesar Rp 120.000/hari, sementara dengan sistem satuan hasil atau tonase, mandor harus dapat mengumpulkan paling tidak 25 ton per hari agar dapat memperoleh Rp 120.000.

“Kami harus memenuhi target tersebut jika ingin upah hari kerjanya sesuai UMK,” ujar Dianto

Buruh PT. SPMN sudah meminta perundingan bipartit dengan manajemen PT. SPMN terkait perubahan mekanisme pengupahan tersebut namun perusahaan menolak mengembalikan sistem pengupahan menjadi seperti semula dan tetap akan menerapkan system baru mulai 1 April.

“Untuk itu, seluruh mandor menyepakati untuk tidak bekerja, kami juga menyampaikan kepada permanen untuk tidak bekerja sampai tuntutan dipenuhi perusahaan”, kata Dianto, melanjutkan.

Zidane mengatakan kebijakan baru perusahaan ini memperlihatkan bahwa perusahaan perkebunan sawit belum mengimplementasikan sistem kerja dan sistem pengupahan yang menjamin kepastian upah.

SEPASI sendiri menduga perubahan mekanisme pengupahan juga menjadi strategi perusahaan untuk melakukan PHK.

“Jika kami menolak perubahan mekanisme pengupahan, maka perusahaan bisa saja memberhentikan kami dengan alasan indisipliner, dengan alasan tidak menerima perubahan mekanisme pengupahan. Kami menolak intimidasi dan PHK terhadap buruh yang menolak perubahan mekanisme pengupahan”, kata Dianto.

Zidane menyampaikan PT. SPMN yang merupakan anggota RSPO, sebaiknya membuka ruang dialog dengan serikat.

“RSPO telah menetapkan prinsip tenaga kerja, seperti tidak ada bentuk kerja paksa, upah dan kondisi untuk buruh memenuhi standar hukum dan cukup untuk memberikan upah yang layak. RSPO juga mewajibkan perusahaan anggotanya untuk mengakui hak untuk berserikat dan untuk melakukan tawar menawar secara kolektif. Tentunya PT. SPMN sebagai anggota RSPO wajib mematuhi prinsip tersebut”, kata Zidane.

Baca lebih banyak berita oleh Bhimanto Suwastoyo.
Industri perhutanan? Kunjungi The Forest Scribe.
Share This