
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan sudah mencapai level berbahaya, karenanya pemerintah harus segera menetapkan staus tanggap darurat di daerah terdampak, serta menindak tegas semua pelaku pembakaran hutan dan lahan, termasuk mencabut ijin usaha yang sudah diberikan tanpa terkecuali, ujar Sawit Watch.
“Sawit Watch berpandangan bahwa asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan ini bukan hal biasa, melainkan kejadian luar biasa dan pemerintah harus bertanggung jawab penuh terhadap persoalan ini. Oleh karena itu, kami menuntut kepada pemerintah agar segera menetapkan status tanggap darurat untuk wilayah Riau, Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan,” Sawit Watch mengatakan dalam sebuah rilis yang diterima The Palm Scribe, Rabu (18/9).
Dalam keadaan tanggap darurat bencana, semua pengadaan bantuan darurat serta kegiatan tanggap darurat dikelola oleh otoritas tunggal, biasanya pemerintah pusat atau pemerintah daerah di kawasan yang terkena bencana.
Sawit Watch mengatakan bahwa di daerah yang terpapar kebakaran hutan dan lahan, masyarakat sudah mengeluhkan sesak nafas dan tidak dapat beraktifitas di luar rumah karena pekatnya kabut asap. Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch menyampaikan rasa keprihatinannya dan mengecam perusahaan yang telah membakar hutan dan lahan untuk mencari keuntungan yang besar.
“Perusahaan yang telah terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan jangan sampai lolos dari tuntutan. Sudah seharusnya pemerintah dan aparat keamanan menindak tegas semua perusahaan yang terbukti melakukan aktifitas pembakaran hutan dan lahan. Pemerintah tidak boleh kalah dengan korporasi atau perusahaan dan buktikan bahwa pemerintah berpihak kepada masyarakat bukan kepada perusahan besar saja.” tegas Inda.
Pemerintah sudah menetapkan 4 perusahaan sawit sebagai tersangka pembakar hutan dan lahan dan masih akan terus dikembangkan, rilis media tersebut mengatakan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Direktorat Jendral Penegakan Hukum telah menyegel lahan seluas 8.931 hektar yang merupakan konsesi yang diberikan kepada 48 perusahaan, serta sebidang lahan milik perorangan terkait kebakaran hutan dan lahan ini.
Inda mengatakan bahwa beberapa perusahaan yang memegang konsesi lahan dimana kebakaran terjadi, bahkan sudah mengantongi sertifikasi keberlanjutan dari Indonesia Sustainable palm Oil (ISPO) dan atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) serta beberapa diantaranya merupakan anak perusahaan korporasi Malaysia.
“Masyarakat sudah sangat menderita oleh adanya kabut asap yang sudah terjadi selama beberapa minggu ini. Dampak yang diakibatkan oleh asap sudah sangat mengkhawatirkan dan tidak dapat dianggap sebagai hal yang biasa. Terlebih, paparan kabut asap secara rutin seperti yang mereka alami setiap tahun, bukan tidak mungkin memiliki dampak jangka panjang bagi kesehatan tubuh manusia, bahkan mungkin saja akan menimbulkan dampak perkembangan yang negatif secara genetik,” terang Inda.
Sawit Watch juga meminta agar pemerintah bertanggungjawab terhadap semua korban kebakaran hutan dan lahan yang terpapar asap, menanggung semua biaya perawatan masyarakat yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan dan segera mengevakuasi masyarakat yang berada di wilayah terparah yang terpapar asap.