Sektor kelapa sawit memainkan peran kunci dalam usaha Indonesia mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutannya (SDGs), terutama sebagai sumber penghidupan, lapangan pekerjaan serta dalam mengurangi kemiskinan, demikian beberapa menteri mengatakan disini Kamis (1/11).
Ketika berbicara pada sidang pleno Konferensi Kelapa Sawit Indonesia ke-14 (IPOC 2018) di Nusa Dua, Bali, Menteri Koordinasi Bidang Ekonomi Darmin Nasurtion mengatakan bahwa kelapa sawit telah sangat berdampak pada Produk Domestik Bruto Indonesia, menyumbang 2,46 persen. Budidaya kelapa sawit, menurutnya, telah menghasilkan kemajuan yang berarti dalam bidang ekonomi dan sosial dan karenanya komoditas ini memainkaan peran penting bagi pembangunan Indonesia.
“Kelapa sawit penting bagi pemerintahan di negara-negara berkembang, antara lain karena menghasilkan devisa, karena kelapa sawit merupakan komoditi yang memiliki keuntungan komparatif dalam skala ekonomi global dan memiliki kontribusi positif kepada perbaikan pendidikan dan kesehatan. Karenanya, adalah tak terbantahkan bahwa kelapa sawit memainkan peran yang sangat berarti dalam pencapaian SDGs,” ujar Nasution dengan menambahkan bahwa pendapatan dari ekspor sawit merupakan penyumbang pendapatan terbesar dari sektor non-miyak dan gas selama tiga tahun terakhir ini.

Ia mengatakan bahwa setiap satu persen peningkatan produksi sawit secara langsung menyumbang kepada peningkatan Produk Domestik Bruto, dan secara tidak langsung juga menyumbang melalui nilai tambah yang berdampak banyak pada sektor-sektor lainnya.
Pendapatan dari ekspor sawit meningkat 25.73 persen di tahun 2017 dan mencapai Rp307 trilyun.
“Merngingat pentingnya sektor kelapa sawit bagi pembangunan Indonesia adalah kepentingan nasional kita untuk memastikan bahwa pembangunan lebih lanjut dari sektor kelapa sawit mengindahkan prinsip keberlanjutan. Adalah kewajiban kita untuk memastikan bahwa sektor ini dikelola dengan hati-hati dan bertanggung jawab demi generasi yang akan datang,” demikian kata Nasution.
Ia mengatakan bahwa semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta dan komunitas setempat, sepenuhnya memahami potensi keuntungan dari sektor kelapa sawit sementara juga memahami bahwa ada biaya lingkungan yang harus dibayar.
“Kemajuan ekonomi dan sosial yang besar yang dicapai melalui pembudidayaan kelapa sawit juga harus diseimbangkan dengan tantangan lingkungan agar SDGs Perserikatan Bangsa Bangsa dapat tercapai di tahun 2030. Indonesia memiliki komitmen tinggi untuk memastikan implementasi agenda 2030 itiu. Dalam hal ini, keberlanjutan telah menjadi kata kunci dalam pengembangan kelapa sawit Indonesia kini,” kata Nasution.
Berbicara mengenai dampak dan relevansi SDGs pada industri sawit, Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan, mengatakan bahwa “dari segi pandang ekonomi, kontribusi kelapa sawit penting” dengan menyediakan pekerjaan serta juga pertumbuhan ekonomi yang baik.
Brodjonegoro mengatakan bahwa salah satu tantangan berat dalam melaksanakan SDGs adalah prinsip bahwa tidak boleh ada yang tertinggal. Semua orang harus dapat menikmati keuntungan yang berasal dari pencapaian SDGs ini.
Ia juga mengimbau semua pihak, terutama sektor swasta dalam bidang persawitan, untuk selalu memfaktorkan atau memainstreamkan SDG kedalam rencana bisnis mereka.
“SDGs merupakan salah satu faktor penting dalam mempromosikan daya saing kelapa sawit, tidak saja di Indonesia tetapi juga di bagian lain di dunia ini,” Brodjonegor mengatakan. Menurutnya, kegagalan menerapkan ini akan berakibat pada kesulitan bagi perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan lainnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, ketika berbicara pada konferensi yang sama, mengatakan bahwa adalah jelas bagi semua bahwa kelapa sawit memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia, dengan menyediakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan, keduanya merupakan bagian dari SDGs.
“Tidak ada keraguan sekarang bahwa kelapa sawit merupakan sumber pendapatan ekspor Indonesia yang terbesar. Ia juga memberikan sumber pendapatan bagi 5,3 juta pekerja dan menyediakan sumber penghidupan bagi setidaknya 21 juta orang di Indonesia,” kata Lukita.
Ia mengimbau kepada semua pemangku kepentingan, terutama sektor swasta dalam industri sawit untuk bersatu-padu dalam menghadapi dan secara proaktif menangani tantangan yang dihadapi industri, terutama dalam melawan kampanye negatif terhadap sawit dan dalam mempromosikan kampanye yang positif.
“Kita harus dapat membuktikan bahwa kelapa sawit dapat memberikan sumbangan yang berarti, jauh melebihi SDGs,” sergahnya.
Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), yakni organisasi yang mengadakan konferensi ini, mengatakan bahwa kesemua 17 butir SDG memberikan landasan cetak biru bagi pencapaian sebuah masa depan yang lebih baik dan lebih stabil dan ia juga menambahkan bahwa pengembangan industri sawit sebenarnya juga memenuhi tantangan pencapaian SDG.
“Indonesia harus memperkuat pengembangan industri kelapa sawit sebagai sebuah industri penting, tidak saja secara ekonomis tetapi juga secara sosial dan lingkungan,” ujar Supriyono.
Nasution mengatakan bahwa semenjak tahun 2011, Indonesia telah mengembangkan dan melaksanakan sertifikasi keberlanjutan bagi industri kelapa sawitnya, yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), untuk mendorong tata-kelola kelapa sawit yang berkelanjutan di negeri ini, yang akan memastikan dan menjaga adanya keuntungan ekonomis, sosial dan lingkungan dari pengembangan kelapa sawit dalam jangka panjang.
Namun, dinamika domestik maupun pasar dunia, dan juga perubahan iklim dan kekhawatiran-kekhawatiran pembangunan berkelanjutan telah mendesak pemerintah untuk lebih mengembangkan lagi sistim sertifikasinya agar menjadi standar yangh lebih kuat dan yang mampu mengharmonisasi aspek-aspek ekonomis, sosial dan lingkungan dari sektor kelapa sawit.
Nasution menyebutkan di antara hal-hal yang menonjol yang sedang dikembangkan dalam memperkuat ISPO ini adalah peningkatan status kebijakan publik dari tingkat keputusan menteri menjadi keputusan president misalnya, pengikutsertaan semua pemangku kepentingan yang berkepentingan dalam memperbaiki proses untuk mendorong transparansi, kredibilitas serta rasa memiliki dan mendorong keseimbangan proporsional peran dan fungsi dari pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan sistim ISPO, serta peningkatan prinsip dan kriteria ISPO sebagai alat untuk menguji kepatuhan dan ketertelusuran dalam pencapaian keberlanjutan.
“Indonesia memasukkan elemen-elemen SDGs ke dalam prinsip dan kriteria ISPO, terutama dalam memperkuat ISPO,” demikian Nasution mengatakan dengan menambahkan bahwa prinsip dan kriteria ISPO sebenarnya berada sejalan dengan 12 dari 17 butir SDG yang ada.
Paruh kedua dari hari kedua konferensi akan menampilkan 2019 Price Outlook dimana akan dikupas kecenderungan dan perkiraan harga minyak sawit di tahun depan.