The Palm Scribe

RSPO Memperketat Prinsip dan Kriteria Penanaman di Lahan Gambut

Rancangan Prinsip dan Kriteria (P&C) dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang akan diputuskan dalam pemungutan suara dalam sidang umum tahunan organisasi ini pada hari Kamis (15/11) menetapkan langkah-langkah yang lebih ketat bagi penanaman kelapa sawit di lahan gambut, seorang pegiat lingkungan dan konservasi mengatakan.
Roundtable 16
“P&C yang baru sangat jelas, tidak akan ada penanaman baru, sehingga daerah di unit-unit perkebunan yang belum ditanami, dan lahan gambut di daerah pengembangan baru, tidak akan dapat ditanami lagi mulai Jum’at minggu ini,” demikian Faizal Parish, Direktur  Global Environment Center, mengatakan ketika berbicara dalam suatu panel di Konferensi Mejabundar Tahunan Kelapa Sawit Berkelanjutan ke-16 (RT16) disini Rabu (14/11). Larangan ini akan berlaku bagi semua lahan gambut, berapapun kedalamanya.

Perlindungan lahan gambut merupakan salah satu dari hal-hal yang paling mendesak yang dihadapi negara negara produsen, dan juga menjadi hal kunci dalam fokus dan diskusi RSPO dalam beberapa tahun terakhir ini,  terutama dalam peninjauan kembali P&C belum lama ini.

Parish, yang merupakan mantan ketua bersama Kelompok Kerja Lahan Gambut RSPO ini, mengatakan bahwa P&C yang baru ini, yang telah dipersiapkan selama sekitar dua tahun dan akan ditentukan dengan pemilihan suara di sidang umum tahunan RSPO yang ke-16 juga akan mengharuskan semua perusahaan anggota RSPO untuk melaporkan lahan gambut yang mereka kelolavsehingga dapat dihasilkan sebuah database yang jelas.

“Semua perusahaan anggotal RSPO juga perlu, mulai November 2018, mendokumentasikan dan melaporkan kepada sekretariat RSPO, semua lahan gambut dibawah pengelolaan mereka, hingga kita dapat memperoleh database yang jelas, sebuah pemahaman yang jelas,” serunya.

Parish menjelaskan bahwa sampai saat ini, RSPO belum memiliki gambaran rinci dari tutupan serta penggunaan lahan gambut dan karenanya tidak dapat menjawab pertanyaan yang dilayangkan kepadanya mengenai luasan lahan gambut yang ditanami maupun yang merupakan areal konservasi.

“Semua areal lahan gambut yang belum ditanami hingga hari Jumat perlu dijadikan daerah konservasi gambut dan di kelola dengan cara inkubasi bersama daerah-daerah HCV (High Conservation Value) dan HCS (High Carbon Stock,)” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa semua perusahaan juga perlu secara berangsur-angsur mengurangi perkebunan mereka di lahan gambut 40 tahun sebelum daerah itu mencapai apa yang dinamakan Batas Drainasenya, yaitu ketika drainasenya tidak dapat dilakukan berdasarkan gravitasi semata lagi dan ketika bahaya banjir dan intrusi air laut mulai menjadi nyata.

“Akan tetapi, pengurangan secara bertahap ini dapat dilakukan dengan dua cara. Kurangi secara bertahan dan merehabilitasi lahan tersebut sehingga kembali ditutupi vegetasi alaminya, atau pengurahan secara bertahap dan penanaman dengan tanamana yang lebih sesuai bagi tanah seperti gambut, seperti sagu dan Jelutung,” kata Parish

Share This