The Palm Scribe

ANJ: Pelibatan Masyarakat Kunci Agribisnis yang Baik

Komunikasi serta program pelibatan masyarakat yang terstruktur dan terencana adalah salah satu kunci dari pencapaian PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ) dalam mengembangkan industri sagu dan sawit yang berkelanjutan di Papua Barat.

Setelah hampir 11 tahun sejak pertama kali melakukan survei potensi pengembangan sagu dari hutan alami di Sorong PT ANJ Agri Papua (ANJAP), anak usaha ANJ, sudah mampu menghasilkan 1.354 metrik ton pati sagu pada September 2018, atau 351 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di 2017. Produksi pati sagu ini dimulai di tahun 2014.

“Kemajuan ini erat kaitannya dengan bagaimana kami melibatkan masyarakat,” ujar Gritje Fonataba, kepala hubungan pemerintah ANJ di Sorong saat dihubungi The Palm Scribe pada hari Rabu (15/11).

Hutan sagu di kawasan PT ANJAP

“Sejak masuk di 2007, kami telah membangun hubungan dengan masyarakat setempat.  Hubungan ini dilandasi saling menghormati dan melibatkan masyarakat agar pengembangan bisnis juga memberi keuntungan bagi masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu sejalan dengan kegiatan dan pengembangan bisnis, masyarakat ikut merasa memiliki dan mendukung,” kata Gritje.

ANJ memandang pelibatan masyarakat setempat sebagai bagian penting dari berbisnis di Papua Barat, terutama ketika membahas sagu, komoditi pangan yang sudah lama dikenal dan menjadi salah satu makanan pokok disana dan berpotensi besar untuk menjawab isu ketahanan pangan.

“Kami paham sagu memiliki tempat yang sakral di budaya masyarakat Papua,” kata Gritje. “Oleh karena itu, segala aktivitas yang berhubungan dengan pemanfaatan hutan sagu harus disetujui oleh pemegang hak ulayat yang berhak.”

Sagu merupakan pangan alternatif yang dapat berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Kandungan energi sagu yang tinggi dan kadar gulanya yang rendah, menjadikannya sumber energi yang baik. Tanaman ini tumbuh secara alami di Papua hingga membentuk hutan sendiri. Data dari Guru Besar IPB dan Ketua Masyarakat Sagu Indonesia, MH. Bintoro, memperlihatkan luas hutan sagu di Papua dan Papua Barat mencapai sekitar 4,75 juta hektare, atau lebih dari 90 persen luas total hutan sagu Indonesia sebesar 5,2 juta hektare.

Selain program pelibatan masyarakat yang intensifdi bidang pendidikan, kesehatan dan pengembangan aktivitas untuk menghasilkan pendapatan, ANJAP juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. ANJAP mempekerjakan lebih dari 200 tenaga kerja yang 95% berasal dari masyarakat setempat.

Program pelibatan masyarakat di Desa Saga oleh PT ANJAP

“Dalam mengelola perkebunan kelapa sawit dan memproduksi tepung sagu, kami senantiasa memenuhi peraturan dan standar terkait,” kata Gritje. “Ada Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk kelapa sawit dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu – Hutan Alam (IUPHHBK-HA) untuk produksi sagu.”

“Kebijakan Keberlanjutan kami juga mengatur untuk menghindari pengembangan lahan gambut dan lahan basah. Kami tidak menanam sawit di lahan gambut, sesuai dengan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) – yang mengacu pada Surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (No.351/MENLHK/Setjen/PLA.1/7/2017),” tambahnya.

Ketika ditanya mengenai dampak lingkungan pemanenan hutan sagu yang kebanyakan berada di atas lahan basah, Gritje mengatakan dampaknya minimal.

“Pemanenan hutan sagu tidak mengubah lanskap. Tanah hutan sagu yang basah akan tetap basah,” kata Gritje. “Kami menebang pohon sagu yang sudah matang. Pohon-pohon besar ini, ketika diambil, malah akan memberi kesempatan bagi pohon yang kecil untuk tumbuh lebih baik karena cahaya matahari bisa masuk. Jika tidak dipanen, pohon yang matang akan tumbang dan busuk sia-sia.”

PT ANJAP memanen tual sagu
Share This