The Palm Scribe

Produksi Helm Motor Sebagai Solusi Atas Limbah Sawit

Bagi Siti Nikmatin, usahanya untuk mendapatkan solusi pemanfaatan limbah kelapa sawit yang menguntungkan tidak berhenti ketika hasil temuannya, yaitu tandan kosong buah sawit, dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan helm sepeda motor yang aman.

Peneliti yang tidak mengenal lelah, yang juga pengajar pada departemen Fisika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mulai menaruh perhatian pada penggunaan serat dari tandan kelapa sawit setelah berhasil menggunakan serat dari rotan dalam membuat helm motor untuk tesis S3-nya.

“Ada kebutuhan untuk riset yang berhubungan dengan penggunaan tandan buah kosong kelapa sawit, yang dapat menyerap limbah ini menjadi produk dengan nilai ekonomi,” ujar Siti dalam wawancaranya dengan The Palm Scribe. Siti menambahkan bahwa ia kemudian menggunakan tesis S3-nya sebagai dasar riset untuk menggantikan fiberglass dalam proses pembuatan helm sepada motor.

Pasokan rotan, ujarnya, tidak saja terbatas tetapi juga sangat dibutuhkan oleh industri mebel sementara tandan kosong buah kelapa sawit ada dalam jumlah yang begitu banyak setiap harinya, hingga kebanyakan hanya menjadi limbah saja. Tandan yang dianggap limbah tersebut pertama-tama harus diproses menjadi serat dengan ukuran panjang yang berbeda-beda.

Khusus untuk pembuatan helm digunakan partikel mikro yang kemudian dicampurkan dengan polymer serta bahan aditif untuk menghasilkan cangkang helmnya. Penelitian yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan didukung oleh IPB dan Litbang Dikti, berhasil membuat purwarupa serta produk akhir yang sudah berhasil melalui uji Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk helm motor biasa sehingga sudah dapat dipasarkan.

“Helm ini adalah produk yang kualifikasinya sudah memenuhi standard uji SNI dan dapat dipasarkan,” ujar Siti sambil menambahkan bahwa helm buatannya tersebut memiliki daya serap energi benturan yang lebih besar dari yang dimiliki helm umumnya di pasaran yang dibuat hanya dengan menggunakan polymer.

Siti mengatakan bahwa serat dari tandan sawit ini beratnya 20 persen dari berat cangkang helmnya. Penggunaan serat dan juga proses yang dibutuhkan tentu saja membuat helm akhirnya lebih mahal dari helm biasa yang dijual di pasaran tetapi Siti
mengatakan bahwa usaha terus dilakukan untuk dapat membuat harga helm ini lebih terjangkau.

Helm yang seluruhnya dari polymer dijual di pasaran sekitar Rp 80,000-Rp 100,000 sementara yang dibuat dengan serat dari tandan sawit berharga sekitar Rp 200,000 sampai Rp 500,000. “Ini sudah lebih murah dari Rp 350,000 harga jual waktu pertama dipasarkan,” katanya.

“Masyarakat fokusnya pada helm tidak sebagai alat pengaman tetapi sebagai syarat saja, supaya tidak ditilang polisi, yang paling sulit adalah mengubah pola pikir masyarakat ini. Sekarang ini, asal murah saja,” ujar Siti. Walaupun sudah sekitar 5,000 sampai 7,000 helm diproduksi, penjualan masih terbatas pada pameran atau kegiatan edukatif, seperti seminar, baik lokal maupun internasional.

Selain menunggu keluarnya sertifikasi SNI pada tahun ini serta usaha untuk membuat harga helm menjadi lebih terjangkau, Siti juga mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat membantu pemasaran produk ini serta produk lainnya yang terbuat dari campuran serat tandan sawit dan polymer.

“Pertama, harapan saya pemerintah dapat membantu pemasaran produk nasional ini,” serunya, sambil menambahkan bahwa produksi helm tidak saja 80 persen mengandung komponen lokal dan dibuat oleh tenaga kerja lokal, tetapi juga menggunakan bahan mentah yang berasal dari limbah yang kemudian mampu memberikan nilai ekonomi lebih. Ia juga menunjuk kepada beberapa produk lainnya yang dibuat dengan bahan dan teknik yang sama, seperti misalnya spare part motor maupun mobil yang tidak dapat dijual satuan namun perlu pembeli pada skala industrial.

Pemerintah, diharapkannya dapat mengeluarkan peraturan-peraturan yang mendukung pemasaran komponen industri ini, misalnya dengan menerapkan selain 80 persen bahan baku dibuat di dalam negeri, juga harus menggunakan bahan lokal, terutama hasil limbah.

Siti mengatakan bahwa pembuatan beberapa produk lainnya yang menggunakan serat dari tandan sawit, dibagi atas tiga tahapan. Pertama pembuatan seratnya bekerja sama dengan sebuah perusahaan, kedua pencampurannya dengan
polymer dan pembuatan cangkang helmnya, oleh sebuah perusahaan lainnya, serta ketiga, proses perakitan dan pewarnaan yang mengikut sertakan beberapa perusahaan.

“Kami terus melakukan penelitian untuk menemukan cara menyerap lebih banyak tandan kosong buah kelapa sawit,” katanya. Siti menambahkan bahwa ia kini sedang bekerja membuat lembaran dari serat dan polymer, menggunakan serat lepas atau dianyam, yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan termasuk membuat rompi anti perluru dan sarana pelindung lainnya.

“Pendanaan riset juga harus diteruskan bagi produk-produk lainnya. Kami sudah membuktikan bawa hasil penelitian kami dapat mendorong pembentukan UKM-UKM baru,” tutupnya.

Share This