Produksi minyak mentah kelapa sawit (CPO) Indonesia, produsen terbesar komoditas ini di dunia, ekspor dan juga konsumsi domestiknya, semua melemah di bulan Mei dibandingkan dengan bulan sebelumnya, demikian dikatakan Gabungan Produsen Kelapa Sawit (GAPKI).
Produksi CPO Indonesia di bulan Mei menurun 1,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya, menjadi 3.616.000 ton sementara konsumsi domestik di bulan yang sama juga menurun sebesar 1,6 persen menjadi 1.380.000 ton, GAPKI mengatakan dalam sebuah siaran persnya yang diterima The Palm Scribe Sabtu (11/7).
“Produksi yang lebih rendah ini diduga masih disebabkan efek kemarau panjang 2019 dan pengaruh musiman,” siaran pers GAPKI itu menambahkan.
Ekspor CPO Indonesia turun 8,3 persen menjadi 2.428.000 ton di bulan Mei dan nilai ekspornya juga turun 10,36 persen menjadi $1,47 miyar. Sementara itu harga CPO juga masih menunjukkan penurunan, dari rata-rata $564 per ton di bulan April menjadi $526 per ton Cif Rotterdam pada bulan Mei.
Dalam lima bulan pertama tahun ini, Produksi CPO dan minyak kernel sawit (PKO) mencapai 19.001.000 ton, atau mengalami penurunan 14 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.
Dalam periode yang sama, volume ekspor turun 13,7 persen menjadi 122.736.600 ton namun dari segi nilai ekspor ini menunjukkan kenaikan 5.5 persen menjadi $8.437 juta. Kenaikan juga terjadi dalam konsumsi dalam negeri untuk periode yang sama, naik 3,6 persen menjadi 7.334.000 ton.
“Salah satu peningkat konsumsi adalah oleokimia yang naik 31,4 persen. Konsumsi biodiesel juga meningkat sebesar 23,2 persen, didukung oleh kebijakan pemerintah yang konsisten dalam implementasi program B30,” demikian GAPKI mengatakan dalam rilisnya.
Penurunan ekspor terutama terjadi pada refined palm oil yang secara umum disebabkan oleh selisih harga minyak sawit dengan minyak kedelai yang kecil.
Penurunan ekspor bulan Mei terbesar, 23.4 persen, terjadi pada pasar tujuan Pakistan yang menyerap 47.000 ton, sedangkan ekspor ke Cina menurun 21 persen menjadi 87,700 ton, ke Uni Eropa menurun 16.62 percent menjadi 81.500 ton dan ke India menurun 9,2 persen menjadi 38.600 ton.
Penurunan ekspor ke Cina mungkin juga disebabkan meningkatnya oilseed crushing (khususnya kedelai) yang cukup besar sehingga pasokan minyak nabati cina tinggi,
Meski terjadi penurunan ekspor ke beberapa negara, ada beberapa negara tujuan ekspor yang menunjukan kenaikan, seperti Mesir dengan 42.000 ton atau naik 81 persen dari ekspor april 2020, Ukraina dengan 31.000 ton atau naik 99 persen, Filipina dengan 29.000 ton naik 73 persen, Jepang dengan 19.000 ton atau naik 35 persen dan ke Oman dengan 15.000 ton atau naik 85 persen,
GAPKI berpendapat bahwa kegiatan ekonomi Cina, India dan banyak negara sudah mulai pulih di bulan Juli ini sehingga permintaan akan minyak nabati untuk kebutuhan domestiknya mulai naik. Keadaan yang sama juga terjadi di Indonesia sehingga dipercaya kedepan permintaan minyak sawit untuk pangan juga akan naik mengikuti permintaan oleokimia dan biodiesel.