Produksi Minyak Mentah Sawit (CPO) bulan Januari 2022 diperkirakan sekitar 3,863 juta ton atau turun tiga persen dari bulan sebelumya sedangkan produksi MInyak Inti Sawit (PKO) pada bulan yang sama menurun 3,9 persen mendjadi sekitar 385.000 ton, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan.
“Turunnya produksi di bulan Januari 2022 merupakan pola musiman,” demikian GAPKI mengatakan dalam sebuah rilis persnya yang diterima The Palm Scribe Senin (14/3, dengan menambahkan bahwa penurunan tersebut masih jauh lebih rendah dari penurunan musiman satu tahun sebelumnya yang mencapai tujuh persen.
GAPKI mengatakan export minyak sawit di bulan Januari mencapai 2,179 juta ton atau turun 11,4 persen dari sebelumnya dan 23,8 persen dari ekspor Januari 2021. Ekspor ke Cina dan Pakistan, dua diantara pasar ekspor utama minyak sawit Indonesia menurun masing masing sebesar 149,000 ton dan 108,000 ton. Sementara ekspor ke India yang juga salah satu tujan ekspor utama minyak sawit Indonesia, naik 97.000 ton.
“Penurunan ekspor di bulan Januari dari Desember merupakan pola musiman tetapi kali ini juga diperkirakan karena produksi yang sangat terbatas dan harga yang sangat tinggi,” demikian GAPKi mengatakan dalam rilisnya.
Impor produk minyak sawit Januari 2022 mencapai 5.116 ton, semuanya dari Malaysia, berupa 4.800 ton oleokimia dan 316 ton PFAD.
Dengan stok akhir Desember sebesar 4,129 juta ton, maka pasokan mencapai sebesar 8,363 juta ton.
Total konsumsi minyak sawit dalam negeri di bulan Januari 2022 adalah sebesar 1.506.000 ton atau 9,6 persen lebih rendah dari konsumsi Desember 2021. Konsumsi terbesar adalah untuk biodiesel sebesar 732.000 ton, diikuti untuk industri pangan sebesar 591.000 ton dan oleokimia 183.000 tons
“Konsumsi minyak sawit untuk biodiesel yang melampaui untuk pangan telah terjadi sejak November 2021,” ujar GAPKI.
Dengan produksi, impor, konsumsi dan ekspor seperti diatas, stok minyak sawit dan inti sawit di akhir bulan Januari naik menjadi 4,678 juta ton dari awal Januari. Konflik Rusia Ukraina telah mendorong naiknya harga minyak bumi leih dari $100 per barel yang akan menambah beban pemerintah dan juga negara negara lain.
“Dalam pasar minyak nabati semester pertama 2022 diperkirakan akan terjadi defisit pasokan, apalagi Ukraina sebagai salah satu produsen bunga matahari dan rapeseeed sehjngga mendorong naiknya harga minyak nabati dan berakibat minyak sawit akan menjadi harapan utama negara importir,” ujar GAPKI.
.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengatur secara bijak penggunaan dalam negeri dan ekspor minyak sawit untuk menjaga neraca perdaganan nasional.
Indonesia sedang menghadapi masalah kelangkaan minyak goreng serta harga yang tinggi walaupun kementerian perdagangan dan asosiasi produsen mengatakan stok sebenarnya mencukupi. Untuk menjamin tercukupinya bahan baku bagi produsen minyak goreng, pemerintah menetapkan Domestik Market Obligation sebesar 30 persen dari volume ekspor, serta juga menetapkan Harga eceran tertinggi bagi minyak goreng.
Namun kebijakan tersebut sampai sekarang nampaknya tidak berhasil mengatasi masalah kelangkaan dan harga tinggi tetapi malah mengancam keberlangsungan industri minyak sawit dengan membebani eksportir minyak sawit, produsen minyak goreng maupun produk2 berbahan dasar minyak sawit