The Palm Scribe

PLN Uji Coba B100 untuk Pembangkit Listrik

Perusahaan Listrik Negara (PLN) kini sedang melakukan uji coba penggunaan biodiesel yang 100 persen (B100) berasal dari minyak mentah kelapa sawit (CPO) sebagai bahan bakar menggantikan minyak solar untuk beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

Direktur humas PLN, I Made Suprateka mengatakan kepada The Palm Scribe bahwa mereka masih mengumpulkan data-data yang signifikan dari hasil uji coba tersebut, namun menjelaskan bahwa pembangkit tenaga listriknya dipilih karena lokasi mereka berdekatan dengan sentra kelapa sawit.

Ia tidak mengidentifikasi pembangkit yang disertakan dalam uji coba ini namun beberapa laporan media menyebutkan PLTD yang dimaksud adalah Kanaan, berkapasitas 10 MegaWatt di Bontang, PLTD Batakan 40 MW Balikpapan, PLTD Supa 62 MW Pare-pare, dan PLTMG Jayapura 10 MW.

Laporan  media tersebut juga mengatakan bahwa keempat pembangkit tersebut mengkonsumsi sekitar 190.000 kilo liter diesel, dan karenanya bila dikonversi ke B100 akan dapat mengurangi penggunaan solar dalam jumlah yang sama, serta mengurangi beban impor bahan bakar minyak.

Presiden Joko Widodo dalam debat capres putaran kedua yang dilaksanakan pada hari Minggu, 17 Februari 2019 lalu menyatakan bahwa Indonesia akan melakukan pengembangan ke arah B100 untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan impornya.

Ketika menyanggah pernyataan penantangnya, Prabowo Subianto, yang menyatakan Indonesia harus bisa mencontoh Brazil yang sudah mulai memproduksi B90, Jokowi mengatakan bahwa selain pelaksanaan B20 sudah mencapai 98 persen, Indonesia justru akan mulai memproduksi dan menggunakan biodiesel B100.

Jika sukses, Indonesia akan mengikuti jejak pembangkit listrik bertenaga 100 persen CPO impor dari Indonesia “Fri-El Acerra” yang berlokasi di Napoli, Italia. Pembangkit yang beroperasi sejak 2008 tersebut memiliki kapasitas 74,8 megawatt, serta telah dikunjungi oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada November 2018.

Pengamat energi Kurtubi mengatakan kepada The Palm Scribe bahwa proyek B100 layak dicoba, namun secara teknis harus dikonsultasikan dahulu pada ahli-ahli kimia dan perkilangan sehingga tidak ada permasalahan ke depannya.

“Ini inovasi yang sangat bagus agar Indonesia tidak bergantung pada bahan bakar berbasis fosil dan beralih pada energi terbarukan,” ujarnya.

Wakil ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Berned Riedo menyatakan bahwa secara teknis Italia sudah membuktikan keberhasilannya, sehingga harusnya penggunaan B100 untuk pembangkit tenaga listrik tidak akan menimbulkan persoalan teknis bagi Indonesia.

“Saya pikir ini masalah kemauan saja. Jika semua pemangku kepentingan dapat duduk Bersama dan merumuskan peta jalan dan kebijakannya, harusnya B100 tidak ada masalah,” ujarnya kepada The Palm Scribe.

Lebih lanjut Riedo menjelaskan, bahwa bila dilihat dari sisi bisnis pemerintah harus mampu menjamin kelancaran pasokan minyak mentah kelapa sawitnya, agar B100 sebagai pengganti bahan bakar diesel bagi PLN bisa berjalan mulus.

“Bagaimana jika dibandingkan harga antara CPO dengan diesel? Jika diesel lebih murah, apa iya PLN masih akan memakai B100 yang lebih mahal, misalnya? Ini artinya harus ada subsidi, serta kesediaan CPO yang jelas untuk pembangkit listrik itu dalam waktu sekian tahun. Ada plus dan minusnya penggunaan B100, disitulah saya pikir peran pemerintah lintas kementrian harus jelas,” ujarnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan pihaknya menargetkan penggunaan B100 masih tiga tahun lagi. Menurut Rini, Pertamina direncanakan secara bertahap akan memproduksi lebih dulu B50.

“Tiga tahun bisa, namun mungkin belum bisa untuk menggantikan full solar, menurut saya makan waktu. Jadi kalau kita belum bisa gantikan full solar semuanya, mungkin B50 dulu, bukan B100,” ujarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Share This