The Palm Scribe

Petani menanti dana subsidi kelapa sawit

Serikat Petani Kelapa Sawit pada hari Kamis (8/2) menuntut pengujian materi ke Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan Pemerintah (PP) No.24 Tahun 2015 yang mengatur dana perkebunan karena tidak dialokasikan untuk membantu kesejahteraan petani kecil.

ilustrasi

Kepala Kelompok Tani Sawit kabupaten Tanjab Barat, Jambi, Vinsen berpendapat kebijakan tersebut sebenarnya disambut baik oleh para petani, namun anggaran yang diberikan oleh pemerintah masih jauh dari cukup, yaitu Rp 25 juta per hektarnya dan maksimal sampai dengan lima hektar.

Faktanya dana yang dibutuhkan untuk peremajaan per hektar dapat mencapai lebih dari 60 juta rupiah. “Jelas itu tidak mencukupi anggarannya. Terus kita diminta mengakses dana ke perbankan yang juga terlalu banyak mekanismenya.” Jelas Vinsen. Solusi meminjam dana ke perbankan diakui bukan solusi bagi para petani karena terlalu banyak syarat dan ketentuan yang ada.

“Ini dana baru bisa masuk ketika kita bikin rekening pribadi yang di dalamnya harus ada dana Rp 35 juta. Kan gila kalau begitu,” ujarnya. Permasalahan ini dapat terjadi karena pemerintah sekarang berfokus terhadap pengembangan Biodiesel yang memakan sekitar 89% dana anggaran untuk industri sawit yang ditarik melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), sehingga anggaran untuk replanting hanya sekitar 1%.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Nasional (KADIN) Kalimantan Barat, Santyoso Tyo mempunyai pandangan lain terhadap pengalokasian anggaran untuk industri sawit Indonesia, menurutnya dana tersebut seharusnya banyak dialokasikan untuk pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia dari level manajemen sampai dengan tenaga kerja lapangan. “Dengan SDM yang berkualitas dan profesional, tentu produksi sawit dan pengelolaan akan semakin baik, dan ini sudah berjalan seperti di Malaysia,” paparnya yang dilansir SINDOnews.

Pada era pemerintahan Joko Widodo, pendanaan industri sawit berasal dari pungutan ekspor sawit yang ditarik oleh Dirjen Pajak sebesar 50$ per ton minyak sawit untuk ekspor dan 30$ per ton untuk ekspor minyak sawit turunan, kemudian disalurkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengelola pembagian dana tersebut agar tersampaikan ke petani di lapangan. Pada tahun 2016 dana pungutan ini mencapai Rp 5,6 triliun.

Pengalokasian dana pungutan tersebut meliputi program peremajaan ladang atau replanting, penelitian biodiesel, serta pengembangan usaha. Pada tahun 2017 pemerintah menyuntik dana sebesar Rp 7,5 triliun pada lima perusahaan besar, diantaranya Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC).

Share This