The Palm Scribe

Petani Kecil Sawit Menaruh Harapan Besar Pada RSPO Untuk Perbaiki Kondisi Mereka

Foto: glennhurowitz dari Flickr

Dengan semakin tidak berpihaknya peraturan pemerintah pada petani kecil sawit serta buruknya perlakuan beberapa perusahaan perkebunan besar terhadap petani plasma mereka, maka para petani ini menaruh harapan besar pada Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk dapat membantu memperbaiki kondisi mereka di industri ini.

“Kita menaruh harapan besar kepada RSPO.… dengan P&C yang selalu berubah dan diperkuat, tentunya harapan  besar dari kita semua dan masyarakat, masa depan kelapa sawit dan lingkungan dan juga sosial kita itu akan lebih baik,” Swisto Uwin,  Manajer Petani Kecil untuk Lanskap Berkelanjutan di Earthqualizer, mengatakan merujuk kepada Prinsip dan Kriteria (P&C) organisasi multi-pemangku kepentingan itu.

Berbicara pada webinar yang diadakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Sawit Watch, Swisto yang juga merupakan seorang petani kecil sawit di Kalimantan, peaking at a webinar organized by environmental group Sawit Watch, mengatakan bahwa peraturan peraturan yang ada, terutama mengenai skema kemitraan plasma, tidak berpihak pada petani plasma.

Ia mengambil contoh petani kecil plasma yang tanaman kelapa sawit sudah berumur 12 tahun, hampir separuh dari umur produktif pohon tersebut, tetapi masih belum dapat melunasi hutang mereka kepada perusahaan karena itu belum bisa menikmati harga wajar dari jerih payahnya karena masih harus menjual buahnya ke perusahaan dengan harga yang sudah ditentukan.

Swisto mengatakan ia berharap RSPO yang P&Cnya  terus diperbaiki, akan dapat membantu menyelesaikan kondisi ini, terutama yang menyangkut perusahaan perkebunan anggotanya.

Ia juga berharap RSPO dapat membantu menghentikan pengembangan perkebunan sawit baru di Papua, yang kini masih merupakan daerah dengan hutan yang luas. Beberapa perusahaan anggota RSPO memiliki konsesi sawit di paruh barat pulau New Guinea ini.

Swisto juga berharap bahwa RSPO dapat mendorong beberapa anggotanya untuk juga melakukan remediasi terhadap “dosa-dosa masa lalu” mereka terhadap lingkungan, orang maupun komunitas.

“Harus ada konsep remediasi, kompensasi dan recovery. Ini penting dilakukan, untuk menghapus dosa-dosanya,” ujarnya, merujuk kepada deforestasi, kerusakan lahan gambut, pengusiran dan perampasan lahan masyarakat asli terkait dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan-perusahaan.

Grievance Manager RSPO Indonesia, Sarsongko Wachyutomo, mengakui bahwa banyak harapan yang ditambatkan pada RSPO. “Memang harapan dari  berbagai pihak  sangat cukup  besar kepada RSPO,  mungkin RSPO bisa hadir mensubstitusi permasalahan-permasalahan yang tidak bisa diselesaikan oleh negara, contohnya.”

Namun Sarsongko mengingatkan bahwa RSPO bukanlah entitas sebesar negara yang ketika dihadapkan, bisa menyelesaikan masalah masalah yang bahkan negara pun tidak bisa selesaikan.

“Kami hanya mungkin bisa mendekati, mendekati untuk datang dengan kemungkinan solusi yang bisa ditawarkan. Tapi untuk penyelesaiannya sendiri belum tentu bisa memastikan,”ujarnya. “Kami bukan superman atau super idol yang bisa menyelesaikan segala permasalahan, khususnya permasalahan yang sudah lama terjadi.”

Ia mengatakan bahwa sebagai organisasi, RSPO tidak dapat berjalan sendiri dan diperlukan adanya lebih banyak kolaborasi dengan berbagai pihak lainnya. Dan untuk berkolaborasi, semua pihak yang terkait harus juga datang dengan itikad baik.

“Memang kita  memiliki berbagai pandangan dan  berbagai pihak duduk dalam satu meja, tetapi kita harus  memiliki itikad baik untuk kita dapat terus maju dan juga membawa kebaikan bagi pihak-pihak yang kita wakili,” Sarsongko mengatakan.

Franky Samperante, Direktur Yayasan Pusaka mengatakan pada kesempatan yang sama bahwa memang banyak harapan diletakkan di pundak RSPO, terutama dalam memastikan bahwa perusahaan anggotanya yang bermitra dengan petani kecil dalam skema kemitraan dapat dimonitor dengan baik.

“Kami selalu menaruh harapan besar, begitu yah. Kalau negara sudah tak berpihak kepada petani seperti ini, harapan besar diletakkan pada RSPO terkait proses P&C, ini menjadi hal yang sangat penting di awal,” ujarnya merujuk kepada bagian awal pengembangan perkebunan oleh anggota RSPO.

Samperante mengatakan bahwa yang penting adalah juga mencari bagaimana P&C RSPO dapat digunakan secara efektif, terutama dalam hubungannya dengan mekanisme komplain dan penegakan hukum yang terkait dengan komplain.

Satu hal lagi yang menurutnya juga penting untuk diprioritaskan adalah bagaimana anggota RSPO dapat memiliki komitmen dan kesungguhan dalam memberikan restitusi kepada para korban tindakan mereka di masa lalu.

Baca lebih banyak tulisan oleh Bhimanto Suwastoyo.
Industri perhutanan? Kunjungi The Forest Scribe.
Share This