The Palm Scribe

Pertanian di Era Pasca Pandemik

pertanian pasca pandemik
Perkebunan kelapa sawit, Foto: Lian Pin Koh

Hampir semua orang yang saya kenal yakin bahwa masa sulit yang kini sedang kita hadapi, akan segera berlalu. Masalahnya, kebanyakan tidak dapat memastikan kapan masa sulit ini akan berakhir, apakah dalam dua minggu, beberapa bulan atau bahkan setelah setahun. Dr Michael Levitt, seorang profesor biologi di Stanford University yang juga seorang pemenang hadiah Nobel kini terkenal karena mampu memprediksi dengan tepat kapan Cina akan mengalami saat-saat terburuk terkait krisis Covid-19 ini. Kini, ia dan juga seorang astrologer India berumur 14 tahun, memperkirakan berdasarkan model mereka masing masing, baik astrologis maupun statistik biologi, bahwa virus ini tidak akan merundung kita selama berbulan bulan atau tahunan lagi. Kita hanya bisa berharap bahwa prediksi mereka benar dan karenanya tidak terlalu banyak lagi nyawa yang akan melayang.

Walaupun demikian, pertanyaan di benak semua orang nampaknya adalah apakah keadaan akan dapat kembali lagi seperti ketika pandemik ini belum memaksa kita untuk mengurung diri di tempat tinggal masing-masing. Saya pikir salah satu keprihatinan terbesar yang ada adalah menyangkut prospek pekerjaan mereka. Apalagi bagi mereka yang bekerja bagi orang lain, atau memiliki atau mengelola bisnis yang non-esensial. Rumah makan, mal, pusat hiburan dan banyak usaha lainnya pasti akan mengalami saat-saat sulit menyusul ditutupnya usaha mereka selama berminggu-minggu.

Sialnya, bagi sementara orang, yang memang dari sebelum krisis sudah terhimpit kesulitan, dunia tidak akan dapat kembali menjadi seperti dahulu lagi. Banyak orang yang bekerja di sektor informal sudah kehilangan pendapatan akibat masa darurat dan lockdown yang cukup lama ini. Tekanan yang harus dihadapi dalam mengatasi dampak ekonomi krisis ini juga menjadi sumber kekhawatiran banyak pihak. Saya sendiri agak terpukul ketika membaca salah satu judul berita utama malam ini. Seorang menteri Jerman bunuh diri akibat tak kuat menahan “kekhawatiran akibat Krisis Virus Korona.”

Tetapi, apakah yang akan terjadi setelah pandemik ini berlalu? Yang jelas, beberapa barang yang banyak dicari ketika pandemik sedang berada pada masa puncaknya, akan terus banyak dicari setelah masa krisis ini berlalu. Barang seperti hand sanitizers, surfaktan atau sabun, sarung tangan, Internet of Things, sistem perawatan kesehatan, obat-obatan dan bahan makanan pokok dan lain lain. Banyak dari barang-barang atau layanan ini kini sudah dianggap sebagai barang atau jasa esensial. Tentu saja, daftarnya juga mencakup polisi yang harus menjaga ketentraman dan keamanan, penyedia air bersih, listrik dan utilitas lainnya dan juga para pekerja sektor kesehatan, barisan pekerja keras yang kini merupakan pahlawan dalam krisis ini. Saya sendiri memiliki enam keponakan yang bekerja sebagai dokter dan setiap hari saya memikirkan bagaimana sibuknya mereka di waktu seperti sekarang ini.

Masih juga ada beberapa pekerjaan lainnya yang patut dianggap pekerjaaan esensial dalam masa krisis ini. Di Irlandia, misalnya, pemerintah disana menerbitkan daftar jenis pekerja yang memberikan layanan penting dan utama. Mereka ini akan dapat terus bekerja seperti biasa walaupun pemerintah memberlakukan pembatasan ruang gerak misalnya.  Dalam daftar tersebut termasuk petani, buruh tani, produsen makanan dan minuman serta pekerja bangunan yang terlibat dalam proyek di bidang kesehatan atau hal lainnya yang terkait dengan krisis coronavirus ini.

Di Selandia Baru, pemerintah juga memasukkan industri primer seperti industri produsen dan pengolahan makanan dan minuman dan juga pertanian. Malaysia juga belajar dari pengalamannya dalam krisis ini, bahwa keseluruhan mata rantai pasok harus dapat bekerja agar produk produk pertanian di daerah bisa mencapai piring orang-orang yang lapar di perkotaan.

Krisis ini telah mengingatkan kita kembali betapa sebenarnya pekerjaan di sektor pertanian merupakan bagian dari jasa esensial, suatu kenyataan yang sudah lama kita lupakan.

Perang memang selalu dimulai oleh beberapa alasan yang berbeda, seperti kecenderungan politis maupun alasan keamanan ekonomi. Tetapi biasanya tahun tahun perang dan dekade yang mengikutinya merupakan saat-saat dimana revolusi terjadi di bidang pertanian .  Peperangan konvensional di masa lalu tergantung pada dua hal – pangan dan bahan bakar. Bahan bakar merupakan hal termudah yang dapat dipenuhi jika saja tahu dimana memperolehnya dan bagaimana menyimpannya. Tetapi pangan sangat penting karena tentara tidak akan dapat bertempur lama bila tidak memperoleh asupan pangan dan tidak ada bahan bakar.

Makanan kaleng kemudian mengisi kebutuhan akan pangan yang dapat disimpan lama dan dapat diangkut jauh. Berkurangnya tenaga kerja karena kaum lelaki yang sehat semuanya ditarik menjadi tentara mengakibatkan tekan besar bagi petani untuk menghasilkan bahan pangan lebih banyak tetapi dengan tenaga kerja sedikit.

 Mekanisasi pertanian kemudian muncul dan program bantuan untuk menstabilkan harga ketika depresi global terjadi juga merebak. Itulah salah satu sebabnya para petani di Amerika Serikat misalnya, menjadi sangat tergantung kepada pemerintahan federal untuk subsidi bagi mereka.

Kini, kita juga sedang menghadapi perang. Perang global melawan sebuah virus.

Tak pelak lagi, kita pasti akan dapat memenangkan peperangan ini dan paling tidak, kita sudah dapat banyak menarik pelajaran berharga dari pandemik ini. Salah satunya adalah bahwa dan pertanian juga akan menjadi penting kembali. Sarung tangan latex yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, supermarket, bandara dan semua titik keramaian kini, dibuat dengan karet dari perkebunan di Indonesia, Malaysia dan Indocina. Permintaan akan latex ini begitu meningkat akhir akhir ini hingga bahkan menimbulkan keraguan apakah stok karet memadai buat semua kebutuhan lainnya, termasuk pembuatan kondom misalnya.

Kemudian ada pohon kelapa sawit yang tersebar luas di Asia Tenggara, di sabuk yang masih berada sepuluh derajat diatas maupun dibawah garis khatulistiwa. Ketika kini kita terkurung di rumah masing masing, banyak orang sudah mulai lebih sering memasak di rumah dan menjadi tahu bahwa minyak goreng yang paling aksesibel dan harganya bersaing adalah minyak kelapa sawit. Banyak yang tidak menyadari bahwa kelapa sawit berperan sangat penting saat ini. Tentu saja bukan mereka mereka yang harus berjuang keras untuk dapat menutupi kebutuhan sehari hari mereka. Juga pasti bukan mereka yang sudah kehilangan sumber mata pencaharian mereka sebagai pelayan, buruh, tukang kebun, pelayan dan penjaga toko dan lain lainnya di sektor ekonomi informal. Paling tidak, sudah berkurang satu masalah yang harus mereka khawatirkan.

Minyak kelapa sawit juga ditemukan dalam surfaktan, sabun serta deterjen yang kita gunakan untuk mencuci dan mendesinfeksi tangan kita, baju kita, seprei dan sebagainya. Sampo dan sabun yang kita pakai untuk mandi dan membersihkan diri setelah pergi belanja kebutuhan sehari hari di pasar atau toko yang penuh sesak, juga sangat mungkin mengandung minyak kelapa sawit juga. Dalam semua bahan pangan pokok, termasuk susu bubuk, terkandung minyak nabati ini. Bila pembatasan bepergian terus berlaku untuk masa yang lama, pasokan susu murni mungkin akan susah diperoleh dan keberadaan susu bubuk yang mengandung minyak kelapa sawit ini akan menjadi kebutuhan yang cukup penting.

Di seluruh Eropa dimana orang terkurung di rumah mereka, apa kira-kira yang akan mereka makan bersama roti mereka dipagi hari. Mungkin mentega, mungkin juga margarin yang terbuat dari minyak kelapa sawit. Yang pasti banyak dari mereka juga menyemir roti mereka dengan Nutella.

Terus, bagaimana dengan anti-oksidan yang anda konsumsi untuk menguatkan kesehatan anda? Sebuah molekul yang berasal dari minyak kelapa sawit sudah lama diresepkan dokter dokter dalam perawatan homeopatik sebagai obat penguat sistem imun kita untuk menghadapi influenza, dan gangguan pada pipa pernapasan dan bahkan gangguan kardiovaskuler. Faktanya, minyak kelapa sawit juga merupakan sumber terbesar tocotrienol, yaitu anti-oksidan yang jauh lebih dikenal sebagai Vitamin E.

Bagaimana dengan buruh perkebunan, apakah mereka akan cukup sehat untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit? Mereka kan tidak mungkin bekerja dari rumah. Perusahaan perkebunan di Malaysia dan Indonesia memiliki keuntungan awal karena pusat-pusat infeksi Covid-19 ini sampai sekarang masih berada di pusat pusat urban dan bukan di daerah, sehingga mereka memiliki cukup waktu untuk menyiapkan SOP untuk meminimalkan penularan. Mereka memiliki cukup waktu untuk menyiapkan langkah langkah seperti pemeriksaan suhu badan secara teratur, penerapan kebersihan tangan, penyiapan protokol penanganan dan perawatan dan sebagainya.

Hal lainnya adalah kehidupan perkebunan adalah kehidupan diluar ruangan. Social distancing yang sedemikian sulit diterapkan di perkotaan merupakan hal yang mudah dilakukan di perkebunan, dimana pekerja sudah terbiasa bertahun-tahun bekerja dengan setiap pekerja mengelola 10 hektar kelapa sawit. Bahkan di beberapa perkebunan yang sangat efisien, satu pekerja bisa bertanggung jawab atas 15 hektar.

 Faktor penting lainnya adalah bahwa Indonesia memiliki penduduk yang relatif muda, dengan usia rata rata 30 tahun dan 45 persennya berada di daerah. Itali, salah satu negara yang terparah menderita akibat pandemik ini, memiliki usia rata-rata 46 tahun dan 70 persen rakyatnya merupakan penduduk perkotaan,. Italia juga memiliki persentase manula diatas 65 tahun yang kedua tertinggi di dunia setelah Jepang, yaitu 23 persen.

Beberapa kalangan mengatakan bahwa mencoba memperkirakan investasi apakah yang terbaik untuk masa mendatang, akan sama sulit dan berbahayanya seperti mencoba menangkap mata pisau yang jatuh dari meja.

Walaupun sulit untuk menerawang masa depan, sesulit melihat menembus dinding rumah yang kini mengurung anda, saya dapat memastikan sesuatu hal. Bahwa dalam sebuah dunia pasca pandemik, pertanian akan dapat berlari kencang, karena sekarangpun, produk-produk yang melindungi, mendesinfeksi  serta menguatkan diri kita untuk melawan pandemik ini saja, kebanyakan merupakan produk pertanian.

Dennys Collin Munang adalah Direktur Keberlanjutan dan Hubungan Investor Eagle High Plantations

Baca lebih banyak opinion pieces.
Industri perhutanan? Kunjungi The Forest Scribe.
Share This