The Palm Scribe

Perlu Penyesuaian Kebijakan B30 di Masa Pandemi COVID-19: IKI

program B30

Pemerintah telah mengambil beberapa langkah penyesuaian pada masa pandemi COVID-19 namun masih diperlukan penyesuaian kebijaksanaan untuk menjaga keberlangsungan program B30 yang merupakan program andalannya dalam mengurangi ketergantungan pada ekspor dengan meningkatkan penyerapan domestik minyak sawit, demikian Indeks Komoditas Indonesia (IKI) mengatakan.

“Kondisi adanya pandemi COVID-19 saat ini yang dialami oleh pelaku usaha diluar kendali. Sehingga butuh peran pemerintah untuk menjaga keberlangsungan bisnis kelapa sawit dan program B30,” demikian IKI mengatakan dalam Indonesia Palm Oil Reportnya yang terakhir.

Dalam laporan, yang dikirimkan kepada The Palm Scribe Senin (6/7), IKI mengatakan bahwa program B30 pemerintah ini menghadapi dua permasalahan. 

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 105K/12/MEM/2020 tentang Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Yang Dicampurkan Kedalam Bahan Bakar Minyak Pada Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Bencana Non-Alam Nasional Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) antara lain mengurangi subsidi konversi Minyak Mentah Kelapa Sawit (CPO) menjadi biodiesel dari $100/ton menjadi $80/ton.

Dengan adanya COVID-19 selisih antara HIP solar dan biodiesel semakin tajam yang berimplikasi terhadap besarnya pembiayaan yang harus dikeluarkan sehingga pengurangan subsidi ini terpaksa dilakukan mengingat terbatasnya kemampuan keuangan yang dimiliki oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk melanjutkan program B30.

Beban keuangan BPDPKS juga sudah bertambah menyusul keputusannya untuk menaikkan besaran standar biaya dana Peremajaan Sawit Rakyat dari Rp 25 juta per hektar menjadi Rp 30 juta per hektar terhitung 1 Juni 2020 ini. Mengingat target peremajaan pemerintah yang seluas 200.000 hektar dalam satu tahun ini, maka berarti akan membutuhkan Rp 6 triliun. 

Merujuk data yang dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE), selisih HIP untuk periode Mei mencapai Rp 5.410/liter di luar ongkos angkut. Sebelumnya, pada Januari 2020 selisih HIP solar dan biodiesel hanya sebesar Rp 2.086/liter.

Pelaku usaha sawit, menurut IKI, terutama perusahaan yang bergerak dalam industri biodiesel mengatakan bahwa subsidi $100/ton merupakan angka ideal dan sulit sekali untuk diubah dan diturunkan. 

“Dengan adanya kebijakan ini, tentu pengusaha biodiesel akan menyesuaikan kembali dengan kondisi yang ada yang tentu saja tidak mudah,” demikian IKI mengatakan dalam laporannya dengan menambahkan bahwa “Pengurangan pembiayaan ini bisa berdampak pada kualitas biodiesel yang dihasilkan.”

Sekarang ini kualitas biodiesel pada B30 lebih baik dari B20 untuk beberapa kategori terutama kandungan air yang berada pada 350 mm/kg dibandingkan dengan 500 mm/kg pada B20.

“Jika kualitas berkurang kepercayaan publik terhadap B30 juga bisa berkurang,” demikian IKI berpendapat dengan menambahkan ” “Padahal program B30 ini merupakan program andalan pemerintah dan bisa menjadi kampanye positif kelapa sawit.”

Program ini juga bertujuan mengurangi ketergantungan impor Bahan Bakar Minyak, komitmen terhadap perubahan iklim, peningkatan devisa, hilirisasi industri sawit, ketergantungan dari pasar ekspor dan perbaikan neraca perdagangan. 

Penurunan subsidi pemerintah bagi konversi minyak mentah kelapa sawit (CPO) menjadi biodiesel dan juga minimnya permintaan pasar dalam masa Pandemi COVID-19 ini, juga akan berakibat pada tidak terpenuhinya target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah tentang kuota bagi produsen biodiesel.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 41 tahun 2018 tentang Badan Usaha BBM dan Badan Usaha BBN mengatur kewajiban kuota yang harus dipenuhi Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BUBBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) serta denda yang dikenakan bila tidak memenuhi kewajiban tersebut.

Untuk menjaga terjaminnya mutu B30 serta kelangsungan program nasional ini, maka IKI mengusulkan relaksasi denda atau keringanan denda.

“Pemerintah bisa mengeluarkan peraturan tentang keringanan yang diberikan sehingga kerugian yang dialami oleh perusahaan tidak besar,” laporan IKI mengatakan.,

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan sanksi denda tersebut sebesar Rp 6.000 per liter. 

Permintaan biodiesel periode Januari 2020 – April 2020 mengalami fluktuasi dengan peningkatan pada bulan Februari dan Maret 2020 namun kembali turun pada April 2020 menyusul kebijakan PSBB yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mencegah tersebarnya COVID-19 secara luas, laporan IKI menunjukkan. 

IKI mengatakan bahwa penyerapan domestik B30 sampai dengan periode April 2020 sebesar 9,6 juta Kilo Liter atau 26 persen dari kuota keseluruhan untuk tahun 2020.

IKI juga memprediksi bahwa pada periode Juni 2020, permintaan biodiesel diprediksi akan meningkat dari bulan sebelumnya karena pada bulan tersebut pemerintah sudah menyatakan akan melakukan “new normal” dan melonggarkan PSBB dengan catatan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Ruang gerak transportasi yang menggunakan bahan bakar biodiesel akan lebih bebas, dan operasional perusahaan-perusahaan yang menggunakan biodiesel akan kembali normal menjadi sebab meningkatnya permintaan dan konsumsi biodiesel ini. 

Baca lebih banyak tulisan oleh Bhimanto Suwastoyo.
Industri perhutanan? Kunjungi The Forest Scribe
Share This