The Palm Scribe

Pengelolaan Dana Sawit Dinilai Salah Prioritas

JAKARTA – Keputusan pemerintah, melalui Badan Pengelola Keuangan Kelapa Sawit (BPDP-KS), untuk mengucurkan Rp7,5 trilliun dana kelapa sawit kepada korporasi Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company pada tahun 2017 mencederai kepentingan petani kecil, seorang pegiat kelapa sawit berpendapat.

Ilustrasi

“Regulasinya tidak seimbang, seharusnya ke petani kecil yang lebih membutuhkan untuk mengembangkan lahannya.” Ujar Rambo, anggota Sawit Watch. Ia menambahkan bahwa keputusan tersebut juga tidak sejalan dengan UU Perkebunan nomor 39 tahun 2014 yang mendukung penembangan petani setempat, terutama bagi mereka yang belum mempunyai produksi dengan kualitas maupun kuantitas yang optimal.

BPDP-KS dibentuk melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 113/PMK.01/2015 dengan tugas mengatur distribusi dana untuk kepentingan perkembangan industri sawit Indonesia, yang dihimpun dari penarikan pungutan yang dikenakan pada ekspor minyak kelapa sawit.

Namun ketua BPDPKS Dono Boestami mengatakan bahwa keputusan mengucurkan dana bagi korporasi sawit tidak sepenuhnya merupakan tanggung jawab institusinya. “Perlu saya tegaskan bahwa BPDP-KS hanya sebagai pengelola, bukan regulator!” Boestami menegaskan saat dihubungi The Palm Scribe.

Pemerintah sebenarnya sudah membantu petani kecil dengan mengalokasikan hibah sebesar Rp25 juta per hektar yang akan ditanam kembal dengan bibit kelapa sawit yang barui, namun jumlah ini banyak dianggap masih kurang memadai sebab pada kenyataannya, biaya yang dibutuhkan untuk meremajakan perkebunan kelapa sawit berada sekitar Rp60 juta per hektarnya.

Boestami mengatakan bahwa BPDP-KS bekerja mengikuti arahan dari beberapa kementerian, seperti Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian. “Nah terkait dana bantuan petani sebesar Rp25 juta per hektarenya, itu merupakan arahan dari Kementan. Saat kami tanya kenapa hanya sebesar itu, mereka juga enggak bisa jawab.” terang Boestami.

Demikian pula terkait suntikan dana triliunan Rupiah ke pelaku usaha besar, Boestami juga mengaku bahwa BPDP-KS hanya mengikuti petunjuk dari Kementerian Keuangan dan pembagian tersebut ditentukan berdasarkan jumlah produksi sawit terbesar di Indonesia.

Boestami berpendapat bahwa masih banyak pihak yang belum memahami proses pengucuran dana yang dikelola BPDPKS dan karenanya institusi ini sering persalahkan oleh banyak pihak dalam kaitannya dengan permasalahan seputar pendistribusian dana sawit.

Sebuah kajian yang dilakukan oleh Komisi Penanggulangan Korupsi (KPK) yang dikutip oleh BBC pada bulan Januari yang lalu menyebutkan bahwa  terdapat 11 perusahaan yang memperoleh dana subsidi terkait dengan program biofuel periode Agustus 2015-April 2016.

Daftar perusahaan tersebut adalah iPT Wilmar Bionergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas Grup, PT Eterindo Wahanatama, PT Anugerahinti Gemanusa, PT Darmex Biofuels, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Primanusa Palma Energi, PT Ciliandra Perkasa, PT Cemerlang Energi Perkasa, dan PT Energi Baharu Lestar — adalah pemasok minyak sawit bagi program biofuel.

Rambo mengatakan bahwa jika memang BPDKS bukanlah instansi yang berwenang menentukan bagaimana dana sawit tersebut digunakan, maka diperlukan kejelasan hukum dan mekanisme. “Kalau ada permasalahan regulasi seperti itu ya harus cepat dibereskan dan dibuat simple aja, jangan sampai yang susah petani di lapangan!” ujar Rambo.

Share This