The Palm Scribe

Penelitian Menunjukkan Sertifikasi RSPO Membawa Keuntungan Bagi Perusahaan

BANGKOK- Dua penelitian terpisah yang dilakukan belum lama ini memperlihatkan bahwa Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan sertifikasi keberlanjutannya membawa keuntungan bagi perusahaan, termasuk performa lingkungan maupun keuangan yang jauh lebih baik.

Sebuah penelitian selama tiga tahun yang dibiayai 16 perusahaan mengenai “Penilaian komparatif mengenai siklus hidup: Tersertifikasi RSPO vs Tidak tersertifikasi,” yang dilaksanakan oleh biro konsultan 2.0 LCA Consultant dan disampaikan dalam RT17, memperlihatkan keuntungan yang diraup perusahaan yang tersertifikasi keberlanjutan, termasuk emisi gas rumah kaca yang lebih rendah, pengelolaan air yang lebih baik, produktivitas dan laju ekstrasi yang lebih baik, penyerapan biogas yang lebih tinggi serta dampak rendah pada keragaman hayati.

Sebuah studi lainnya, oleh Climate Advisers yang melihat apakah ada keuntungan dengan tersertifikasi keberlanjutan, menunjukkan bahwa perusahaan yang tersertifikasi jauh lebih bagus performanya, memperoleh premium yang lebih baik dan semakin meningkat serta ekuitas persuahaan yang lebih baik pula.

Jannick Schmidt, CEO 2.0 LCA Consultant, mengatakan studi memperlihatkan bahwa sertifikasi  membawa perbaikan dalam produktivitas, termasuk bagi tanaman yang ditanam di lahan gambut, dan juga pengelolaan air di lahan gambut yang lebih baik.

“Kami melihat bahwa emisi gas rumah kaca 36 persen lebih rendah bagi minyak kelapa sawit tersertifikasi, perbedaan yang cukup besar. Kedua, bila mencermati dampak pada keragaman hayati, kami melihat dampak yang 20 persen lebih rendah bagi kelapa sawit tersertifikasi,” ujar Schmidt di RT17.

Sarah Lake, Managing Director Supply Chains, Climate Advisers, mengatakan organisasinya meneliti apakah perusahaan anggota RSPO memiliki performa keuangan yang lebih baik daripada perusahan yang bukan anggota. Ia mengatakan bahwa studinya meneliti 90 perusahaan tetapi terutama mencermati 18 perusahaan besar yang anggota RSPO, selama periode tujuh tahun antara 2012 dan 2019.

“Hasilnya sangat menonjol dan menggembirakan. Kami menemukan bahwa perusahaan RSPO yang kami cermati ternyata lebih besar dari 24 persen lebih unggul dari yang non-RSPO. Dari segi pengembalian ekuitas, lebih unggul 25 persen dalam masa tujuh tahun terakhir ini,” ujar Lake.

Ia mengatakan bahwa studinya memperlihatkan adanya premium yang jelas bagi perusahaan dikarenakan keanggotaan mereka dalam RSPO, dan premium ini juga mengungguli premium perusahaan rata-rata lainnya sebesar lima persen, dan perusahaan non-RSPO sekitar dua kalinya lagi. Premiumnya juga meningkat 300 persen dalam tujuh tahun dan masih terus meningkat sehingga perusahaan-perusahaan RSPO menerima pengembalian ekuitas yang lebih tinggi lagi.

Studinya juga memperlihatkan bahwa sertifikasi RSPO membawa perhatian yang lebih besar kepada perilaku anggota dan karenanya dapat berujung kepada konsekuensi keuangan yang serius bila terdapat pelanggaran standar RSPO. Perusahaan yang dikeluarkan dari keanggotaan RSPO membawa kerugian sangat besar dengan keuntungan, pendapatan, harga sahan dan nilai pasar yang jatuh akibat perhatian yang lebih besar dari masyarakat.

Lake mengatakan bahwa perusahaan RSPO menerima premium yang 25 persen lebih banyak dari yang bukan RSPO dan ia menambahkan bahwa “Agar perusahaan terus mau berinvestasi dalam keberlanjutan, kami ingin melihat premium ini menjadi lebih tinggi lagi.”

Schmidt mengatakan bahwa kesimpulan yang dapat ditarik dari studi yang dilakukannya adalah bahwa “Sekarang ini, dampak sertifikasi dapat diukur,” dan iapun menambahkan bahwa RSPO kini dapat menetapkan target terukur bagi penurunan emisi greenhouse gas dan dampak pada keanekaragaman hayati.

Ia juga mengatakan bahwa perusahaan kini juga dapat mengikut setrakan keuntungan dari komitmen kepada minyak kelapa sawit tersertifikasi pada laporan lingkungan mereka.

Sebuah penelitian terpisah, yang terfokus pada apakah sertifikasi kelapa sawit membawa perbaikan hidup di daerah, yang dilakukan oleh Durrell Institute of Conservation and Ecology dari Universitas Kent, memperlihatkan bahwa hal ini sangat bergantung kepada kondisi awalnya.

Matthew Struebig dari lembaga tersebut, mengatakan di RT17 bahwa penelitian memperlihatkan bahwa sertifikasi kelapa sawit memang membawa perbaikan kesejahteraan di Sumatra maupun Kalimantan, namun di Kalimatan, jauh lebih rendah.

“Ini terutama karena di Kalimantan, adalah daerah gambut pesisir, dan juga daerah dimana sumber hidup sederhana mendominasi sebelum datangnya perkebunan,” ujar Struebig.

Ia mengatakan bahwa studi ini juga mencermati Papua, tetapi karena daerah ini masih relative baru bagi perkebunan kelapa sawit, maka masih terlalu dini untuk dapat mengambil kesimpulan. Namun ada indikasi bahwa nampaknya daerah ini akan mengikuti pola di Sumatra dalam jangka pendeknya.

“Sebagai kesimpulan, memang ada pembenaran bisnis, tidak saja dalam teori tetapi dalam praktek juga. Keanggotaan RSPO membantu performa keuangan perusahaan,” tutup Lake.

Share This