
Sebuah penelitian selama tiga tahun yang dilakukan di provinsi Kalimantan Barat dan Tengah memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan dalam konversi lahan gambut untuk penanaman kelapa sawit, terutama oleh petani kecil.
Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Center for International Forestry Research (CIFOR) mengatakan bahwa analisa data yang berhasil dikumpulkan menunjukkan bahwa ada kecenderungan meningkatnya laju konversi lahan gambut untuk keperluan penanaman kelapa sawit di tahun tahun mendatang, dengan petani kecil mendominasi konversi ini hingga pada tahun 2030, demikan Forestnews mengutip hasil penelitian tersebut pada tanggal 12 Februari 2019.
“Lahan pertanian yang siap dikonversikan untuk kelapa sawit telah dikonversikan — dan banyak dari lahan pertanian yang ada sudah habis (digunakan), jadi petani kini bergerak lebih jauh lagi, kearah daerah daerah marginal,” Ilmuwan Senior CIFOR Goerge Schonebeld mengatakan sebagaimana dikutip dalam artikel tersebut.
Schoneveld mengatakan bahwa sementara perusahaan-perusahan kelapa sawit besar sudah bsaid that while the big companies have in the erda dibawah tekanan yang semakin kuat untuk menata mata raitain pasok mereka, dan karenanya sudah menatanya, paling tidak sampai derajat tertentu, petani kecil kelapa sawit selama ini tidak termonitor dengan baik.
Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak seperti yang selama ini kebanyakan dipercaya, bukanlah para migran dari daerah lain yang bertanggung jawab atas banyaknya konversi hutan dan lahan gambut, melainkan petani setempat.
Penelitian juga menemukan bahwa kebanyakan yang menanam kelapa sawit di lahan gambut adalah petani-petani yang kurang berpengalaman. Schoneveld menerangkan bahwa hal ini terjadi karena petani-petani seperti ini memiliki perspektif wirasawsta yang lebih kuat dan karenanya cenderung mencari lahan lahan yang lebih murah — dan lahan di hutan dan di lahan gambutlah yang biasanya lebih murah.
“Dari perspektif emisi gas rumah kaca — jenis konversi ini merupakan bencana besar,” ujar Schoneeld, dengan menerangkan bahwa hutan gambut memiliki dampak terbesar kepada perub sangat meahan iklim karena tanah gambut dapat menyimpan jumlah karbon yang tinggi dan deforestasi serta pengeringan lahan akan melepaskan karbon dalam jumlah besar itu keudara. Masalahnya menjadi semakin runyam karena lahan gambut merupakan salah satu jenis tanah yang sangat rumit untuk ditanami secara bertanggung jawa dan efektif.
“Hasil kami memperlihatkan bahwa sekitar sepertiga dari para petani di lahan gambut mengalami masalah kebakatan, yang umumnya merupakan hasil dari salah kelola,” ujarnya.
Petani kecil kini diperkirakan mengelola sekitar 40 persen dari lahan yang ditanami dengan kelapa sawit dan peran mereka ini diperkirakan akan semakin besar dan mencapai hingga 60 persen dari luasan total pada tahun 2030.
Dalam pemetaan lahan petani kecil, tim Schonevel menggunakan Google Earth dan sebuah layanan satelit beresolusi tinggi lainnya, SPOT, untuk meneliti photo Kalimantan untuk menemukan tanda tanda adanya pohon kelapa sawit.Mereka kemudian menjalankan pemeriksaan di lapangan, memeriksa 947 lahan di Kalimantan Barat dan Tengah, atau secara kasar, sekitar 10 persen dari lahan petani kecil yang diidentifikasi oleh tim.