The Palm Scribe

Peneliti Indonesia Menciptakan Plester Luka Diabetes dari Tandan Sawit

Photo Credit: Maulidan Firdaus

Kadang kita berpikir bahwa masalah yang kompleks memerlukan solusi yang juga kompleks. Tetapi bagi mereka yang mencoba melakukan yang terbaik dalam profesinya, inovasi sederhana kadang bisa menjadi solusi untuk masalah yang lebih kompleks.

Di tengah kesuraman yang menimpa industri kelapa sawit: harga yang rendah, ancaman penghapusan biofuel berbasis minyak sawit oleh Uni Eropa, ditambah citra buruk industri sawit di mata konsumen di negara Barat, maka terasa ada sedikit udara segar ketika melihat limbah kelapa sawit dapat diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Dua mahasiswi program studi kimia dari Universitas Negeri 11 Maret (UNS) di Solo, Jawa Tengah, telah berhasil memproduksi plester luka untuk luka diabetes menggunakan limbah industri pengolahan minyak kelapa sawit, yaitu tandan kosong buah kelapa sawit.

Kedua siswi UNS tersebut yaitu Alfiyatul Fithri dan Wahyu Puji Pamungkas, yang mengerjakan proyek penelitian selama sekitar delapan bulan di bawah bimbingan dosen pembimbing mereka, Dr. rer. nat. Maulidan Firdaus, memberi nama produk mereka “Pulosakti” (Singkatan dari “Plester luka dari tandan kosong kelapa sawit dan ikan sidat”).

Tim berhasil melakukan terobosan pada Mei 2019, ketika mereka akhirnya mendapatkan formula yang tepat untuk mendapatkan hidrogel bening sebagai bahan utama plester Pulosakti.

“Untuk mendapatkan hidrogel yang bening (tidak berwarna), bahan awal untuk selulosa harus berwarna putih. Dalam prosesnya, kami awalnya mendapatkan selulosa kecoklatan. Kemudian melalui optimasi dan coba-coba, ditemukan formulasi yang sesuai untuk mendapatkan selulosa putih,” ujar Maulidan ketika bercerita kepada The Palm Scribe tentang momen penting dalam penelitian mereka.

Meskipun hanya berupa plester luka, gagasan tersebut muncul setelah melewati beberapa pertimbangan yang sangat serius.

“Tingkat amputasi untuk luka diabetes cukup mengkhawatirkan dengan jumlah yang relatif tinggi, jadi idenya adalah untuk membuat plester luka khusus untuk luka diabetes. Selain itu, karena Uni Eropa juga berencana untuk menghapuskan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati dalam energi terbarukan untuk alasan yang terkait dengan deforestasi, maka perlu dipikirkan tentang keberlanjutan industri minyak sawit,” kata Maulidan yang saat ini berusia berusia 40 tahun, ketika ditanya tentang alasan di balik proyek penelitian Pulosakti.

“Kami juga melihat bahwa tandan kosong kelapa sawit masih dianggap sebagai limbah, itu sebabnya nilai ekonominya perlu ditingkatkan,” tambah Maulidan. Dia mengatakan bahwa selulosa yang dihasilkan dari tandan buah kosong dikombinasikan dengan albumin (zat yang dikenal mempercepat penyembuhan luka) yang diekstraksi dari ikan sidat (belut) untuk membuat plester luka.

Tim peneliti kemudian mengajukan proposal dan melalui serangkaian kompetisi pada tahun lalu, untuk kemudian menerima dana 20 juta Rupiah dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mendanai penelitian mereka. Proses seleksi berlangsung sangat ketat dimana hanya 20 proposal yang dipilih untuk mendapatkan pendanaan dari sekitar 400 proposal penelitian yang diajukan ke BPDPKS.

Menurut sekretaris perusahaan BPDPKS Achmad Mauli, sejumlah dana telah didistribusikan untuk mendukung penelitian dan pengembangan di industri minyak sawit sejak 2015, dengan penerima dari berbagai universitas dan lembaga, utamanya yang mendukung penelitian di kelapa sawit, seperti jurusan perhutanan.

“Pada akhir tahun 2019, kami memproyeksikan bisa melaksanakan 75 kegiatan penelitian. Salah satu penelitian yang kami banggakan adalah penggunaan batang pohon sawit untuk lantai dan langit-langit (menggantikan kayu biasa) dan ini akan dipamerkan di Berlin, Jerman pada 26 Juni,” Kata Achmad pada The Palm Scribe.

Menurut Achmad, penelitian untuk memanfaatkan batang kelapa sawit didorong oleh Presiden Jokowi setelah kunjungan beliau ke perkebunan kelapa sawit selama dimulainya program penanaman kembali oleh pemerintah.

“Saat itu Presiden Jokowi tidak suka melihat batang sawit yang berserakan di sekitar perkebunan dan bertanya mengapa kita tidak memanfaatkannya,” kata Achmad.

Jalan panjang dan berliku menuju sukses

Bagi Maulidan, tantangan terbesar yang dihadapi oleh tim peneliti adalah menemukan metode yang tepat dan efisien dalam tahapan sintesis sehingga formula tersebut dapat bekerja dengan sempurna.

“Misalnya, selama tahap pemutihan, kami menghadapi kegagalan terus-menerus hingga nyaris sebulan penuh,” kata Maulidan, sambil menambahkan bahwa manajemen waktu dan pembagian tanggung jawab juga merupakan tantangan tersendiri bagi tim tersebut.

Ditambahkan, meskipun Pulosakti dikembangkan untuk luka khusus diabetes, namun belum bisa diujikan pada luka diabetes karena kesulitan untuk mendapatkan pasien diabetes yang bersedia untuk ikut serta dalam tes.

“Efektifitas Pulosakti ini sudah diuji untuk luka (biasa bukan diabetes) pada tikus putih. Kemampuan penyembuhan luka diamati dan dibandingkan dengan plester komersial konvensional dan gel komersial. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kombinasi hidrogel dan albumin ikan sidat pada Pulosakti memiliki kemampuan penyembuhan luka yang sangat baik dan lebih cepat dari pada plester konvensional atau gel komersial. Untuk luka diabetes, sampai saat ini belum dicobakan karena tidak mudah untuk mencari pasien penderita diabetes yang bersedia untuk mencoba Pulosakti,” Kata Maulidan.

Untuk saat ini, tim telah mendapatkan hak cipta untuk Pulosakti, sambil berusaha untuk mendapatkan hak paten, mereka berusaha untuk menyempurnakan kualitas produk.

“Kami juga berencana untuk memperkenalkan Pulosakti di KIWIE 2019, sebuah acara internasional yang diadakan di Korea Selatan serta untuk final kompetisi penelitian mahasiswa 2019 yang diadakan oleh BPDPKS,” kata Maulidan Firdaus sambil menambahkan bahwa mereka juga bersiap untuk melakukan publikasi dari hasil penelitian Pulosakti untuk jurnal internasional.

“Jika ada yang ingin mendanai atau menggunakan formula (setelah hak paten diterima), kami berencana untuk mengkomersialkan Pulosakti untuk produksi massal,” tambahnya.

Apa arti penemuan ini bagi mereka, jika dikaitkan dengan masa depan minyak sawit dan Indonesia sebagai produsen utama komoditas ini?

“Penemuan baru yg memanfaatkan limbah tandan kelapa sawit (TKKS), di mana TKKS menjadi salah satu limbah padat dengan presentase yang sangat besar dimodifikasi menjadi plester luka yang terbukti ampuh dibandingkan plester luka konvensional dan gel luka komersial yang harganya tinggi. Secara tidak langsung, hasil penelitian ini memberikan inovasi baru mengenai diversifikasi produk turunan sawit untuk keberlanjutan industri sawit di Indonesia,” kata Maulidan dengan penuh percaya diri.

“Ada serangkaian manfaat jika biomassa (misalnya berbasis sawit) dimanfaatkan sebagai bahan awal. Plester luka adalah salah satu inovasi saja. Masih banyak produk lain yang bisa diderivatisasi dari Sawit. Beberapa keuntungan misal CO2 netral, bahan baku yang terbarukan, mestinya dikampanyekan juga oleh pemerintah dan pihak terkait, jika biomassa (misal sawit) dimanfaatkan,” katanya.

Salah seorang siswi dan anggota tim, Alfiyatul Fithri yang saat ini berusia 22 tahun mengatakan bahwa dia merasa sangat bersyukur dan bahagia menjadi bagian dari tim tersebut.

“Saya sangat bersyukur dan senang bisa berada dalam tim ini, utamanya menjadi murid bimbingan Pak Maulidan. Atas dorongan dan bimbingan Pak Maulidan, penelitian ini dapat berhasil dalam waktu tepat. Selain itu, melalui penelitian ini dapat merasakan bagaimana rasanya tahap kegagalan2 sampai mencapai tahap berhasil hingga aplikasi pada tikus putih yang merupakan ilmu baru bagi saya di bidang kimia. Utamanya, produk yang tim kami ciptakan dapat bermanfaat bagi orang lain,” katanya kepada The Palm Scribe.

Share This