PANGKALAN BUN, Kalimantan Tengah- Propinsi Kalimantan Tengah telah berhasil mengukir namanya dalam dunia keberlanjutan dengan memiliki daerah yang bersama dua daerah lainnya di dunia, ditetapkan sebagai proyek percontohan bagi pendekatan jurisdiksi dalam sertifikasi keberlanjutan kelapa sawit. Selain itu, Kalimantan Tengah juga memiliki kelompok petani swadaya yang telah memperoleh sertifikasi keberlanjutan bagi produksi kelapa sawitnya.
Pada tahun 2015, Kabupaten Seruyan di Kalimantan Tengah ditunjuk bersama dengan Sarawak di Malaysia dan Ekuador, untuk menjadi proyek percontohan bagi pendekatan jurisdiksi dalam mencapai sertifikasi keberlanjutan kelapa sawit dalam kerangka Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah sistem sertifikasi keberlanjutan kelapa sawit yang paling luas diakui di dunia.
Pendekatan jurisdiksi bagi sertifikasi berarti memastikan bahwa semua pemangku kepentingan dalam suatu wilayah jurisdiksi bekerja sama, dengan kedudukan yang sama dan sejajar, untuk memastikan bahwa produksi maupun pengolahan suatu komoditi tertentu di wilayah tersebut sepenuhnya dilakukan secara berkelanjutan.
Zaenuddin Noor, asisten II Bupati Seruyan mengatakan bahwa pemda telah komit pada sertifikasi jurisdiksi bagi sektor kelapa sawitnya, yang berarti bila status ini tercapai, semua kelapa sawit yang dihasilkan dan diproses di Seruyan harus sudah berkelanjutan.
“Memang ini kebutuhan, perkembangan dalam ekonomi global menuntut persyaratan-persyaratan khusus kalau kita ingin aktif di dalamnya dan salah satunya, kelapa sawit harus jelas ISPO atau RSPO,” ujar Zaenuddin. ISPO, kependekan dari Indonesian Sustainable Palm Oil, merupakan standar keberlanjutan nasional bagi kelapa sawit. Tetapi ia pun menekankan bahwa proses sertifikasi ini terlalu sulit untuk petani swadaya yang mengelola sebagian besar perkebunan kelapa sawit di negeri ini.
“Pemda ingin bahwa petani kecil juga bisa ikut serta dan menuruti kriteria yang sudah disetujui,” ujarnya kepada wartawan yang berkunjung ke kantor kecamatan Hanau di Seruyan. Pendekatan jurisdiksi, menurutnya, merupakan jalan menjamin bahwa petani kecil swadaya dapat merangkul keberlanjutan dalam praktik budidaya mereka.
Berbicara pada kesempatan yang sama, kepala dinas ketahanan pangan Seruyan, Ilyas, mengatakan bahwa berbagai usaha kearah sertifikasi jurisdiksi telah dimulai semenjak 2015-2016, sementara Sugian Noor yang mengepalai dinas komunikasi dan informasi mengatakan bahwa komitmen terhadap sertifikasi jurisdiksi atas initiative RSPO yersebut, telah diutarakan kepada Lembaga riset Inovasi Bumi (INOBU) yang akan mendampingi pemda dalam perjalannya mencapai keberlanjutan di bidang kelapa sawit.
Sugian mengatakan bahwa pemda sudah mendirikan kelompok kerja untuk menyiapkan sertifikasi jurisdiki, yang terdiri dari masing-masing delapan perwakilan dari institusi pemerintahan, perusahan perkebunan kelapa sawit besar yang beroperasi di Seruyan, serta dari organisasi sosial maupu kemasyarakatan setempat.
Melalui pendekatan jurisdiksi, kabupaten Seruyan tidak saja ingin meningkatkan produktivitas, membuka akses pasar lebih luas dan meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi juga mengurangi laju deforestasi, memetakan dan melindungi daerah dengan nilai konservasi tinggi, mengurangi konflik sosial, memetakan dan membantu petani, melindungi hak-hak masyarakat adat dan inventarisasi lahan dengan situs budaya,” ujarnya seraya menambahkan bahwa pemetaaan sudah selesai di delapan dari sepuluh kecamatan yang ada.
Namun, hampir empat tahun kemudian, kemajuan yang dicapai rupanya tidak secepat yang diharapkan, terutama karena rumitnya permasalahan legalitas lahan.
Tiur Rumondang, Direktur operasi RSPO Indonesia mengatakan bahwa dalam kasus seperti ini sebenarnya kabupaten bisa saja mencari sertifikasi bertahap, “Dimulai dulu dengan kecamatan yang sudah siap, baru kemudian dengan yang lainnya kalau permasalahan mereka sudah dapat diatasi.”
Walaupun bukan merupakan proyek percontohan, kabupaten tetangga, Kotawaringin Barat juga berambisi sama untuk menggunakan pendekatan jurisdiksi dalam mencapai keberlanjutan terutama di bidang kelapa sawit yang merupakan komoditas andalan daerah tersebut. Kabupaten ini merupakan kabupaten pertama yang memiliki kelompok petani swadaya yang sudah tersertifikasi RSPO maupun ISPO.
Tidak seperti tetangganya Seruyan, Kotawaringin Barat tidak memiliki banyak masalah dalam hal legalitas tanah yang di banyak daerah menjadi hambatan utama sertifikasi bagi petani kecil swadaya. Kabupaten in merupakan salah satu tujuan program transmigrasi pemerintah di tahun 1980an dan karenanya, lahan yang dibagikan kepada para transmigran memiliki berkas legal yang diperlukan.
Tetapi, seperti halnya di Seruyan, Kotawaringin Barat juga memiliki tokoh-tokoh yang aktif menggerakkan masyarakat ke arah keberlanjutan. Selain bupatinya, Nurhidayah, yang telah secara terbuka mengumumkan dukungannya bagi pendekatan jurisdiksi dalam mencapai keberlanjutan, juga terdapat Kamaludin, yang mengepalai dinas pangan, hortikultura dan pertanian dan merupakan penggerak utama dibalik usaha pemda mencapai cita-cita berkelanjutannya.
“Pemerintah daerah Kotawaringin Barat menganggap pendekatan jurisdiksi ini sebagai yang paling tepat,” demikian Nurhidayah mengatakan kepada wartawan yang mengunjungi kabupaten ini untuk menyaksikan apa yang telah dilakukan terkait pendekatan jurisdiksi dan keberlanjutan.
Untuk memudahkan petani memperoleh Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) perkebunan yang merupakan salah satu syarat utama sertifikasi, pemda mendelegasikan kewenangannya untuk memeriksa kebenaran data lahan dan mengeluarkan dokumen tersebut kepada camat setempat.
Kamaludin mengatakan bahwa pemda sudah menyelesaikan banyak persiapan dan sebenarnya sudah hampir siap untuk menjalankan sertifikasi jurisdiksi. Pemda kini menunggu selesainya penetapan kriteria bagi entitas jurisdiksinya. Pemda sudah menyelesaikan analisa daya dukung lingkungan serta bahkan sudah menyelesaikan rencana tata ruangnya walaupun propinsi belum menyelesaikan untuk tingkatnya.
“Pendekatan jurisdiksi merupakan jawaban bagi permasalahan yang dihadapi perusahaan dan petani. Hal ini akan dapat mengurangi konflik sosial dan kebakaran lahan, meningkatkan kesejahteraan petani yang merupakan aktor utama di sektor kelapa sawit,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa pihak yang berwenang sedang berusaha menemukan bentuk entitas jurisdiksi yang paling tepat untuk mengambil alih tanggung jawab pendekatan sertifikasi jurisdiksi di Kotawaringin Barat. Ia menambahkan bahwa besar kemungkinannya akan berbentu perusahaan daerah karena pemerintah sendiri tak boleh mengambil peran tersebut.
Sementara itu, Koperasi Unit Desa Tani Subur di desa Pangkalan Tiga, Kecamatan Pangkalan Lada, Seruyan, yang pada tahun 2017 menjadi koperasi petani pertama di Kalimantan yang menerima sertifikasi RSPO maupun ISPO, terus mendorong sertifikasi kelompok-kelompok petani di sekitarnya. Di Pangkalan Dewa, satu kelompok seperti itu sekarang sedang menunggu keluarnya sertifikasi RSPO, setelah memenuhi semua persyaratan yang diminta.
“Harapan saya adalah kalau semua kebun di Pangkalan Lada sudah punya sertifikasi, Kotawaringin Barat harus tersertifikasi juga,” ujar Setiyana, ketua koperasi unit desa Tani Subur.