The Palm Scribe

Pelaku Industri Sawit Indonesia Ingin Isu CPO Dipisahkan Dari Negosiasi IEU-CEPA

Foto: AFP

Gabungan Pengusahan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menginginkan adanya pembahasan terpisah mengenai produk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) serta produk turunannya dari proses perundingan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) agar tidak menghambat prosesnya.

“Jika memang kami punya kewenangan, tentu saja akan memisahkan/mengkhususkan pembahasan tentang sawit daripada lebih banyak komoditas/produk lainnya terhambat perdagangannya karena (pembahasan) sawitnya tidak putus-putus,” Sekretaris Jenderal GAPKI Kanya Lakhsmi Sidarta mengatakan kepada The Palm Scribe dalam sebuah pesan tertulis.

Negosiasi IEU-CEPA dengan Uni Eropa telah berlangsung berlarut-larut, disebabkan antara lain oleh kebuntuan dalam pembahasan mengenai minyak kelapa sawit terkait dengan program energi terbarukan Uni Eropa. Dalam Delegated Act-RED II, Uni Eropa akan  secara bertahap menghilangkan biofuel yang berasal dari minyak kelapa sawit dari program energi terbarukannya dengan alasan komoditas ini berada dibalik deforestasi besar-besaran yang terjadi di negara-negara produsen.

Indonesia, termasuk GAPKI mengatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan diskriminasi terhadap CPO, termasuk dari Indonesia sebagai negara produsen terbesar komoditas sawit di dunia. Sebuah dokumen internal Uni Eropa mengenai Delegated Act-RED II yang sempat bocor ke publik mengandung rencana organisasi kawasan itu untuk memasukkan minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan biji rapa sebagai produk minyak nabati yang berkategori berkelanjutan. Kedua minyak nabati terakhir tersebut diproduksi oleh negara-negara anggota Uni Eropa, sedangkan minyak dari kacang kedelai dipasok oleh Amerika Serikat, mitra dagang penting Uni Eropa.

Pemerintah Indonesia menargetkan negosiasi perjanjian dagang dengan Uni Eropa ini selesai pada tahun 2020,  sehingga berupaya mencari jalan untuk mempercepat tercapaianya persetujuan, termasuk dengan menimbang apakah perlu untuk sementara ini memisahakan pembicaraan terkait CPO.

Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar telah dikutip oleh media mengatakan bahwa Indonesia akan mengambil langkah meninjau ulang chapter pembangunan berkelanjutan, terutama yang terkait dengan CPO dalam perundingan IEU-CEPA.

“Langkah-langkah yang diambil pemerintah, termasuk menegosiasikan poin-poin yang dirasa tidak fair, adalah hak. Sikap tegas pemerintah sangat memberi semangat demi keberlanjutan bisnis kedepan,” ujarnya.

Beberapa laporan media telah mengatakan bahwa timbul keluhan dari pelaku usaha di sektor lain yang mengharapkan perjanjian kerjasama ekonomi komprehensif tersebut cepat selesai. Ekspor CPO dan produk turunannya ke Uni Eropa yang mencapai sekitar $2 milyar tahun lalu hanya merupakan 11.8 persen dari pendapatan dari ekspor keseluruhannya yang mencapai $17 milyar tahun itu. Ekspor utama ke Uni Eropa termasuk produk tekstil, alas kaki, furnitur dan perikanan.

Lakhsmi berpendapat bahwa bila memang pemerintah kemudian berhasil memisahkan pembicaraan mengenai CPO dan produk turunannya dari negosiasi perjanjian tersebut, para pelaku sawit Indonesia “akan mengikuti.”

Share This