Dikeluarkannya sejumlah izin konsesi yang tumpang tindih oleh pemerintah daerah di Ketapang, Kalimantan Barat, kini mengancam kelangsungan sebuah koridor keragaman hayati yang menghubungkan dua habitat alami bagi berbagai binatang, termasuk spesies yang dilindungi seperti halnya orangutan.

Koridor ini melalui konsesi yang dipegang oleh PT Gemilang Makmur Subur (GMS), anak perusahaan Bumitama Gunajaya Agro (BGA) dan konsesi tetangganya yang dikelola PT Kayu Agung Agro Lestari (PT KAL), anak perusahaan Austindo Nusantara Jaya (ANJ). Namun tampaknya ada area koridor yang tumpang tindih dengan konsesi tambang yang diberikan kepada PT Laman Mining.
“Ini merupakan salah satu dari ancaman terberat bagi pengembangan koridor ini,” ujar Martin Mach, Ahli Keberlanjutan dan Urusan Hukum BGA. Ia mengatakan bahwa diperlukan usaha untuk melobi pemerintah baik pada tingkat kabupaten maupun provinsi untuk dapat mencegah terjadinya pembukaan hutan lebih lanjut termasuk di dalam wilayah koridor PT KAL dan PT GMS. Kegagalan untuk mencegah hal ini akan mengancam kelayakan jangka panjang proyek.
Koridor keanekaan hayati ini dinilai penting untuk menghubungkan hutan Sungai Putri dan Taman Nasional Gunung Palung, untuk memungkinkan penyebaran alami dan konektivitas antara populasi orangutan di kedua area tersebut. Pembangunan jalan tidak saja akan mengganggu pergerakan binatang, namun juga mendorong lebih banyak pembalak hutan untuk datang ke daerah ini dan merintangi alur sebuah sungai di sana yang dapat berakibat negatif kepada hutan dengan High Carbon Stock (HCS), lahan gambut serta kubah gambut.
Koridor migrasi ini merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) seluas 1.800 hektar yang kini telah ditetapkan sebagai daerah konservasi oleh Gubernur Kalimantan Barat melalui surat keputusannya tahun lalu. Kawasan ini meliputi kawasan di luar daerah konservasi yang berada dalam izin konsesi yang dikeluarkan pemerintah, dan dikelola serta dilindungi menuruti prinsip-prinsip konservasi dengan tujuan menjaga fungsi ekosistem yang ada, melindungi keanekaragaman hayatinya dan untuk memberikan keuntungan bagi komunitas setempat di sekitarnya.
Pada Tanggal 3 Agustus 2018, Bumitama melaporkan dalam laman resminya bahwa sebuah jalan telah dibuka melintasi Bumitama Biodiversity and Community Project (“BBCP”) yang merupakan bagian dari KEE.
“Persoalan ini sudah menjadi concern multipihak di Kalbar. Berdasarkan informasi peta kawasan, memang terjadi tumpang tindih antara kawasan KEE yang dikelola oleh PT BGA dan KAL, ujar Lorens, Manajer Landskap IDH Indonesia untuk wilayah Kalimantan Barat. Ia menambahkan bahwa informasi mengenai pembangunan jalan ini disampaikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Ketalang serta forum KEE.
IDH Indonesia adalah lembaga yang menginisiasi pertemuan antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bumitama serta Grup ANJ yang akhirnya menghasilkan KEE.
Daerah BBCP dalam daerah yang dikelola PT GMS ada yang tumpang tindih dengan daerah konsesi bauksit yang diberikan kepada PT Laman Mining. Di bawah aturan di Indonesia, izin untuk tambang mendapatkan prioritas dibandingkan dengan izin untuk perkebunan, namun status KEE sebagai daerah konservasi yang dilindungi seharusnya menjamin areanya tidak diperuntukkan bagi pembangunan. Pembukaan jalan di daerah dengan nilai konservasi tinggi ini akan menjadikan masa depan proyek ini tidak menentu.
Jalan tambang sepanjang 1,5 kilometer dan dengan lebar 30 meter ini, dikatakan juga memotong sungai Kuala Tolak yang mengalir ke barat melalui koridor dari Gunung Tarak. Sungai ini memasok air ke hutan rawa gambut di Sungai Putri. Menghalangi alur sungai ini akan membawa dampak negatif kepada sekitar 30.000 hektar hutan HCS yang juga memiliki kubah gambut. Lahan gambut sangat rentan dan mudah terbakar ketika kering, dan akan melepas karbon dioksida dalam jumlah yang besar ke atmosfer. Membendung atau merintangi sungai dan mengeringkan sebagian dari daerah ini akan dapat membawa dampak getok tular yang luar biasa bagi keseluruhan landskap disitu.
Pembukaan jalan juga akan menarik lebih banyak pembalak ilegal ke daerah itu, sehingga mengakibatkan degradasi dan perusakan populasi orangutan yang terbesar di Kalimantan ini.
Pertanyaan mengenai pembukaan jalan yang dilayangkan kepada Direktur Eksekutif PT Laman Mining Beni Bevly melalui email tidak mendapatkan jawaban sampai kini. Pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ketapang juga tidak dapat segera dihubungi untuk komentar mereka.
Sebuah survei yang dilaksanakan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) tahun lalu berkesimpulan bahwa jika orangutan ingin dilestarikan di daerah tersebut dan binatang dilindungi ini dapat menyebar ke populasi orangutan lainnya, maka adalah penting untuk menghubungkan hutan di Gunung Putri dengan Taman Nasional Gunung Palung. Survey ditujukan untuk menentukan kepadatan dan distribusi orangutan di konsesi-konsesi Bumitama di Kabupaten Ketapang, serta juga memastikan keragaman hayati floranya, kondisi hutan serta kesesuaian daerah koridor sebagai habitat bagi orangutan.
Penelitian itu juga merekomendasikan bahwa koridor, dan juga landskap di sekitarnya, dipertahankan atau bahkan diperbaiki dan pembukaan lahan harus dihindari, terutama di kawasan lahan gambut. Juga direkomendasikan bahwa keragaman hayati di daerah yang dikhususkan, dapat dimonitor secara teratur oleh tim patroli yang terlatih. Tim juga sebaiknya menghindari aksi-aksi menghukum bila berhadapan dengan pembalak liar, dan sebaiknya mendekati mereka dengan berbagai alternatif program untuk mata pencaharian mereka.
Juga dikatakan bahwa sebagai proyek yang menyangkut banyak pemangku kepentingan, BBCP seharusnya diteruskan dengan keterlibatan lebih lanjut dari YIARI, terutama dengan fokus untuk mengembangkan rencana kerja konservasi dan SOP untuk penanggulangan konflik antara manusia dan orangutan. Baik rencana kerja maupun SOP ini kemudian akan diteruskan kepada staf BGA maupun komunitas yang ada disekitarnya