The Palm Scribe

Optimisme dibalik Pemberitaan Populasi Orangutan

Kantor British Broadcasting Company (BBC) baru – baru ini merilis film dokumenter terbarunya, Red Ape (Monyet Besar Merah), mengenai orangutan di pulau Kalimantan yang terfokus kepada dampak dari ekspansi perkebunan kelapa sawit pada populasi satwa ini serta mengimbau kepada para konsumen agar menghindari minyak kelapa sawit. Tetapi, apakah benar keadaan orangutan di Kalimantan ini seburuk yang digambarkan?

Ilustrasi

Film dokumenter BBC ini pada dasarnya mengatakan bahwa nasib orangutan di pulau Kalimantan ini memang buruk, dengan populasi yang turun menjadi setengahnya dalam waktu hanya sekitar 16 tahun. Film ini mengatakan bahwa ekspansi tak terkendali dari perkebunan kelapa sawit yang berakibat kepada kehilangan habitat bagi satwa ini semenjak awal tahun 2000-an, yang kemudian berakibat kepada pemangkasan populasi orangutannya. Tuduhan tersebut ditunjang oleh data yang sudah diberitakan oleh beberapa media utama di bulan-bulan sebelum film Red Ape ini dirilis.

Seperti apa yang terjadi di beberapa dekade belakangan ini, prediksi ke depan bagi orangutan ini juga buruk, bahkan dengan perkiraan bahwa kepunahan satwa ini hanyalah menunggu waktu. Film Red Ape mengatakan bahwa pada tahun 2020, sepertiga dari jumlah orangutan di pulau Kalimantan yang ada kini sudah akan hilang. Film ini juga mengatakan bahwa sekitar 20 orangutan mati setiap harinya, walaupun jumlah ini tidak diberikan konteksnya, apakah mati karena sebab alami atau tidak alami.

Sementara itu, artikel artikel ilmiah menyodorkan berbagai sebab menipisnya populasi kera besar ini. Beberapa mengatakan bahwa perburuan merupakan alasan utama di balik drastisnya penurunan populasi primata ini, sedangkan beberapa lainnya mengatakan kehilangan habitat satwa ini, karena perluasan kebun, termasuk kelapa sawit adalah sebab sebenarnya. Sementara itu beberapa yang lain menuding rangkaian kebakaran besar hutan dan lahan yang dialami pulau Sumatra dan Kalimantan di tahun 1997-1998 serta terakhir di tahun 2015 yang lalu sebagai faktor utama.

Pada dasarnya, film dokumenter Red Ape ini menyederhanakan alasan-alasan di balik cepatnya penurunan populasi orangutan di Kalimantan dalam dua kata saja “Kelapa Sawit,”  walaupun program tersebut juga menuding kebakaran alam dan perburuan ilegal sebagai penyebab sekunder.

Namun, bila diteliti dengan cermat, data maupun sejarah populasi orangutan di pulau Kalimantan, yang merupakan pulau terbesar di Asia dan pulau terbesar ketiga di dunia, sebuah gambaran yang lain akan timbul. Bila melihat perkembangan yang memprihatinkan yang diperlihatkan oleh film Red Ape serta prediksi masa depan yang tak kalah suramnya, orang mungkin akan terkejut bila mengetahui bahwa populasi orangutan sekarang ini, yang dikatakan berada pada kisaran 100.000 ekor, sebenarnya empat kali lebih besar dari perkiraan pada 20 tahun sebelumnya, ketika masa-masa penurunan drastis populasi satwa ini dimulai.

Berdasarkan asumsi bahwa populasinya kini berada pada “hanya” 100.000 ekor,  dan populasinya kini sudah turun setengahnya dari akhir tahun 1990-an, maka angkanya di akhir tahun 1990-an seharusnya berada pada kisaran 200.000 ekor. Namun data dan perkiraan ilmiah pada saat itu, memperlihatkan bahwa jumlah kera besar berambut jagung ini berada bahkan serendah 27.000 ekor dan kepunahan satwa ini diperkirakan akan terjadi di tahun tahun sekarang ini. 

Sementara itu, World Wildlife Fund (WWF), memperkirakan bahwa populasi orangutan berada pada tingkat 200.000 ekor sekitar satu abad yang lalu, dan bukan 16 atau 18 tahun yang lalu. WWF mengatakan bahwa seratus tahun yang lalu jumlah orangutan di Kalimantan mungkin lebih dari 230.000 ekor, tetapi kini populasinya diperkirakan berada di kisaran angka 104.700 berdasarkan jangkauan geografis yang sudah diperbarui (terancam punah) dan jumlah orangutan di Sumatra (kritis) diperkirakan sekitar 7.500.

Share This