Dengan adanya serangkaian aksi boikot terhadap minyak kelapa sawit yang dilakukan oleh segelintir perusahaan ritel di Eropa serta pembatasan terhadap penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku bahan bakar untuk transportasi di Uni Eropa, Free For Choice Institute, sebuah platform bermarkas di Italia yang memperjuangkan kebebasan individual atas pilihan dan tanggung jawab yang didasarkan atas pola pikir yang kritis, menerbitkan semacam panduan dasar mengenai masalah ini. For Free Choice, juga mendorong penggunaan informasi dan metoda ilmiah sebagai perangkat dasar untuk meningkatkan kesadaran dan untuk mengarahkan terciptanya debat publik yang konstruktif
Minyak Nabati Manakah Yang Paling Berkelanjutan?
Banyak perusahan meninggalkan penggunaan minyak kelapa sawit. Apakah minyak nabati lainnya lebih berkelanjutan? Sepertinya tidak, dan ini sebabnya:
1. Minyak nabati manakah yang paling ramah lingkungan?
Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang paling berkelanjutan, dengan syarat mata rantai pasok yang sepenuhnya dapat tersertifikasi. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati dengan produksi tertinggi per hektarnya: 3.8 ton dibandingkan dengan 0.8 ton untuk biji rapa (rapeseed) dan 0.7 ton untuk bunga matahari, dan ia juga memiliki penilaian siklus hidup yang terbaik.
2. Apakah yang dimaksud dengan “Penilaian Siklus Hidup (Life Cycle Assessment)”?
Penilaian siklus hidup (LCA) merupakan metoda yang digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang terkait dengan berbagai tahapan dari sebuah produk, mulai dari pengumpulan bahan baku, melalui tahap pengolahan dan distribusi dan berakhir di produk finalnya.
United Plantations Berhad (Indonesia) telah melaksanakan sebuah studi untuk menganalisa siklus hidup beberapa macam minyak nabati. Produksi minyak kelapa sawit United Plantation dibandingkan dengan rata-rata industri bagi empat macam minyak nabati lainnya yang banyak digunakan oleh industri pangan:
1. Minyak Kelapa Sawit (Malaysia/Indonesia);
2. Minyak Rapa/Rapeseed oil (Eropa);
3. Minyak Bunga Matahari (Ukraina),
4. Minyak Kacang Tanah (India).
Analisa tersebut mempertimbangkan beberapa parameter yang relevan seperti:
1. Pemanasan Global;
2. Respirasi Inorganik;
3. Ionisasi Radiasi;
4. Penipisan Lapisan Ozon;
5. Pekerjaan Alami;
6. Asidifikasi – emisi nitrogen oksida (NOx), sulfur oksida (SOx) dan ammonia (NH3);
7. Eutrofikasi;
8. Respirasi Organik;
9. Ozon Fotokimiawi – pengukuran polutan atmosferik yang dilepaskan dalam kilogram etilen C2H6 eq;
10. Energi Tak Terbaharukan;
11. Ekstraksi Mineral
1. Apakah Hasil dari Analisa Tersebut?
Seperti yang dapat dilihat dari hasil perbandingan diatas, nampak bahwa minyak kelapa sawit — khususnya produksi United Plantations —memiliki kinerja yang lebih baik dari minyak lainnya pada semua kategori dampaknya. Dan untuk kategori seperti respirasi inorganik, penipisan lapisan Ozon dan asidifikasi, minyak kelapa sawit terlihat menimbulkan kurang dari setengah dampak pada lingkungan yang ditimbulkan oleh pesaing langsungnya — minyak rapa dan minyak bunga matahari.
2. Apakah intisari dari penelitian ini?
Perusahaan yang memboikot minyak kelapa sawit melakukannya karena terdorong oleh alasan komersil,terdesak oleh kebutuhan untuk mengumpulkan konsumen yang lebih banyak dalam pasar yang stagnan. Memboikot minyak kelapa sawit dengan alasan untuk menyelamatkan lingkungan adalah suatu kebohongan, seperti yang bisa kita lihat ini. Ilmu pengetahuan, fakta dan realita memperlihatkan bahwa pada saat ini, tidak ada satupun alternatif bagi minyak kelapa sawit. Menjauhi minyak kelapa sawit akan berarti kekacauan total: pemiskinan populasi setempat serta bencana lingkungan. Karenanya, kita harus bekertja untuk mencapai keberlanjutan yang lebih baik dalam mata rantai pasok minyak kelapa sawit. Kita tidak memiliki alternatif lain.