The Palm Scribe

Menteri Perdagangan Pertimbangkan Balasan Atas Bea Impor Biodiesel dari Uni Eropa

FOTO: AFP

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa pemerintah telah mengajukan nota keberatan kepada WTO setelah Komisi Eropa memberlakukan bea impor hingga 18 persen pada biodiesel dari Indonesia, sambil mempertimbangkan langkah selanjutnya untuk memberlakukan balasan kenaikan tarif impor pada beberapa komoditas dari Uni Eropa.

“Kami telah mengirim surat keberatan kepada WTO,” kata Enggar setelah menghadiri pidato kenegaraan 2019 di kompleks DPR Senayan Jakarta, pada Jumat pekan lalu.

Enggartiasto pada kesempatan lain juga dikutip mengatakan, setelah berdiskusi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, berencana untuk menaikkan tarif impor untuk produk susu dari Uni Eropa, yang saat ini masih dibahas di Kementerian Perdagangan.

Indonesia saat ini mencoba untuk mengalihkan impor produk susunya ke AS, India, Australia dan Selandia Baru.

Komisi Eropa pada Selasa (13/8) memberlakukan bea sementara antara 8 hingga 18 persen pada impor biodiesel dari Indonesia, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk memberikan kesetaraan bagi produsen dari dalam Uni Eropa.

“Bea impor baru dikenakan secara sementara dan penyelidikan akan berlanjut dengan kemungkinan untuk menerapkan langkah-langkah definitif pada pertengahan Desember 2019,” kata seorang eksekutif Uni Eropa dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Reuters.

Tarif baru berlaku segera sampai empat bulan ke depan dan memukul beberapa produsen besar seperti PT Caliandra Perkasa (8 persen), Grup Wilmar (15,7 persen), Musim Mas Group (16,3 persen), Grup Permata dan eksportir lainnya (18 persen).

Komisi Eropa, yang mengkoordinasikan kebijakan perdagangan untuk Uni Eropa, telah melakukan penyelidikan anti-subsidi pada bulan Desember menyusul keluhan dari Dewan Biodiesel Eropa. Komisi tersebut mengatakan bahwa penyelidikannya menunjukkan produsen biodiesel Indonesia mendapat manfaat dari bantuan, potongan pajak, dan akses ke bahan baku di bawah harga pasar.

Bea impor tersebut dianggap sebagai pukulan tambahan atas hubungan antara Uni Eropa dan Indonesia telah tegang setelah organisasi regional tersebut pada bulan Maret memutuskan untuk melanjutkan rencana Revisi Energi Terbarukan (RED II) yang secara bertahap akan menghapus biodiesel berbasis minyak kelapa sawit.

Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan mengekspor sekitar 1,5 juta ton biodiesel berbasis minyak kelapa sawit pada tahun 2018. Jakarta, dan penghasil minyak terbesar kedua Malaysia, menuduh RED II telah melakukan diskriminasi terhadap minyak sawit dan mengatakan mereka akan mengambil langkah ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Share This