The Palm Scribe

Menghijaukan Petani Kecil Sawit Indonesia: Sebuah Usaha Multi-Pihak

Petani kecil semakin sering diidentifikasi sebagai pelaku penting dalam deforestasi hutan dan lahan gambut di Indonesia, negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, dan usaha untuk merangkul mereka ke dalam praktik berkelanjutan haruslah merupakan usaha yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, hasil sebuah penelitian memperlihatkan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset iklim internasional Climate Focus bersama Meridian, sebuah perusahaan konsultan nirlaba, yang diumumkan minggu ini, memperlihatkan bahwa telah terjadi ekspansi besar-besaran perkebunan sawit petani kecil di Indonesia dalam dua dasawarsa terakhir. Dari 1,6 juta hektar di tahun 2001 menjadi 5,8 juta hektar di tahun 2018.

Petani kecil di Indonesia kini memasok sekitar 38 persen dari produksi nasional sawit dan luas perkebunannya meliputi hampir setengah dari luas perkebunan sawit di negeri ini.

“Melibatkan kelompok petani kecil ini karenanya menjadi bagian penting dari usaha untuk membangun sektor sawit yang berkelanjutan di Indonesia,” demikian Climate Focus mengatakan dalam memperkenalkan laporah hasil penelitiannya di laman resminya.

Penelitian itu mengungkapkan tantangan-tantangan utama dalam mengikutsertakan petani kecil sawit ke dalam usaha pencapaian sektor sawit berkelanjutan.

Yang pertama adalah kurangnya akses petani kecil kepada dukungan pembiayaan dan teknis. Hali ini, menurut laporan tersebut, menjadi penghalang merupakan  terbesar dalam meningkatkan produktivitas kebun petani kecil. Produktivitas kebun petani yang rendah merupakan faktor utama dalam ekspansi perkebunan, termasuk kedalam kawasan hutan.

Tantangan kedua adalah lemahnya surat kepemilikan lahan dan tanpa dokumen seperti itu, petani kecil tidak akan dapat memperoleh akses kepada pembiayaan untuk intensifikasi produksi mereka.

Ketiga adalah lemahnya kemampuan berorganisasi petani kecil swadaya. Semua usaha  untuk menyebarkan keberlanjutan diantara petani kecil swadaya diarahkan kepada kelompok petani, bukan kepada perorangan, karenanya kelemahan ini menghambat terwujudnya tindakan kolektif dalam meningkatkan produktivitas serta praktek yang ramah lingkungan.

Penelitian itu juga memperlihatkan bahwa perusahaan perkebunan sawit juga menghadapi permasalahan dalam mencapai ketertelusuran pasokan dari petani swadaya dan juga dalam membantu petani kecil ini untuk memenuhi persyaratan keberlanjutan.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa petani kecil swadaya menghadapi tidak saja halangan-halangan dalam mengikuti skema-skema sertifikasi keberlanjutan tetapi juga tidak memiliki insentif untuk mengikutinya. Kebanyakan dari mereka tidak mampu memenuhi standar sertifikasi serta keberlanjutan dalam pengadaan perusahaan karena sifat informal sektor ini, praktek produksi yang buruk, dan kurangnya akses kepada dukungan pembiayaan, pelatihan dan input pertanian yang diperlukan.

Penelitian menekankan bahwa rantai pasok sawit di Indonesia rumit dan landskap petani swadayanya sangat beragam, meliputi petani dengan karakteristik, tingkat integrasi pasar, kebutuhan dan kapasitas yang berbeda-beda.

“Selama ini, usaha untuk menangani deforestasi telah gagal untuk merangkul petani swadaya pada skala yang besar,” laporan penelitian itu mengatakan, dengan menambahkan bahwa “tidak ada satu kelompok pemangku kepentingan manapun – baik perusahaan, LSM atau pemerintah daerah – yang dapat secara sendiri, efektif melibatkan petani swadaya.”

Tiap pelaku dalam rantai pasok sawit, laporan tersebut mengatakan, memiliki peran mereka masing masing, dan peran mereka ini dapat ditingkatkan untuk memfasilitasi praktik-praktik berkelanjutan di antara petani kecil swadaya.

Mengikut sertakan pemerintah setempat juga sangat penting karena aspek-aspek mendasar seperti pendaftaran tanah dan layanan yang terkait petani kecil, sepenuhnya dikelola mereka.

“Mengingat rumitnya sektor petani kecil ini serta juga potensinya dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup, kolaborasi tidak saja diperlukan di sepanjang rantai pasok tetapi juga di sektor ini secara keseluruhan,” hasil penelitian itu menyimpulkan.

Penelitian itu menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang spesifik bagi berbagai pihak, seperti organisasi yang bekerja dengan petani kecil secara langsung, perusahaan, pemerintah serta lembaga keuangan, agar mereka dapat mengikutsertakan petani swadaya ke dalam rantai pasok yang berkelanjutan dan tidak menimbulkan deforestasi.

Bagi organisasi yang langsung bekerja dengan petani kecil, rekomendasinya antara lain menjelaskan secara gamblang keuntungannya mengikuti inisiatif sawit berkelanjutan, diantaranya, akses pasar.

Mereka juga dapat bekerja untuk meningkatkan kapasitas dan keberlanjutan organisasi petani sehingga mampu mengurangi ketergantungan mereka kepada dukungan dari luar. “Ini mungkin mencakup penguatan tata kelola dan SOP organisasi serta membantu sistem pengawasan internal, seperti pengecekan deforestasi,” demikian salah satu rekomendasinya.

Organisasi-organisasi ini juga dapat membantu menutup biaya pendaftaran dan surat kepemilikan lahan sehingga dapat meningkatkan kelayakan kredit para petani swadaya dalam mengakses pembiayaan. Mereka juga dapat membantu petani kecil memperbaiki praktik mereka dalam produksi sawit dan komoditas pertanian lainnya serta menciptakan sumber pendapatan alternatif bagi keluarga-keluarga yang bergantung kepada sawit.

Bagi perusahaan, rekomendasinya antara lain adalah bahwa mereka sebaiknya berkolaborasi dengan petani swadaya melalui program jangka panjang untuk mendukung mereka dalam mengadopsi praktik berkelanjutan,  memobilisasi pembiayaan untuk dukungan di lapangan dan memberikan komitmen jangka panjang untuk membeli hasil produksi petani swadaya dan juga dalam mendukung mereka.

Perusahaan juga sebaiknya bekerja langsung dengan para petani swadaya, tanpa harus melalui perantara/agen, serta memberikan harga yang lebih tinggi untuk memastikan pasokan bermutu tinggi, atau harga premium untuk pasokan tersertifikasi.

Mereka juga harusnya memetakan pemasok mereka untuk membantu membangun rantai pasok yang benar benar tertelusuri, dan memonitor komitmen untuk memastikan sistem akuntabilitas yang baik. Melaporkan kemajuan dalam mengikutsertakan para petani swadaya secara berkala, serta penggunaan bimbingan yang diberikan, akan membantu memastikan rantai pasok yang inklusif dan berkelanjutan.

“Perusahaan dapat secara efektif melibatkan petani swadaya secara saling menguntungkan dengan menyediakan insentif bagi petani swadaya, hal yang akan dapat memungkinkan perusahaan memenuhi komitmen rantai pasok mereka dan memperoleh pasokan yang memadai dari komoditas yang dihasilkan secara bertanggung jawab,” kata Climate Focus dalam laporannya.

Rekomendasi bagi pemerintah, termasuk menguatkan pelaksanaan perencanaan tata guna tanah dan memastikan penegakan hukum serta monitoring yang lebih baik untuk mengurangi ekspansi yang ilegal. Pemerintah juga dapat meningkatkan maupun memudahkan pendaftaran serta legalisasi kepemilikan lahan dan juga menangani konflik lahan dan mengambil tindakan remediasinya.

Rekomendasi bagi pemerintah yang lainnya adalah untuk membantu pengumpulan informasi mengenai petani perorangan dan perkebunan mereka, sesuatu yang diperlukan bank untuk dapat memberikan pinjaman, dengan memprioritaskan pemetaan dan ketertelusuran petani swadaya di daerah-daerah berisiko tinggi.

Pemerintah juga seharusnya membuka akses kepada pembiayaan negara bagi petani swadaya dan juga menciptakan jaminan pinjaman bagi petani swadaya untuk pembayaran pinjaman mereka sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pemberi pinjaman. Pemerintah juga dapat menetapkan persyaratan yang lebih mudah agar petani swadaya dapat mengakses dana perkebunan kelapa sawit.

Pihak yang berwenang juga dapat mengatur due diligence dan pelaporan oleh pelaku pembiayaan untuk mendorong pembiayaan agar menjauhi penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan, serta menargetkan penggunaan anggaran negara untuk memberikan insentif bagi dukungan dari pemerintah setempat bagi petani swadaya.

Rekomendasi lainnya adalah agar pemerintah mengembangkan pusat-pusat pelatihan serta solusi digital seperti aplikasi telepon genggam, untuk menyediakan informasi terpercaya kepada para petani swadaya mengenai bagaimana memperbaiki praktek pertanian mereka.

Bagi lembaga-lembaga keuangan, penelitian merekomendasikan antara lain, bahwa mereka sebaiknya memahami keperluan keuangan dan pembiayaan petani swadaya yang berbeda-beda. Mereka juga sebaiknya membuka kesempatan bagi skema pembiayaan campuran (blended finance) serta memastikan bahwa struktur keuangan yang menyediakan pembiayaan seperti dari Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dapat bekerja dengan baik.

Lembaga keuangan juga direkomendasikan untuk menyediakan pinjaman dan menurunkan bunga pinjaman mereka bagi petani swadaya yang berkecimpung dalam kegiatan berkelanjutan, serta mensyaratkan peminjam korporasi yang ingin berinvestasi di sektor sawit untuk membantu para petani swadaya.

Baca lebih banyak tulisan oleh Bhimanto Suwastoyo.
Industri perhutanan? Kunjungi The Forest Scribe.
Share This