The Palm Scribe

Menentang kelapa sawit berakibat pada program SDG di Indonesia

JAKARTA — Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri RI, Siswo Pramono, mengatakan bahwa pengembangan produksi kelapa sawit Indonesia sejalan dengan salah satu agenda pembangunan berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu pengentasan kemiskinan.

pekerja sawit
ILUSTRASI: Pekerja memasukkan buah sawit ke truk.

“Menentang pengembangan kelapa sawit berarti menentang program SDGs di Indonesia, karena kami percaya bahwa sektor ini memiliki potensi besar untuk mengentaskan kemiskinan,” kata Siswo dalam acara pembukaan Kursus Kelapa Sawit Indonesia di Kementerian Luar Negerilu RI, Senin (20/11), seperti dikutip dari situs CNN Indonesia.

Menurut Siswo, sekitar 40 persen lahan kelapa sawit di Indonesia dikelola petani kecil atau smallholders. Jika komoditas ini terhambat, kata Siswo, akan ada dampak yang cukup signifikan terhadap pemasukan para petani tersebut.

Jadi, kata Siswo, jika ada yang menentang pengembangan komoditas sawit Indonesia, berarti tidak mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

“Komoditas kelapa sawit itu adalah hajat hidup paling penting untuk petani kecil Indonesia. Jika ini terus didukung maka berapa juta orang yang bisa terangkat dari kemiskinan? Ini sejalan dengan upaya SDGs PBB,” ujar Siswo.

Konteks pernyataan Siswo itu berhubungan dengan masih maraknya kampanye negatif terhadap industri sawit dan negara-negara produsen sawit, seperti Indonesia. Pada April lalu, parlemen Uni Eropa bahkan mengeluarkan resolusi berjudul Palm Oil and Deforestation of Rainforest.

Resolusi itu di antaranya menunjukkan dampak industri sawit terhadap pembebasan lahan dan hutan di negara-negara produsen minyak sawit seperti Indonesia. Sawit juga dituding sebagai penyebab deforestasi dan kebakaran hutan di Indonesia, pelanggaran HAM, dan isu pekerja anak.

Resolusi itu ditentang keras oleh Indonesia dan Malaysia sebagai negara penghasil sawit terbesar. Dalam berbagai forum, Indonesia mendesak Uni Eropa tak bersikap diskriminatif terhadap sawit.

Presiden Joko Widodo bahkan mengangkat isu kelapa sawit dalam dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 40 Tahun Kerja Sama Kemitraan Asean-Uni Eropa di Manila, Filipina, pekan lalu.

“Resolusi Parlemen Uni Eropa dan sejumlah negara Eropa mengenai kelapa sawit dan deforestasi serta berbagai kampanye hitam, tidak saja merugikan kepentingan ekonomi, namun juga merusak citra negara produsen sawit,” ujar Presiden Jokowi seperti dikutip keterangan tertulis di laman resmi Sekretariat Negara.

Jokowi meminta agar diskriminasi terhadap kelapa sawit di Uni Eropa segera dihentikan. Sejumlah kebijakan yang merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit juga harus dihilangkan.

Share This