The Palm Scribe

Masa kejayaan produsen kelapa sawit telah tiba

Pertengahan September, Kalimantan Tengah.

Ketika senja jatuh dan menggelapkan warna oranye 4 tangki penyimpan berkapasitas 2.000 ton, saya bertanya pada manajer pabrik yang kekar, berapa ton isinya. “Kurang dari 1.000,” jawabnya.

Mengapa masih sedikit, padahal musim pembelian minyak nabati tahun 2017/2018 dimulai minggu ini?

Tampaknya permintaan akan melampaui persediaan, konsisten dengan pola menguatnya permintaan kelapa sawit dalam dekade terakhir ini. Ada tiga alasan mengapa kelapa sawit akan melanjutkan dominasi di industri minyak nabati pangan (edible oil):

Kelapa sawit mengalahkan kedelai sebagai penguasa industri minyak nabati pangan

Satu dekade yang lalu minyak kedelai mendominasi pasar karena menjadi pendamping makanan pokok di Amerika dan Cina.. Tapi sepuluh tahun yang lalu, akibat ekspansi pembukaan lahan yang dimulai pada 1980-an, kelapa sawit naik kelas dan dengan cepat menyalip minyak kedelai.

Sejak itu kelapa sawit bukan hanya menjadi pusat perhatian, tapi juga kian melaju. Meski dua tahun lalu sempat goyang saat produksi kelapa sawit anjlok dan kedelai melonjak gara-gara fenomena La Nina, namun kelapa sawit mampu bangkit dan memperlebar jarak dengan kedelai. Ini tren yang tak akan berbalik.

Permintaan minyak nabati pangan menguat

Cina, dengan jutaan ton permintaan, dianggap sebagai konsumen terbesar kelapa sawit. Dulu memang, tapi sekarang tidak lagi. Indonesia sekarang menjadi konsumen terbesar kelapa sawit, menggusur Cina ke peringkat keempat.

Ketika produsen nomor satu sekaligus menjadi konsumen terbesar kelapa sawit, negara lain hanya akan mendapat  jatah sisanya. Saat Indonesia diperkirakan akan menjadi negara pertama yang memesan 10 juta ton minyak sawit per tahun, kita bakal menyaksikan melonjaknya permintaan kelapa sawit dunia, terutama jika dibandingkan dengan lemahnya permintaan beberapa tahun lalu.

Pasokan terbatas

Berkat aktivitas penanaman intensif yang dimulai pada awal 1980-an di Indonesia, pasokan kelapa sawit tumbuh dua digit pada awal 2000-an.

Pertumbuhan pasokan itu sekarang melambat menjadi satu digit karena berkurangnya aktivitas penanaman. Mengingat masa panen kelapa sawit, penambahan pasokan tampaknya tak akan terjadi dengan segera.

Bagimana situasi ini akan memengaruhi pasar minyak nabati?

Selama bertahun-tahun, pasar sangat tergantung pada kelapa sawit karena industrinya menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Oleh sebab itu, tak ada upaya melirik komoditas lain dan hingga hari ini belum ada minyak nabati lain yang mampu menandingi.

Tentu saja ini merupakan kabar bagus buat para produsen. Sebaliknya para pembeli harus bersiap-siap rebutan jika ingin mengamankan stok minyak nabati pangan.

***

Penulis: Sebastian Sharp, Kepala-Hubungan Investor di PT Eagle High Plantations Tbk.

 

Share This