Sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya telah merancang beton dengan tingkat fluiditas yang tinggi dan tidak memerlukan alat pemadat atau yang dikenal beton Self Compacting Concrete (SCC) dengan memanfaatkan limbah kelapa sawit, demikian sebuah laporan yang diunggah di laman resmi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) pada hari Jum’at (14/12).

Tim yang bernama WcFlurry ini beranggotakan Cita Nanda Kusuma Negari, Agus Bastian dan David Gideon dan memilih menggunakan Palm Oil Fuel Ash (POFA) sebagai pengganti semen.
Negari mengatakan bahwa pemilihan POFA, atau abu pembakaran dari limbah kelapa sawit ini sebagai material pengganti semen, dikarenakan selama ini pemanfaatan POFA dianggap masih minim dan belum terkelola dengan baik. Selain itu, POFA menjadi masalah bagi industri kelapa sawit karena memerlukan lahan pembuangan yang luas dan jumlahnya yang terus meningkat.
“Jadi, kami ingin mengangkat konsep berkelanjutan dari poin-poin tersebut,” jelas mahasiswa Departemen Teknik Sipil ini.
Dalam proses pembuatannya, POFA terlebih dahulu harus disaring sampai lolos ayakan nomor 325 agar ukuran partikel dapat terkontrol sesuai dengan ukuran semen sehingga bisa reaktif.
“Apabila ukuran partikelnya lebih besar dari ukuran semen, POFA ini hanya akan bekerja sebagai filler atau bahan pengisi, bukan sebagai binder atau pengikat,” katanya.
Lebih lanjut, Negari mengungkapkan bahwa jika POFA sebagai substitusi semen memiliki kandungan pozolanseperti silika, alumina, dan besi yang tinggi. Kandungan tersebut berguna untuk membantu reaksi hidrasi sekunder yang dapat meningkatkan kekuatan beton.
“Pozolannya lebih dari 70 persen sehingga sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI),” ungkapnya.
Dalam prgram pembuatan beton ini, tim dibimbing oleh Ir Faimun dan Prof Tavio dn betonnya juga telah melewati proses uji slump flow, L-Box, dan compressive strength. Uji slump flow dan L-Box ini berfungsi untuk mengetahui kelecakandari campuran beton segar guna menentukkan tingkat kemampuan kerjanya. Sedangkan compressive strength atau uji tekan berfungsi untuk menguji kekuatan materialnya.
Hasil uji slump flow-nya menunjukkan nilai 685 milimeter, sehingga lolos standar The European Federation of Specialist Construction Chemicals and Concrete Systems (EFNARC) yang sebesar 500 milimeter. Sedangkan untuk compressive strength-nya mendapat nilai rata-rata 26 megapascal.
Dengan hasil inovasinya tersebut, tim ini pun telah berhasil menyabet juara ketiga dalam ajang International Concrete Competition (ICC) 2018 di Universitas Sebelas Maret (UNS), beberapa waktu lalu.