
Kelompok masyarakat sipil, MADANI Berkelanjutan, pada Selasa (18/2) menyerukan kepada semua pemangku kepentingan di industri kelapa sawit untuk bekerja sama demi sektor kelapa sawit berkelanjutan dan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di dalam industri yang telah menjadi sumber kritikan terhadap sektor kelapa sawit.
“Kita melihat didalam lima tahun kedepan, industri kelapa sawit ini mendapatkan tempat prioritas didalam pemerintahan pak Jokowi, khususnya biodiesel. Jadi ini adalah momentum bagi industri kelapa sawit untuk memperbaiki dan bersaing lebih hebat di pasar global dan nasional. Tetapi kita juga tidak bisa berbohong bahwa terdapat persoalan serius didalam industri kelapa sawit,” demikian Teguh Surya, Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan.
Teguh berkata bahwa industri kelapa sawit di Indonesia, terus menerus mendapatkan isu-isu negatif seperti perkebunan kelapa sawit ilegal, deforestasi, kebakaran hutan dan lahan, pelanggaran hak pekerja, kesetaraan gender, dan lainnya.
“Kalau kita semua setuju bahwa kelapa sawit itu penting, maka bersama-sama kita harus perbaiki dan membuat lebih baik industri kelapa sawit.” Imbuh Teguh di sebuah pertemuan bersama media.
Dia berkata bahwa setiap pemangku kepentingan harus fokus kepada kekuatan mereka masing-masing, yaitu ilmu dan keahlian yang mereka kuasai.
Organisasi masyarakat madani, menurutnya, harus fokus pada keahlian mereka seperti dalam pemantauan, investigasi, dan publikasi. Pemerintah sebagai regulator, harus membuat regulasi yang kuat, sementara para praktisi juga tidak bisa alergi terhadap regulasi dan harus mengikutinya, Teguh menegaskan.
Baca juga: Meningkatkan Peran LSM Dalam Memastikan Kepatuhan Perkebunan Terkait HAM
Dia juga memberikan contoh masalah yang masih mewarnai industri sawit, yaitu kasus perusahaan di Buol, Sulawesi Tengah.
Perusahaan tersebut memperoleh izin pelepasan kawasan untuk mengembangkan kawasan tersebut sebagai perkebunan setelah presiden mengeluarkan Instruksi Presiden mengenai Moratorium konsesi kelapa sawit. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menerbitkan konsesi tersebut bersikukuh bahwa tidak ada yang salah dengan penerbitan izin tersebut dan seluruh administrasinya telah mengikuti hukum yang benar.
Tetapi investigasi yang dijalankan oleh MADANI menemukan bahwa perusahaan yang memiliki sertifikasi ISPO ini, tersebut telah melakukan penebangan hutan dan penanaman di kawasan itu bahkan sebelum izin mereka terbit.
“Mengapa sampai hari ini, belum ada respon? Ini adalah situasi umum dan suatu waktu bisa digunakan untuk menembak balik kita,” Teguh menambahkan.
Seruan kerjasama yang serupa telah juga dilontarkan beberapa pejabat pemerintah dan pakar industri. Mereka menunjuk kepada mentalitas “silo”, pengkotak-kotakan yang berlaku di industri kelapa sawit di negara-negara produsen, termasuk di Indonesia dan Malaysia, dua produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang memasok 85 persen permintaan dunia.
Teguh berkata bahwa jika semua melakukan peran mereka masing-masing dengan benar “isu-isu yang tidak menguntungkan kita ini dapat diatasi.”