The Palm Scribe

LSM Minta Peningkatan Akuntabilitas Sistem Perijinan Perkebunan, Pencegahan Korupsi

Ilustrasi RAN KSB terhadap industri sawit

MADANI Berkelanjutan, sebuah organisasi masyarakat madani, menyambut baik terbitnya instruksi presiden mengenai Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) tetapi merekomendasikan sejumlah perbaikan, termasuk peningkatan akuntabilitas dalam penerbitan perijinan perkebunan dan transparansi data serta penyelesian status perkebunan di kawasan hutan.

Dalam sebuah pertemuannya dengan media pada Selasa (18/2), Madani Berkelanjutan memaparkan hasil analisanya terhadap RAN KSB yang inpresnya diterbitkan bulan Desember lalu, dan mengeluarkan lima rekomendasi.

Analisa tersebut, yang laporannya diperoleh The Palm Scribe, mulai dengan mengatakan bahwa inpres RAN KSB belum menargetkan ketiga masalah utama dalam sistem tata kelola kelapa sawit yang telah diidentifikasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu tidak akuntabelnya sistem pengendalian perizinan perkebunan kelapa sawit, tidak efektifnya pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit, dan tidak optimalnya pungutan pajak sektor kelapa sawit.

“RAN KSB harus disempurnakan agar mencerminkan upaya untuk memperbaiki mekanisme perizinan perkebunan kelapa sawit sebagaimana rekomendasi KPK,” analisa tersebut mengatakan dengan menambahkan bahwa salah satu caranya adalan dengan membangun sistem informasi yang integral, transparan dan terbuka yang dapat dimonitor publik.

Baca juga: LSM Serukan Kerjasama Semua Pihak di Industri Sawit 

Ia juga dapat memasukkan ketentuan penataan perizinan berdasarkan tata ruang, lingkungan hidup, dan penguasaan lahan ke dalam aturan perizinan perkebunan serta membangun sistem rekonsiliasi data pungutan ekspor dan realisasi ekspor kelapa sawit yang terintegrasi. Juga diperlukan integrasi dan pengecekan silang antara data izin usaha perkebunan dan HGU dan data Wajib Pajak serta penindakan hukum terhadap Wajib Pajak yang tidak mematuhi ketentuan perpajakan.

Madani dalam analisa tersebut mengatakan bahwa inpres belum mencerminkan transparansi sebagai salah satu pilar tata kelola yang baik dan karenanya diperlukan fokus untuk meningkatkan transparansi. Madani juga mengatakan bahwa proses penyelesaian perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan harus terbuka bagi publik “untuk meminimalisir risiko penyalahgunaan wewenang.”

Organisasi kemasyarakatan ini juga mengatakan diperlukannya penguatan penindakan hukum dalam pencegah kebakaran lahan dan hutan dan menekankan perlunya sinergi dan partisipasi semua pihak dalam implementasi RAN KSB.

“Efektivitas dan kekuatan RAN KSB dalam mentransformasikan tata kelola perkebunan kelapa sawit menjadi lebih berkelanjutan bertumpu pada sinergi dan partisipasi para pihak, tidak hanya di tingkat Kementerian/Lembaga tetapi juga dengan kalangan pelaku usaha dan elemen masyarakat lainnya,” katanya.

Rekomendasi terakhirnya adalah bahwa mengingat RAN KSB ini hanya untuk periode 2019-2024, sesuai dengan masa kepresidenan Presiden Joko Widodo, diperlukan strategi agar RAN KSB dapat diteruskan setelah pemerintahan berganti.

Industri Perhutanan? Kunjungi The Forest Scibe.
Share This