Pangkalan Tiga, Kalimantan Tengah – Sebuah Koperasi Unit Desa (KUD) di Kalimantan Tengah merupakan contoh cemerlang yang memperlihatkan betapa banyak manfaat praktik budidaya kelapa sawit yang baik, sekaligus juga pentingnya peran ketokohan untuk dapat mencapai keberlanjutan.
Dari sebuah koperasi kecil yang didirikan tahun 1984 untuk melayani transmigran yang sudah tidak lagi menerima bantuan pemerintah, KUD Tani Subur kini telah tumbuh menjadi koperasi bernilai milyaran Rupiah dengan aset seperti fasilitas simpan pinjam bermodal dua milyar rupiah, proyek peternakan sapi, ayam dan ikan, supermarket bertingkat serta sebuah pusat wisata agro yang sangat populer, terletak di tengah perkebunan kelapa sawit.
Dibalik semua kesuksesan tersebut, ada ketokohan Setiyana. Mantan transmigran dan petani kelapa sawit dari Jawa tersebut kini sedang memimpin KUD Tani Subur untuk masa jabatan ketiga kalinya. Keberhasilannya juga telah membuatnya terpilih dua kali sebagai anggota DPRD Kotawaringin Barat.
Sebagai pengelola koperasi, Setiyana dengan cepat menangkap betapa menguntungkannya bila perkebunan kelapa sawit rakyat dikelola dengan baik. Ia didekati lembaga riset Inovasi Bumi (INOBU) di akhir tahun 2015, dan pada tahun 2017 KUD yang dipimpinya sudah mampu memperoleh sertifikasi keberlanjutan dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) maupun dari Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Saya pikir, ini sangat menguntungkan bagi petani. Petani akan dapat belajar cara budidaya kelapa sawit yang baik,” ujarnya baru baru ini, ditengah kunjungan media ke pusat rekreasi agro wisatanya di Pangkalan Tiga PO dan INOBU. Perjalanan mencapai keberlanjutan ini tidaklah mudah dan Setiyana mengatakan bahwa tantangan terbesar yang dihadapinya adalah bagaimana membujuk petani swadaya kelapa sawit lainnya bahwa keberlanjutan akan banyak membawa manfaat bagi mereka.
Dan manfaatpun mengalir setelah koperasi dengan 190 anggota saat itu, memperoleh sertifikasi RSPO dan ISPO di tahun 2017. Suparjo, seorang anggota aktif dari koperasi ini mengatakan kepada The Palm Scribe pada kesempatan yang sama, bahwa produksi perkebunan kelapa sawitnya meningkat dari paling banyak satu ton per hektar per bulannya, menjadi 1,5 ton.
Direktur RSPO Indonesia Tiur Rumondang menekankan bahwa pemilihan KUD Tani Subur untuk program sertifikasi ini tidak dilakukan begitu saja.
“Saya lihat ada dua komponen penting dalam menentukan apakah sebuah kelompok atau daerah layak untuk disertifikasi RSPO, dengan menggunakan pendekatan jurisdiksi,” ujar Tiur. Pertama, apakah kelompok tersebut tidak memiliki permasalahan terkait legalitas petani mereka dan apakah pemerintahan daerah setempat dapat memberikan dasar hukum bagi lahan petani swadayanya. Kedua, adalah apakah terdapat tokoh pemimipin dalam kelompok atau daerah tersebut.
“Kedua faktor ini dapat kita temui di KUD Tani Subur,” jelasnya.
Walaupun KUD ini sudah mampu bertahan dan memperkuat keuangannya dengan praktek koperasi seperti biasanya, baru setelah Setiyana menjadi pengelolanya di tahun 2017, koperasi ini mulai melihat perkembangan pesatnya menjadi bisnis yang layak dan berhasil.
Aset KUD Tani Subur kini mencapai sekitar 15 milyar rupiah, jelas Setiyana, sambil menambahkan bahwa lebih penting lagi, koperasi mampu menyediakan lapangan kerja yang layak bagi masyarakat setempat.
“Kami bahkan menarik para pemuda yang sudah selesai sekolahnya dan menjadi sarjana, untuk pulang ke desa dan bekerja untuk kami,” tambahnya.
Di tahun 2014, KUD mulai mengembangkan peternakan sapi terintegrasi, dengan pakan ternaknya dihasilkan dari sampah perkebunan kelapa sawit. Kotoran sapi kemudian juga digunakan kembali untuk memupuk perkebunan. Dari 50 sapi pada awalnya, kini jumlah ternaknya sudah mencapai 200 ekor. Program ini juga membuka pelatihan pengelolaan peternakan sapi terintegrasi bagi siapapun yang tertarik.
Toko swalayan berlantai dua milik koperasi terlihat menonjol di tepi jalan raya yang melalui Pangkalan Tiga. Toko senilai tiga milyar Rupiah ini melayani tidak saja penduduk desa, tetapi juga dari desa-desa di sekitarnya.
“Kenapa duit musti disimpan? Harus diputar. Kami hampir tidak punya uang di bank, karena semuanya diputar lagi,” ujar Setiyana.
Dengan ketajaman insting bisnisnya, Setiyana mampu mengendus kesempatan emas dari ketiadaan sarana rekreasi keluarga di kabupatennya, sehingga di tahun 2016 ia mendorong KUD untuk membangun sebuah pusat rekreasi dan pendidikan agrowisata di desanya dengan menggunakan lahan di atas rawa yang tak produktif ditengah-tengah perkebunan kelapa sawit anggota koperasi.
Pusat rekreasi keluarga yang diresmikan tahun 2017 ini, memiliki beberapa kolam renang, danau buatan dengan perahu sewaan, tempat pemancingan, berbagai fasilitas outbond, penyewaaan motor mini, restoran, dan sebagainya. Sarana rekreasi tersebut telah berhasil menyumbang 2,2 milyar Rupiah kepada kas KUD tahun lalu.
“Kita sedang merencanakan membuat pusat kuliner dengan masakan tradisional desa, dan juga akan membangun penginapan. Banyak orang datang belajar ke sini, kenapa mereka harus tinggal di tempat yang jauh, mereka akan dapat tinggal di sini,” tegas Setiyana.
Heni Martanila, seorang staf keberlanjutan INOBU yang sudah terlibat dengan KUD Tani Subur semenjak pendekatan awalnya, mengatakan bahwa Setiyana dengan keberhasilahnya, juga telah mampu mendorong kelompok petani lainnya di desa desa sekitarnya untuk juga berusaha mendapatkan sertifikasi RSPO.
“Kami diundang Setiyana untuk ikut,” ujar Jaka Suherman, pengelola Pusat Pelayanan Teknis di desa tetangga, Pangkalan Dewa. Ia mengatakan organisasi petaninya juga telah mengikuti proses sertifikasi RSPO dan tak lama lagi akan mendapatkannya. Jaka mengatakan ia juga menyadari keuntungan memperoleh sertifikasi tersebut dengan mengatakan bahwa “Kok bagus sekali, menjaga keseimbangan antara bagaimana kita menggunakan alam dan bagaimana menjaga keseimbangan alam.”
Setiyana menekankan bahwa banyak pihak yang turut berperan dalam sertifikasi dan keberhasilan koperasinya, Ia menyebutkan INOBU dan RSPO, perusahaan kelapa sawit, anggota KUD dan juga pemerintah, juga terutama pemerintahan daerah.
Masalah legalitas lahan merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi petani swadaya kelapa sawit di kebanyakan daerah lainnya di Indonesia.
“Kalau pemerintah daerah memberikan dukungan, ini akan dapat mempercepat (sertifikasi). Di sini, Pak Camat mau memberikan tanda tangannya dimana saja dan tidak pernah minta uang. Jadi masalah STDB selesai,” ujar Setiyana merujuk kepada Surat Tanda Daftar Budidaya perkebunan, yang merupakan keharusan dalam proses sertifikasi keberlanjutan.
Sementara Itu Tiur dari RSPO menekankan bahwa perjalan KUD Tani Subur baru saja mulai dan ia masih harus menghadapi ujian, yaitu bagaimana dapat melalui lima tahun pertama sebelum siklus sertifikasi berikutnya.