The Palm Scribe

Kredibilitas UE Dipertanyakan Terkait Status Minyak Kedelai

Mantan Direktur Eksekutif Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (CPOPC) Mahendra Siregar mengatakan pada hari Senin (4/2) bahwa keputusan Uni Eropa menyatakan bahwa minyak kedelai termasuk kelas minyak nabati berisiko rendah terkait Konversi Pengunaan Lahan Tak Langsung (ILUC) adalah tanpa pembanding ilmiah, merongrong kredibilitas organisasi itu.

Siregar yang meninggalkan posisinya di CPOPC akhir tahun lalu dan kini diangkat menjadi dutabesar Indonesia di Amerika Serikat, mengatakan bahwa UE masih harus menghasilkan Delegate Act, yang akan memungkinkan negara anggota UE untuk melaksanakan Direktif Energi Terbarukan (RED II). Ia juga masih harus mengeluarkan penjelasan mengenai bagaimana mengukur resiko minyak nabati terkait dengan ILUC.

“Saat Delegate Act ini ditunda, ada kebijakan dari UE untuk sudah mengklasifikasikan minyak kedelai dari Amerika Serikat sebagai berisiko rendah. Ini mengundang pertanyaan lebih jauh kebijakan ini tak disandingkan secara ilmiah tetapi sudah diputuskan lebih dahulu,” ujar Siregar. “Itu semakin menggerus kredibilitas ILUC dan RED dalam menilai apakan suatu minyak nabati berisiko tinggi atau rendah,” imbuhnya.

Dalam revisi RED II oleh Komisi Eropa terdapat ketentuan menghilangkan secara bertahap hingga tahun 2030 pengunaan biofuel yang dihasilkan dari sumber yang berisiko ILUC tinggi. Komisi seharusnya direncanakan mengeluarkan kriteria spesifik untuk menggolongkan biofuel berisiko ILUC yang tinggi atau rendah tetapi sampai sekarang hal itu belum dilakukannya,

Ketika mendebat revisi RED II, UE berargumentasi bahwa ada bukti kuat bahwa kelapa sawit harus digolongkan sebagai sumber minyak berisko ILU tinggi. RED II bertujuan menghentikan penggunaan tanaman penghasil minyak yang menyebabkan deforestasi dalam program bahan bakar transportasinya pada tahun 2030. Pegiat lingkungan menuduh perkebunan kelapa sawit, termasuk di Indonesia, sebagai penyebab deforestasi hutan tropis besar besarnya dan mengancam kehidupan binatang yang dilindungi seperti harimau, orangutan dan gajah,

CPOPC telah mengatakan bahwa konsep ILUC merupakan konsep UE dan Amerika Serikat dan tidak diterima luas oleh dunia sebagai pendekatan atau standar menilai dampak ILUC pada perubahan iklim. Dewan juga menganggap ILUC bukalah norma internasional yang dapat digunakan negara produsen minyak kelapa sawit untuk mendasari kebijakan lingkungan mereka.

Siregar mengatakan bahwa keputusan UE mengenai minyak kedelai bersifat “Politis” dan negara produsen minyak sawit akan mempertimbangkan hal ini ketika mengankat masalah kebikakan UE ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Indonesia telah mengatakan bahwa ia berniat membataw RED II UE ini ke WTO denhgan alasan bahwa rencana UE untuk mengekang penggunaan tanaman yang mendorong deforestasi akan menargetkan minyak kelapa sawit secara tidak adil.

Share This