Indonesia memiliki lahan gambut seluas 14.9 juta hektare, tersebar terutama di Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Lahan gambut merupakan lahan yang tidak subur atau lahan sub optimal karena pH tanah rendah dan kandungan unsur-unsur hara makro dan mikro rendah. Oleh karena itu, tanah gambut sebenarnya sulit ditanami dengan tanaman pertanian, kecuali tanaman yang bisa tumbuh pada lahan miskin, yaitu kelapa sawit, karet, dan akasia.

Pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman kelapa sawit telah banyak dilakukan oleh perusahaan dan petani karena kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada lahan gambut asalkan dikelola dengan baik. Pengelolaan lahan gambut paling sedikit harus memerhatikan beberapa cara yang berbeda dengan tanah mineral seperti pembenahan fisik tanah, manajemen air, pemupukan, dan pemilihan varietas.
Pembenahan fisik tanah dilakukan dengan memerhatikan ketebalah gambut. Paling baik kelapa sawit ditanam pada lahan gambut yang tipis yaitu ketebalannya kurang dari 50 cm. Pada lahan gambut seperti itu perlakuan fisik tidak perlu dilakukan. Jika lahan gambutnya lebih dari 50 cm, maka gambut perlu dipadatkan agar gambut dapat menahan beban batang kelapa sawit sehingga tanaman kelapa sawit tidak condong.
Pemadatan dapat dilakukan dengan menggunakan alat berat pemadat tanah. Perlakuan lain yang dapat dilakukan agar tanaman tidak condong adalah dengan menambahkan tanah mineral pada lubang tanam kelapa sawit. Tanah mineral dicampur dengan tanah gambut di lubang tanam bibit kelapa sawit.
Manajemen air pada lahan gambut sangat penting untuk pengaturan air agar tanaman tidak tergenang atau kekurangan air. Hal ini perlu dilakukan mengingat tanah gambut biasanya berada pada daerah yang rendah yang rawan banjir di musim hujan dan terjadi kekeringan di musim kemarau.
Gambut memiliki kapilaritas yang besar sehingga gambut cepat kering dan air tanah sulit naik ke atas sampai permukaan tanah. Untuk menjaga tanah tetap lembab, maka pengaturan kedalaman muka air tanah menjadi kuncinya. Caranya dengan mempertahankan ketinggian muka air tanah pada saluran drainase. Menjaga ketinggian muka air sekitar 60 cm pada saluran drainase merupakan hal yang penting agar tanaman kelapa sawit tetap memperoleh air sepanjang tahun. Pemasangan pintu-pintu air pada ujung saluran drainase menjadi sangat penting untuk mengatur ketinggian muka air pada saluran. Pada musim hujan pintu air dibuka dan pada musim kemarau pintu air ditutup rapat-rapat.
Teknik pemupukan juga sangat diperlukan mengingat gambut merupakan tanah yang miskin unsur hara. Pemupukan perlu dilakukan dengan pemupukan pupuk makro dan mikro yang cukup. Pupuk kalium, fosfor, nitrogen, magnesium, dan boron merupakan pupuk yang penting.
Komposisi pupuk yang diberikan tergantung umur tanaman. Pada tanaman yang belum menghasilkan buah, pupuk N perlu diberikan lebih banyak. Setelah berbuah, pupuk, K dan P perlu lebih banyak. Pupuk mikro terutama boron perlu diberikan mengingat gambut sangat miskin unsur mikro.
Pada tanaman muda termasuk saat pembibitan, penambahan bahan humat yang disemprotkan pada tanah di sekitar tanaman menjadi penting untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Bahan humat mengandung hormon pertumbuhan.
Terakhir, teknik memilih varietas dengan batang tanaman lebih pendek agar tanah gambut lebih mampu menopang pokok pohon agar tidak miring. Saat ini banyak perusahaan bibit sawit yang menawarkan bibit dengan varietas baru. Perlu dipilih bibit dengan ciri-ciri memiliki produksi tinggi dan batangnya pendek. Batang pendek akan mengurangi peluang batang menjadi miring di tanah gambut.
Saat ini produksi sawit oleh petani di lahan gambut umumnya masih rendah sekitar 10-15 ton/ha/tahun. Padahal produksi sawit oleh perusahaan di lahan gambut sudah tinggi sampai 20-30 ton/ha/tahun.
Rendahnya produksi para petani kelapa sawit di lahan gambut umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan modal sehingga tidak mengetahui jika menanam sawit di lahan gambut perlu perlakuan khusus. Jika petani sulit menerapkan cara bertanam kelapa sawit di lahan gambut, maka bergabung dengan perusahaan inti menjadi salah satu alternatif. Dengan bergabung menjadi petani plasma, maka setelah mengikuti manajemen perusahaan sawit yang juga menanam sawit di lahan gambut akan dapat memperoleh keuntungan lebih besar karena produksinya akan meningkat.
Indonesia beruntung dengan berkembangnya tanaman kelapa sawit. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah asalkan curah hujan mencukupi yaitu lebih dari 2500 mm/tahun. Dengan produksi rata-rata 20-25 ton/ha/tahun berarti Indonesia mampu menghasilkan CPO 4 ton/ha/tahun. Angka tersebut jauh melebihi produksi minyak nabati komoditas lainnya seperti kedelai atau rapeseed yang hanya kurang dari 0.5 ton/ha/tahun.
Tingginya produksi sawit menyebabkan negara-negara penghasil minyak yang merasa tersaingi dengan minyak sawit dari Indonesia sering berkampanye negatif terhadap minyak sawit. Cara tidak langsung dari kampanye tersebut adalah dengan memberikan opini sangat negatif memanfaatkan gambut Indonesia untuk kelapa sawit.
Penulis: Dr Ir Suwardi, M.Agr, Staf Pengajar dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Industri Perhutanan? Kunjungi The Forest Scribe.
Subscribe to our newsletter
Stay on top of the industry's news because your informed opinion matters to the palm oil industry.
Thank you for your subscription!
We promise to respect your privacy.
bagaimana dosis pemupukan utk lahan semi gambut , bila hendak menggunakan pupuk majemuk