The Palm Scribe

Lucunya Orangutan Membawa Mereka ke Balik Jeruji

Mama Lasa and Yasmin sedang berinteraksi sesaat setelah dibebaskan dari kandang

Setelah melewati perjalanan panjang yang melelahkan dengan truk dan perahu di panas tropis yang menyengat, enam orangutan akhirnya dilepaskan dari kukungan kandang dan untuk pertama kalinya bisa merasakan kebebasan berayun dari satu pohon ke pohon lainnya di sebuah pulau berhutan di Kalimantan Tengah.

Untuk Moncos, Yasmin, Manis, Caesar, Pepsi, dan Mama Lasa – keenam orangutan tua tersebut – Pulau Salat di kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah akan menjadi tempat mereka merasakan kebebasan setelah bertahun-tahun hidup di penangkaran, dan pulau yang terletak di confluence (tempat bertemunya dua sungai) sungai Kahayan dan Nusa kemungkinan besar akan menjadi tempat tinggal permanen mereka.

Keenam spesies yang terancam punah yang telah diselamatkan oleh Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) sayangnya telah begitu bergantung pada manusia dan kehilangan keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat bertahan hidup di alam bebas karena sudah menjadi binatang peliharaan terlalu lama. Dalam istilah konservasi, keenam orangutan tersebut berada di bawah kategori unreleasable (tidak dapat dilepas-liarkan ke alam bebas).

“Banyak orang yang merasa bayi orangutan itu lucu sehingga mereka mengambil dan memelihara mereka, tanpa memikirkan bahwa mereka bukan hewan peliharaan … bagaimanapun juga, ada alasan mengapa Tuhan menciptakan mereka di hutan,” CEO BOSF Jamartin Sihite berkata.

Menurut Sihite, di alam liar, orangutan akan belajar keterampilan bertahan hidup dari induk mereka dan akan mampu menjaga diri setelah berusia tujuh tahun. Namun, jika mereka diambil saat masih bayi, mereka akan kehilangan masa pembelajaran alami ini dan menjadi tidak berdaya hidup di alam liar.

“BOSF harus merehabilitasi orangutan tersebut sehingga mereka akan perlahan-lahan belajar untuk menjaga diri sendiri. Jika tidak, mereka tidak akan bertahan hidup di alam liar,” katanya.

Tidak seperti beberapa orangutan lain yang berhasil diselamatkan dari penangkaran, Moncos dan lima orangutan lainnya tidak dapat lagi menjalani proses rehabilitasi panjang karena mereka sudah terlalu tua. Membebaskan mereka ke alam liar jelas bukanlah pilihan karena mereka tidak mampu bertahan hidup sendiri dan, oleh karena itu, mereka hanya dapat dilepaskan dalam lingkungan hutan yang diawasi.

Moncos bermain di pepohonan

Moncos, misalnya, mengalami dehidrasi, lemah, dan kurang gizi ketika BOSF menemukannya dirantai di pohon dan sudah berusia 17 tahun ketika diselamatkan. Padahal, masa hidup orangutan adalah 35 dan 45 tahun.

Pulau Salat memungkinkan mereka untuk hidup bebas di daerah yang mudah dipantau dan hal ini menjadi mungkin karena terjalinnya kemitraan antara BOSF dan PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS), grup perusahaan penghasil kelapa sawit yang, atas dasar keyakinan bahwa komitmen dan tanggung jawab yang penuh diperlukan untuk konservasi orangutan.

Secara keseluruhan, Pulau Salat mencakup 3.419 hektar dan melalui kemitraan dengan SSMS, area yang dikelola oleh BOSF bisa diperluas hingga lebih dari 2.000 hektar dan sekarang dapat menampung 100-200 orangutan. Tempat ini cocok untuk area hutan pra-pelepasliaran yang dapat mendukung proses akhir dari program rehabilitasi karena memiliki hutan alami yang utuh, terisolasi dari daratan sepanjang tahun, tidak memiliki populasi orangutan liar, dan adanya makanan orangutan yang cukup. Daerah-daerah ini juga memiliki potensi untuk menjadi tempat perlindungan orangutan jangka panjang, seperti Moncos dan lima sahabatnya yang tidak dapat dilepasliarkan tetapi layak untuk hidup bebas di daerah yang dapat dengan mudah dipantau.

SSMS Head of Sustainability Directorate Deuxiemi (Desi) Kusumadewi mengatakan bahwa SSMS berkomitmen untuk berpartisipasi dalam upaya mempertahankan kehidupan orangutan yang merupakan hewan asli Kalimantan. “Kami menyadari pentingnya upaya konservasi habitat dan ekosistem dan, oleh karena itu, kami memiliki misi untuk mewujudkan potensi penuh minyak sawit dengan menggunakan keuntungan yang didapatkan dari bisnis kami, untuk pembangunan berkelanjutan global yang mencakup, antara lain, konservasi orangutan. Kami menyediakan ribuan hektar lahan, serta infrastruktur konservasi seperti platform, bangunan, dan kanal yang dibutuhkan yang memisahkan pulau. ”

Kemitraan yang terlihat tidak lumrah antara perusahaan swasta dan LSM lingkungan memperlihatkan bahwa rehabilitasi orangutan tetap menjadi prioritas utama bagi banyak pihak, serta bagaimana upaya rehabilitasi orangutan begitu rumit dan menghabiskan banyak uang yang tentu tidak bisa ditanggung oleh satu individu atau organisasi saja. Upaya bersama adalah satu-satunya cara untuk menciptakan nilai yang berarti pada tahun-tahun mendatang.

Indonesia memiliki jumlah spesies terancam punah paling tinggi, menurut orangutan.org, dan orangutan hanyalah salah satu dari banyak spesies di hutan Indonesia yang terancam punah. Orangutanssp.org memperkirakan populasi orangutan Kalimantan di alam liar setidaknya ada 78.500 ekor.

Data tersebut juga menunjukkan penurunan populasi yang diproyeksikan lebih dari 55 persen pada tahun 2025. World Conservation Union (IUNC) bahkan telah memasukkan orangutan ke dalam daftar 25 spesies primata yang paling terancam punah. Selain itu, fakta bahwa BOSF di Nyaru Menteng mengurus sekitar 385 orangutan yatim piatu atau terlantar, hasil dari penyitaan dan penyelamatan bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah (BKSDA), menggambarkan betapa rapuhnya kehidupan orangutan.

Lebih banyak orang perlu memahami bahwa meskipun bayi kera besar dengan kemampuan kognitif tinggi itu menggemaskan, mereka bukanlah untuk dimiliki dan dirantai. Orangutan harus hidup di alam liar sebagaimana seharusnya.

Share This