Uni-Eropa (UE) akan menghapus pengenaan pajak masuk anti-dumping sebesar 8,8% sampai 23,3% untuk produk biodiesel Indonesia terhitung sejak 16 Maret 2018. Hal ini disebabkan karena Indonesia menang atas gugatan banding di Mahkamah Uni –Eropa.
Dirjen Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan menjelaskan para pengusaha dapat melakukan kegiatan ekspor biodiesel tanpa adanya biaya tambahan bea masuk di Eropa. “Para pelaku usaha bisa kembali mengekspor biodiesel tanpa ada tambahan BMAD. Sedangkan untuk produsen yang tidak mengajukan gugatan ke pengadilan lokal di UE menunggu implementasi hasil keputusan panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO,” ujarnya dalam siaran pers terbaru Kementerian Perdagangan.

Kemenangan Indonesia terhadap UE kali ini merupakan yang kali kedua serta kelanjutan dari gugatan pada January lalu juga dimenangkan Indonesia terkait anti-dumping biodiesel.
Indonesia memenangkan gugatan ini sebab, pertama, UE tidak menggunakan data yang telah disampaikan oleh eksportir Indonesia dalam menghitung biaya produksi. Kedua, UE tidak menggunakan data biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan nilai normal untuk dasar penghitungan margin dumping. Ketiga, UE menentukan batas keuntungan yang terlalu tinggi untuk industri biodiesel di Indonesia. Keempat, metode penentuan harga ekspor untuk salah satu eksportir Indonesia tidak sejalan dengan ketentuan. Kelima, UE menerapkan pajak yang lebih tinggi dari margin dumping. Keenam, UE tidak dapat membuktikan bahwa impor biodiesel asal Indonesia mempunyai efek merugikan terhadap harga biodiesel yang dijual oleh industri domestik UE.
Dampak dari tuduhan dumping oleh UE sebelumnya membuat nilai ekspor biodiesel Indonesia pada tahun 2015 sempat hanya sebesar USD 68 juta, menurun secara drastis apabila dibandingkan dengan sebelum Indonesia terkena isu dumping pada tahun 2011, yaitu sebesar USD 1,4 miliar. Kedepannya ekspor biodiesel Indonesia diperkirakan naik mencapai USD 1,7 miliar pada tahun 2022.
Kemenangan ini juga memberikan sinyal positif terhadap perkembangan tren pasar sawit di Asia, khususnya Malaysia. Terhitung sejak Rabu (21/3) kuota ekspor sawit Malaysia pada Maret terhitung meningkat 15,3% menjadi 913.091 ton dari 791.992 ton. Selain itu Malaysia juga mulai memberanikan diri untuk mematok pajak ekspor sebesar 5% setelah membekukan pajak ekspor sawit semenjak Januari 2018.
Selain berdampak terhadap pasar sawit regional, hal ini membuat posisi Indonesia semakin kuat untuk kembali memasuki pasar di Eropa. “Kemenangan ganda ini juga memberikan peluang yang besar bagi ekspor biodiesel Indonesia untuk kembali bersaing di pasar UE,” jelas Oke kembali.