Indonesia menyambut baik usaha International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah jaringan lingkungan yang berpusat di Swiss, yang telah mengumpulkan data mengenai semua tanaman penghasil minyak di dunia, termasuk kelapa sawit, sehingga dapat menghasilkan landasan yang kuat bagi pembuat kebijakan dalam memasok minyak nabati untuk memenuhi kebutuhan global yang terus meningkat.
“Saya kira studi ini suatu permulaan yang bagus untuk kemudian melahirkan pemahaman yang lebih baik bagi berbagai pihak yang dewasa ini ada upaya untuk melakukan kampanye-kampanye yang tidak benar,” Menteri Koordinator bidang Perekoniomian Darmin Nasution berbicara kepada wartawan setelah menerima buku laporan mengenai hasil studi IUCN di kantornya pada hari Senin (4/2).
Nasution mengatakan bahwa kelapa sawit telah menjadi bulan bulanan kritik dan serangan dari berbagai pihak, yang kebanyakan menuduh komoditi ini sebagai biang deforestasi serta mengancam keanekaragaman hayati.
“Studi ini kita anggap berusaha agar seimbang, tidak mengikuti irama yang sekedar mencari-cari kesalahan dari kelapa sawit tetapi berupaya menunjukkan kelebihan, kekurangan dan apa hal-hal yang bisa ditempuh oleh berbagai negara, termasuk Indonesia dalam soal pemenuthan minyak nabati dunia” ujarnya.
“Ini baru permulaan,” imbuh Nasution dengan menambahkan lagi bahwa “kita memerlukan dialog, dan dalam dialog ini, kami melihat studi ini sebagai permulaan.” sambil menambahkan bahwa studi lebih lanjut masih diperlukan untuk memperoleh pengertian yang lebih baik, detail dan mendalam.
Darmin Nasution mengatakan bahwa untuk menghasilkan satu ton minyak nabati, kelapa sawit hanya membutuhkan lahan 0,26 hektar sedangkan rapeseed 1,34 hektar, bunga matahari 1,43 hektar dan kedelai bahkan dua hektar.
“Artinya apa? Dengan memahami bahwa kebutuhan minyak nabati dunia masih akan meningkat terus 2030, 2040, 2050, itu kalau kelapa sawit misalnya tak ditambah luasnya maka akan dibutuhkan lahan luas sekali untuk memenuhi minyak nabati jenis lainnya. Kerena itu, ini bukan solusi yang bias dipikul dunia,” ujar Nasution.
Peneliti Eric Meijaard, salah satu anggota utama gugus tugas IUCN yang menulis laporan ini mengatakan bahwa walaupun analisa situasi dilakukan terhadap semua tanaman penghasil minyak, studi ini fokus kepada kelapa sawit dalam konteks konservasi keanekaragaman hayati.
Meijaard mengatakan bahwa kelapa sawit hanyalah sebuah tanaman, tetapi sebagai penghasil minyak sawit, ia sangat produktif dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya. Ia menambahkan, bertentangan dengan salah paham yang sudah tersebar selama ini, hasil pendahuluan dari studi IUCN memperlihatkan bahwa kelapa sawit hanya menyebabkan satu persen dari deforestasi yang terjadi di dunia ini.
“Kami akan terus melakukan upaya hingga studi lebih lanjut dapat dilakukan sehinga pemahaman yang positif dapat dicapai diantara berbagai negara di dunia, terutama dalam hal minyak kelapa sawit dan segala aspeknya,” ujarnya.
Meijaard mengatakan bahwa walaupun studi ini adalah mengenai semua tanaman penghasil minyak nabati, namun fokus utamanya adalah kelapa sawit dan dampaknya untuk keanekaragaman hayati dan lingkungan, serta bagaimana sebenarnya komoditi ini bila dibandingkan dengan berbagai tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
“Kita perkirakan kebutuhan (minyak nabati) akan berada pada kisaran 310 megaton di tahun 2050, sementara produksi sekarang di 265 megaton. Sehingga muncul pertanyaan global yang sangat penting, yaitu bagaimana dapat dihasilkan begitu banyak minyak pada lahan yang terbatas,” ungkap Meijaard.
“Kalau ingin melarang minyak kelapa sawit, berhati-hatilah. Dengan meniadakan kelapa sawit, justru akan diperlukan jauh lebih banyak lahan untuk tanaman,” ujarnya.
Meijaard mengakui bahwa budidaya kelapa sawit tidak bebas dari kesalahan dan jelas ada dampaknya pada keanekaragaman hayati hutan, tetapi ia juga menambahkan bahwa melalui rangkain studi ini ”Apa yang kami lakukan adalah meletakkan fakta diatas meja. Apa yang kami coba lakukan adalah menjadi suara yang netral, ilmiah dan objektif.”
Sebelumnya, Meijaard mengatakan kepada The Palm Scribe bahwa gugus tugas IUCN kini sedang memetakan semua lahan yang ditanami kelapa sawit di dunia dengan bantuan satelit. Dengan mengurangi luas konsesi perusahaan diharapkan dapat diperoleh luasan kebun kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat atau petani kecil.
“Jika segalanya berjalan baik, kita akan dapat hasilnya dalam tahun ini juga,” tutupnya.