The Palm Scribe

IRAI: Tidak Benar Ekspansi Kelapa Sawit di Balik Kebakaran Hutan

Dalam sebuah diskusi tentang kebakaran hutan yang diadakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga pemerintah serta sektor swasta di Jakarta pada Selasa (8/10), Independent Research and Advocacy Institute (IRAI) mengatakan bahwa harga dunia untuk komoditas kelapa sawit saat ini tidak memberikan insentif bagi perusahaan untuk memperluas perkebunan mereka.

“Saat ini, tidak ada insentif bagi perusahaan untuk membuka lahan baru karena CPO (minyak sawit mentah) benar-benar rendah berdasarkan harga pada 2017,” kata pendiri IRAI Lin Che Wei dalam presentasi yang diperoleh The Palm Scribe.

Che Wei menunjukkan bahwa pemerintah pada tahun 2018 telah memberlakukan moratorium konsesi kelapa sawit baru dan  data menunjukkan tidak ada lonjakan dalam pembelian bibit yang seharusnya menjadi perhatian jika pembukaan lahan itu adalah untuk perkebunan baru.

Data dari LMC International yang dikutip dalam presentasi menunjukkan bahwa meskipun penjualan benih memang meningkat dari sekitar 75.000 pada 2016 menjadi sekitar 90.000 pada 2018, kenaikan tipis itu disebabkan oleh program penanaman kembali yang intensif oleh pemerintah di sektor kelapa sawit. Menurut data, penjualan bibit pada tahun 2019 bahkan tidak sampai setengah dari tahun 2008.

Dalam presentasi, Che Wei menyalahkan individu di luar area konsesi, dengan mengatakan data menunjukkan bahwa deforestasi melambat setelah sempat memuncak pada 2015 ketika kebakaran hutan dan tanah terjadi dengan hebat.

“Faktanya adalah, sebagian besar pembakaran lahan yang telah terjadi berada di luar konsesi perusahaan dan dilakukan oleh individu untuk tujuan perladangan berpindah,” katanya.

Che Wei juga mengatakan bahwa saat ini sanksi terhadap pembukaan lahan menggunakan api sudah sangat keras, termasuk penyitaan tanah, denda, pengejaran pidana dan potensi pencabutan izin, yang menimbulkan disinsentif lebih lanjut.

Data nasional menunjukkan bahwa pada tahun 2015 deforestasi mencapai 1,1 juta hektar, secara bertahap menurun menjadi 0,63 juta hektar pada 2016, lalu 0,48 juta hektar pada 2017 dan 0,44 juta hektar pada tahun lalu.

Global Forest Fire Watch yang memantau kebakaran hutan dan tanah secara langsung di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, juga menunjukkan bahwa sebagian besar kebakaran terjadi di luar area konsesi. Pemetaan kebakaran secara real-time yang menggunakan NASA Fire Information untuk Sistem Manajemen Sumber Daya (FIRMS) di dekat data kebakaran aktif (NRT) dari satelit MODIS dan VIIRS untuk memetakan lokasi kebakaran juga menyatakan hal serupa.

Dikatakan bahwa pada periode 1-8 Oktober, ada total 15.196 peringatan kebakaran dengan Kabupaten Sumatra Selatan, Ogan Komering Ilir, yang menduduki puncak daftar dalam hal jumlah kebakaran di 1.114 kejadian. Selama periode itu, dikatakan bahwa 20 persen dari kebakaran berada di hutan primer tetapi tidak ada yang berada di kawasan hutan yang utuh.

Peringatan kebakaran pada periode itu berada di area perkebunan kelapa sawit, tetapi tidak satupun yang berada di konsesi anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Dari sebagian besar peringatan kebakaran di konsesi kelapa sawit, 624 kebakaran berada di konsesi yang bukan milik kelompok perkebunan besar kelapa sawit. Sebanyak 101 kebakaran lainnya ditemukan di konsesi milik tujuh kelompok kelapa sawit.

Share This