Seiring pentingnya peran petani swadaya dalam sektor kelapa sawit di Indonesia, membuat usaha untuk menarik mereka kedalam praktik keberlanjutan juga menjadi tantangan, namun diperlukan kejelasan mengenai manfaat yang akan mereka peroleh agar mereka mau bergabung, demikian ujar seorang pegiat yang memiliki segudang pengalaman dalam membantu petani mendapatkan sertifikasi.
“Membangun kesepakatan dengan petani adalah hal yang tersulit, karena biasanya mereka akan tanya tentang manfaat terlebih dahulu. Manfaat yang sering mereka tanyakan adalah apakah harga TBS akan berubah jika mereka bersertifikat,” ujar Rukaiyah Rafiq, direktur Yayasdan Setara jambi yang aktif mengadakan pendampinang kelembagaan petani swadaya, termasuk di sektor kelapa sawit.

Petani kecil termasuk swadaya, mengelola lebih dari 42 persen luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Walaupun demikian produktivitas kebun mereka umumnya masih sangat rendah dikarenakan terbatasnya akses mereka kepada pembiayaan, pengetahuan dan praktik bertanam yang berkelanjutan, bantuan keahlian teknis serta infrastruktur dan fasilitas yang diperlukan untuk dapat berkebun secara berkelanjutan.
Fitrian Ardiansyah, Direktur Inisiatif Dagang Hijau (IDH) Indonesia yang merupakan salah satu organisasi pendamping bagi petani dari UD Lestari di Sumatra Utara dalam menggaet sertifikasi RSPO, mengatakan bahwa peran petani kecil swadaya sangat penting dalam pencapaian keberlanjutan di sektor kelapa sawit.
“Industri minyak sawit berkelanjutan dimulai dari petani,” ujarnya pada The Palm Scribe.
Ia juga mengatakan bahwa salah satu manfaat nyata yang dapat diharapkan dari sertifikasi ini adalah peningkatan produktivitas kelapa sawit petani kecil swadaya, yang umumnya masih sangat rendah.
Selama ini Setara Jambi telah membantu enam kelompok petani dengan bebagai model kelembagaan di Jambi dan Sumatera Selatan. Dua kelompok petani di Jambi tadinya merupakan petani pemula yang belum memiliki ikatan organisatoris sehingga Setara harus membantu mereka berorganisasi terlebih dahulu. Satu kelompok memilih mendirikan Gapoktani sementera yang satunya lagi mendirikan Forum Petani. Sementara itu, di Sumatera Selatan petaninya sudah berhimpun dalam empat koperasi.
Menurut Rafiq, ke enam kelompok petani tersebut mencakup sekitar 1.478 petani yang mengolah lahan dengan luas mencapai 2.631 hektar. Rata-rata tiap petani memiliki lahan seluas dua sampai empat hektar.
Ke enam kelompok petani ini kini merupakan diantara sedikit kelompok petani yang sudah menerima sertifikasi dari Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Perlunya insentif juga terlihat dari minat para petani yang sudah menerima sertifikasi RSPO untuk mendapatkan sertifikasi keberlanjutan lainnya seperti Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), dan International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).
“Sampai saat ini, skema ISPO belum dapat memberikan insentive seperti yang ada di skema RSPO.sehingga petani kurang berminat untuk ISPO. sementara untuk ISCC, juga kurang berminat, karena petani harus jual TBS ke perusahaan yang anggota ISCC,” sergah Rafiq.
Dibawah skema RSPO, para pembeli membayar harga premium bagi minyak kelapa sawit yang berasal dari perkebunan tersertifikasi, Walaupun harga ini diterima oleh perusahaan yang mengumpulkan dari petani dan memroses serta mengekspor minyak kelapa sawit, banyak perusahaan mengembalikan premium tersebut kepada petaninya dalam bentuk dana yang dapat dipergunatkan petani untuk meningkatkan ataupun melanggengkan praktik tanam keberlanjutan mereka,
Menurut Rafiq, para petani juga dapat menjual sertifikat RSPO melalui skema palm trace, dimana penjualan tersebut dilakukan secara virtual.
“Tentu saja kita harus berkerja sama dengan perusahaan terdekat agar usaha yang dilakukan petani untuk sertifikasi mendapatkan insentif dari pabrik terdekat,” terang Rafiq.
Manajer UD Jumadi, yang belum dapat segera dihubungi untuk komentar, mengatakan ketika menghadiri upacara penyerahan sertifikat RSPO bagi 63 petani sawit independen anggota UD Lestari, mengatakan bahwa selain harga premium, manfaat dari sertifikasi lainnya adalah praktik pertanian yang lebih baik, termasuk dalam penerapan pemupukan dan pestisida serta teknik pemanenan yang baik.
Yayasan Setara sendiri pada awalnya tidak memfokuskan diri kepada membantu petani kecil mendapatkan sertifikasi RSPO karena lebih folus kepada pendampingan kelembagaan petani swadaya setelah melihat kenyataan bahwa persoalan utama petani adalah karena lemahnya kelembagaan mereka, sehingga masalah seperti harga rendah, kualitas buah mendera mereka sementara dan posisi tawar tidak mereka miliki.
“Kami mendampingi petani sejak tahun 2008, dan baru tahun 2011 mencoba untuk membantu petani mengimplementasikan RSPO. Sertifikasi RSPO bagi kami hanya sekedar coba-coba, tapi ternyata petani dapat melakukannya. Tentu saja setelah melewati proses yang panjang dan pendampingan lapangan,” terang Rafiq.
Ia mengatakan bahwa Setara berkerja dengan beberapa pihak, yaitu pemerintah daerah baik propinsi dan kabupaten, karena mereka memiliki cukup kapasitas untuk membantu petani dalam kelembagaan. Selain dengan pemerintah Setara juga berkerja sama dengan perusahaan terdekat, terutama yang terkait dengan dukungan teknis dan pengetahuan.
Tak lupa pula, diperlukan kerjasama dari lembaga donor untuk membantu pembiayaan process sertifikasi yang bagi petani kecil, bukan jumlah yang sedikit.
Rafiq mengatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk memperoleh sertifikasi tergantung kesiapan kelembagaan dan kesiapan internal kelompok. jika lembaganya bagus, misalnya koeprasi, mungkin hanya butuh 1-2 tahun saja. Jika tidak ada kelompok, maka waktu yang dibutuhkan cukup lama, yaitu 3-5 tahun.
Tantangan juga tidak berhenti setelah petani berhasil tersertifikasi. “Hal yang paling sulit pasca mendapatkan sertifikat RSPO adalah mendorong petani untuk mempertahankan sertifikat, karena petani harus menjalankan semua aturan-aturan yang telah mereka bangun. Setiap tahun akan ada pengawasan dari lembaga auditor,” demikian ujarnya.
Audit juga berarti biaya lagi dan menurut Rafiq, beberapa petani menggunakan uang yang diperoleh dari menjuial sertifikat RSPO mereka untuk menutupo biaya audit tersebut.