Bertekad mengurangi konsumsi energy tidak terbarukannya, dan juga memberikan nilai ekonomis kepada limbah produksi, sebuah perusahaan telah menggunakan limbah cair dari pengolahan minyak kelapa sawitnya untuk memasok bahan baku kepada pabrik gas alam metana terkompresi (Bio-CNG) yang pertama bagi industri ini di Indonesia.
Pabrik yang dibangun oleh PT. Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSN) di Muara Wahau, Kalimantan Timur ini, mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent /POME) menjadi listrik dan bio-CNG, demikian ujar Teguh Triono, Sustainability Engagement Lead DSN Group.
“Ini adalah pabrik gas alam metana terkompresi, atau Bio-CNG yang pertama, khususnya bagi industri kelapa sawit di Indonesia,” ujar Teguh, yang mengantongi gelar Ph.D di bidang ekologi, evolusi dan sistematika dari Fakultas Botani & Zoologi Australian National University.
Dalam sebuah wawancara tertulis, Teguh mengatakan kepada The Palm Scribe bahwa pabrik beserta infrastruktur terkaitnya yang bernilai sekitar Rp 90 miliar itu yang selesai pembangunannya di bulan September lalu, mampu menghasilkan 1,2 MegaWatt listrik dan 280 meter kubik Bio-CNG per jam. Bio-CNG itu dikemas dengan aman dalam tabung gas demi memudahkan pengangkutan ke perkebunan-perkebunan perusahaan.
“Kami masih pada tahap commissioning. Kami telah sukses mencapai kapasitas optimal 280 m3/jam untuk pabrik Bio-CNG plant pada masa uji coba. Kami mengharapkan bahwa pabrik akan dapat beroperasi penuh menghasilkan listrik dan Bio-CNG pada akhir tahun 2020,” ujarnya.
Listrik dari generator gasnya digunakan untuk menjalankan Palm Kernel Crushing Plant (KCP) perusahaan di lapangan yang dahulunya bergantung kepada generator diesel untuk tenaganya.
Tabung gas Bio-CNG gas dibagikan ke beberapa lokasi di perkebunan-perkebunan perusahaan untuk menggantikan bahan bakar fosil yang biasanya digunakan generator listrik dan juga kendaraan transportasi.
“Kami memperkirakan bahwa kami dapat mengurangi penggunaan sekitar dua juta liter minyak diesel dalam setahunnya dari pembangkti tenaga listrik dan kendaraan,” Teguh mengatakan. “Yang lebih penting lagi, DSNG juga akan mengurangi emisi gas rumah kacanya sebesar sekitar 50.000 ton CO2 per tahun.”
Ia menambahkan bahwa pengurangan lebih dari 50.000 ton CO2 itu setara dengan menanam sekitar lebih dari 800.000 pohon atau menarik 11.000 unit kendaraan penumpang dari jalanan, atau mencegah 17.000 ton sampah dibuang dari tempat pembuangan sampah terbuka.
Secara tidak langsung, metana yang ditarik dari proses itu juga akan memperbaiki pengolahan limbah cair perusahaan dan karenanya mutu air yang dihasilkan karena terjadi penurunan g permintaan oksigen biologis. POME sendiri dianggap sebagai limbah cair yang sangat mencemari bila tidak diproses dengan baik.
“Pabrik ini tidak saja konsisten dengan konsep kami mengenai ekonomi sirkuler kelapa sawit, tetapi juga searah dengan komitmen lingkungan kami pada &Green, serta juga sertifikasi kami dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO),” kata Teguh.
Pabrik memiliki kapasitas mengolah POME dari pabrik kelapa sawit perusahaan sendiri yang dapat memproses 60 ton Tandan Buah Segar (TBS) sawit dalam sejamnya. Pabrik dengan kapasitas demikian biasanya dapat mengolah sekitar 360.000 ton TBS dan menghasilkan sekitar 300.000 meter kubik POME per tahun.
Tandan Buah Kosong (TBK) sawit yang dihasilkan perusahaan digunakan sebagai nutrisi bagi tanaman kelapa sawitnya di perkebunan, menggantikan penggunaan pupuk anorganik yang biasa diperlukan.
Teguh mengatakan bahwa DSNG juga berencana membangun pabrik serupa lagi.
“Ketika kami dalam tahap commissioning pabrik Bio-CNG pertama ini, kami juga sudah merencanakan tahap kedua dengan sebuah pabrik Bio-CNG dengan kapasitas lebih besar lagi,” ujarnya.
Pabrik kedua ini, akan bersandar pada POME dari dua pabrik kelapa sawit perusahaan lainnya yang masing masing memiliki kapasitas pengolahan 60 ton per jam.
DSN Group mengelola 15 perkebunan kelapa sawit seluas 112.450 hektar dan 10 pabrik kelapa sawit yang menghasilkan 610.050 ton CPO di tahun 2019, serta juga satu Kernel Crushing Plant (KCP).
Ke 15 perkebunan itu berada di Bulungan di Kalimantan Utara, Wahau, Bengalon, Karangan dan Mahakam Ulu di Kalimantan Timur, Lamandau di Kalimantan Tengah dan Sekadau serta Sintang di Kalimantan Barat.
Tiga perempat dari perkebunan perusahaan yang sudah berproduksi, dan juga mayoritas pabrik kelapa sawitnya, berada di Kalimantan Timur.
Menurut Teguh, perusahaan juga sedang dalam proses mendirikan dua pabrik kelapa sawit lagi untuk mengantisipasi kenaikan panen dari pohon kelapa sawit muda yang sudah akan mulai berproduksi.
Ia mengatakan bahwa DSNG juga telah menandatangani fasilitas pinjaman 10 tahun sebesar USD 30 juta dari Stichting and green fund (“&Green”), sebuah dana investasi berfokus global yang mendanai produksi komoditas berkelanjutan untuk melindungi hutan tropis yang ada.
Fasilitas pinjaman ini juga terkait dengan kewajiban DSNG untuk menghasilkan Environmental Return (“ER”) dari operasinya di Kalimantan Timur.
“Ini adalah bagian dari aspirasi kami untuk pada saatnya nanti, menjadi sebuah operasi yang netral karbon,” Teguh mengatakan.