
Pebisnis minyak sawit Indonesia memilih untuk “wait and see” guna memanfaatkan peluang peningkatkan ekspor minyak sawitnya ke India, yang sedang mempertimbangkan mengurangi asupannya dari Malaysia menyusul ketegangan atas komentar masalah Kashmir.
“Tentu ini peluang besar. India, Pakistan dan sekitarnya merupakan salah satu fokus penting dari upaya dalam memperluas ekspor minyak sawit,” ujar Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Institut Kebijakan Strategis Agribisnis Kelapa Sawit (PASPI) kepada The Palm Scribe. Tungkot menambahkan, meskipun Asia Selatan telah menjadi fokus diplomasi perdagangan dan asosiasi minyak kelapa sawit dalam dua tahun terakhir, “Adalah tidak etis untuk secara terbuka menggunakan momentum ini, karena Indonesia dan Malaysia adalah dua pemain besar ekspor minyak kelapa sawit di dunia.”
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad telah memicu ketegangan setelah mengatakan bahwa India telah “menyerbu dan menduduki” Kashmir saat berpidato di Majelis Umum PBB bulan lalu. Komentar Mahathir tersebut telah mendorong sentimen negatif untuk memboikot produk-produk Malaysia, termasuk minyak kelapa sawit, sehingga pengguna media sosial di India memunculkan tagar #BoycottMalaysia dalam posting mereka.
Minggu lalu, asosiasi perdagangan minyak nabati utama India bahkan meminta anggotanya untuk menghindari membeli minyak kelapa sawit dari Malaysia, dengan alasan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan tindakan pembalasan.
India adalah salah satu pembeli minyak kelapa sawit terbesar, dan Indonesia juga ingin meningkatkan ekspor komoditasnya ke sana. Namun, terlepas dari peluang yang mendadak muncul karena hadirnya ketegangan politis antara Malaysia dan India tersebut, sektor minyak sawit Indonesia belum ingin menyatakan komitmen lebih banyak.
Ketua Asosiasi Produsen Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono yang berbicara dalam konferensi pers pekan lalu, menolak berkomentar mengenai masalah ini. Joko melihat bahwa ketegangan antara India dan Malaysia tersebut hanya sebagai “Ekses tambahan”, sambil menambahkan bahwa Ia percaya India akan terus terbuka untuk bisnis dengan Indonesia dan Malaysia. Dengan populasi mencapai 1,4 miliar orang, India akan terus memiliki “kebutuhan yang sangat besar akan minyak nabati”.
“Ketika saya berbicara dengan para traders, mereka mengatakan pada dasarnya bisnis biasa saja. Karena India adalah pasar yang besar dan saya yakin mereka akan terus mencoba menemukan opsi yang lebih murah untuk minyak nabati,” kata Joko, sambil menambahkan bahwa dalam hal kebutuhan minyak nabati, India masih akan membandingkan minyak sawit dengan minyak nabati lainnya. “Indonesia dan Malaysia masih bersaing dalam pangsa pasar itu,” tambah Joko.
Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, diikuti oleh Malaysia. Kedua negara tersebut menyumbang sekitar 85 persen dari pasokan minyak sawit dunia.