Indonesia sedang menyiapkan posisi resminya perihal Konversi Penggunaan Lahan Tak Langsung (Indirect Land Usage Conversion / ILUC) dan deforestasi, dua isu yang digunakan oleh Uni Eropa untuk mendasari keputusan mereka untuk menghilangkan secara bertahap bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit dari program energi terbarukannya.
Joko Supriyanto, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan bahwa Kementerian Koordinasi bidang Ekonomi telah membentuk tim pakar yang bekerja untuk menghasilkan studi singkat mengenai data ILUC dan deforestasi.
“Kelihatannya sudah hampir selesai, jadi studi oleh tim pakar ini akan menjadi bahan diskusi dengan Uni Eropa,” ujar Joko disela-sela makan siang yang diadakan oleh Jakarta Foreign Correspondent Club belum lama ini (17/9).
Ia mengatakan bahwa tim yang diketuai Musdalifah Machmud, Deputi Menko Ekonomi yang beranggotakan akademisi dan pakar dari Indonesia serta luar negeri.
“Semua (studi) ini akan dikonsolidasikan sehingga akan menjadi posisi resmi Indonesia mengenai deforestasi dan ILUC.” ujarnya,
Indonesia dan Malaysia, adalah dua negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang menyumbangkan 85 persen pasokan global, telah menngecam penggunaan ILUC oleh Uni Eropa dalam membuat kebijkan yang tertuang dalam Renewable Energy Directive II (RED II), dengan mengatakan bahwa ILUC bukanlan sebuah parameter yang diakui secara luas di dunia dan hanya digunakan oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Pejabat Indonesia juga menyatakan bahwa penggunaan kriteria ILUC akan dapat menghalangi minyak kelapa sawit masuk dalam Renewable Energy Directive II dan secara harafiah menutup akses ke pasar Uni Eropa bagi bahan bakar berbahan minyak kelapa sawit. Kebijakan demikian, menurut Jakarta, melanggar peraturan dan perpersetujuan internasional, termasuk peraturan-peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Komisi Eropa sedang menyiapkan kriteria yang dapat digunakan untuk menggolongkan sebuah komoditas sebagai beresiko tinggi atau rendah terkait ILUC. Disinilah letak kekhawatiran Indonesia, dengan beberapa pejabatnya menekankan bahwa dengan pengklasifikasian yang demikian, minyak kelapa sawit Indonesia akan digolongkan sebagi beresiko tinggi terhadap ILUC.
Uni Eropa mengatakan ia akan berkonsultasi dengan negara-negara penghasil minyak nabati, termasuk Indonesia dan Malaysia, dalam menyiapkan kriteria ILUC ini tetapi juga menekankan bahwa keputusan akhirnya tetap berada di tangan mereka.