The Palm Scribe

Iceland dan Sulitnya Mengganti Minyak Kelapa Sawit

Toserba Iceland

Iceland, raksasa supermarket asal Inggris yang tahun lalu secara terbuka memboikot dan berjanji tidak akan menjual produk-produk yang mengandung minyak kelapa sawit karena ingin mencegah deforestasi, dikabarkan ternyata gagal memenuhi janjinya tersebut.

Laporan yang diterbitkan oleh British Broadcasting Corporation (BBC) pada akhir Januari menyatakan bahwa Iceland ternyata masih menjual 28 macam produk dengan label Iceland yang mengandung minyak atau lemak sawit, serta 600 produk lainnya yang juga mengandung minyak sawit namun menggunakan merek lain.

Hal ini menggambarkan betapa luasnya penggunaan minyak kelapa sawit, sekaligus juga betapa sulitnya menggantikan minyak sawit dengan alternatif lainnya.

“Iceland tak lama lagi akan menyadari betapa mahalnya menggantikan minyak kelapa sawit. Kita, manusia, tak lama lagi juga akan menyadari betapa konyolnya memboikot minyak kelapa sawit,” ujar Pietro Paganini, seorang akademisi dari John Cabot University di Roma kepada The Palm Scribe melalui sebuah surel.

Harian terkemuka Inggris The Independent, mengutip pernyataan dari Iceland yang mengakui bahwa menggantikan minyak sawit bukan suatu hal yang mudah.

“Menghapuskan minyak kelapa sawit adalah sebuah tantangan teknis yang sangat besar. Ini bukan hanya masalah beralih pada bahan baku pengganti, namun dalam banyak kasus produsen harus mengganti peralatan produksi dan pengolahan mereka dengan biaya yang tinggi. Hal ini tidak dapat dilakukan hanya dalam satu malam.”

CEO Landscape Indonesia Agus Sari menyatakan bahwa dengan terus meningkatnya permintaan minyak nabati, akan sulit untuk menggantikan minyak kelapa sawit dengan minyak nabati lain tanpa mengakibatkan dampak yang lebih buruk kepada lingkungan karena tanaman penghasil minyak lain membutuhkan lahan yang jauh lebih luas untuk menghasilkan jumlah minyak yang sama dari kelapa sawit.

“Iceland harusnya hanya melarang penggunaan sawit yang merusak, dan menuntut pemasok barang konsumsi yang mengandung minyak sawit untuk hanya menggunakan minyak sawit yang berkelanjutan,” demikian pernyataan Agus Sari kepada The Palm Scribe.

Paganini yang juga anggota For Free Choice, sebuah lembaga kajian berbasis di Roma yang mendorong hak konsumen untuk dapat memilih berdasarkan informasi ilmiah yang benar, juga mengatakan bahwa berita Iceland dari BBC tadi memperlihatkan “Ngawurnyasebuah kampanye komersil untuk meningkatkan penjualan.”

Iceland dan beberapa perusahaan lainnya seperti Barilla dan Coop di Italia, juga Trapa di Spanyol, sebenarnya hanya menumpang perang komersil global terhadap minyak kelapa sawit yang dilancarkan oleh saingan minyak nabati lainnya (Rapeseeddan Bunga Matahari) serta mengeksploitasi ketakutan untuk mempromosikan merek dan produk mereka.

“Perusahaan-perusahaan ini menipu konsumen dengan mengajukan klaim yang tidak benar,” seru Paganini, sambil menyalahkan pihak-pihak yang melakukan investigasi terhadap Iceland.

“Daripada mengecek apakah minyak sawit sudah digantikan, mereka seharusnya menanyakan apakah mutu produk dan juga aspek kesehatannya menjadi lebih baik? Mereka akan menyadari bahwa kelapa sawit telah digantikan dengan tanaman yang kurang berkelanjutan dibandingkan dengan kelapa sawit, jadi sebenarnya tidak ada perbaikan keadaan bagi lingkungan,” ujar Paganini.

Ia juga menunjuk pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa ketika minyak sawit digantikan oleh minyak nabati lainnya, tingkat lemak jenuhnya tidak berkurang secara berarti.

“Kenapa tidak menanyakan kepada konsumen mengenai mutu dan citarasa makanan yang mereka makan? Dengan mengganti formulanya, rasa enaknya juga hilang secara perlahan dan kita menjadi terbiasa memakan sesuatu yang sama sekali berbeda,” ujarnya.

Masih mengutip BBC, Iceland mengatakan bahwa berbagai produk yang masih dijual serta mengandung minyak sawit dengan label perusahaaan tersebut, memiliki masa kadaluarsa yang masih lama. Namun BBC mengatakan bahwa mereka juga menemuan produk-produk dengan masa kadaluarsa pendek dan tidak dibekukan seperti kue, roti, kue selai, dimana semuanya dibuat dengan minyak sawit yang dapat dibeli secara daring dari Iceland.

Salah satu produknya bahkan disertai dengan label yang menyatakan produk tersebut sebagai produk “Baru”. BBC juga menemukan produk beku bermerek Iceland yang mengandung minyak sawit, masih dijual di gerai supermarket tersebut.

Sari mengatakan bahwa karena efisiensi kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak, solusi terbaiknya adalah menggunakan minyak yang bersertifikasi berkelanjutan dan menghindari produk yang mengandung minyak sawit yang tidak dihasilkan secara berkelanjutan. Ia juga menekankan bahwa sektor kelapa sawit adalah sumber penghidupan bagi jutaan orang.

Afdhal Mahyuddin, seorang pegiat Eyes on the Forest (EoF) mengatakan bahwa Ia belum mendapatkan kejelasan mengenai asal minyak sawit yang dikandung dalam produk produk yang masih dijual oleh Iceland, termasuk apakah minyak yang dikandungnya merupakan minyak yang dihasilkan secara berkelanjutan atau bukan.

Namun Ia menegaskan bahwa terdapat produk yang dikaitkan dengan deforestasi tetapi juga ada produk yang dihasilkan dengan praktik berkelanjutan. “Jadi tidak semua minyak sawit itu unsustainabledan terkait deforestasi. Memang industri sawit masih banyak yang tidak lestari,” kata Mahyudin.

John Sauven, Direktur Eksekutif Greenpeace Inggris yang dikutip oleh BBC mengatakan bahwa “Bila Iceland masih memiliki stok lama di rak-rak supermarket mereka, maka harus menjelaskan ini  kepada konsumen agar mereka dapat memenuhi janji mereka,”

Pada akhir tahun 2018 Iceland berjanji bahwa semua produk makanan bermerek Iceland akan 100 persen bebas kandungan minyak sawit. Menurut mereka hal ini akan dapat mengurangi permintaan minyak sawit sebesar lebih dari 500 ton dalam setahunnya. Supermarket tersebut tidak membedakan antara minyak sawit berkelanjutan dan minyak sawit yang tidak bersertifikasi.

Berita BBC itu juga mengutip juru bicara organisasi konsumen, Ethical Consumer yang mengatakan, “Bila tidak tercapai, seharusnya targetnya direvisi dan perusahaan seharusnya transparan mengenai bagaimana mereka akan mengatasi masalah yang dihadapi dalam mata rantai pasok mereka.”

Minyak kelapa sawit dapat ditemukan dalam banyak sekali produk, mulai dari produk kosmetik hingga biskuit dan juga dalam biofuel. Kelapa sawit, sampai kini masih merupakan tanaman penghasil minyak yang paling efektif dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya. Kedelai, misalnya, membutuhkan sembilan kali luas lahan untuk menghasilkan jumlah minyak yang dihasilkan kelapa sawit dalam satu hektar.

Iceland menduplikasi pernyataan banyak pihak yang menuduh budidaya kelapa sawit sebagai biang deforestasi yang terjadi dengan cepat, serta menghancurkan habitat berbagai jenis binatang yang hampir punah.

Share This