The Palm Scribe

Hasil voting Parlemen Eropa atas kelapa sawit Indonesia bukan keputusan final

JAKARTA – Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend, mengatakan bahwa hasil voting yang dilakukan oleh Parlemen Eropa atas revisi dari Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Drectoive/RED) bukan keputusan final Uni Eropa. Voting hanyalah salah satu langkah dalam prosedur legislatif yang rumit.

ILUSTRASI. Minyak jagung dan kelapa sawit dapat dipakai sebagai bahan energi alternatif.

“Voting oleh Parlemen Eropa adalah satu langkah dalam prosedur legislatif yang rumit. Tujuannya adalah secara berangsur-angsur menggantikan biofuel yang berasal dari makanan dengan biofuel yang lebih maju lagi, dengan maksud mempertanggung jawabkan kemajuan ke arah target energi terbarukan domestik kita,” kata Guerend seperti tertulis dalam siaran pers yang diterima The Palm Scribe Senin (22/1/2018).

Parlemen Eropa melakukan pemungutan suara untuk meloloskan revisi RED, Kamis (17/1/2018). Revisi ini mengharuskan bahwa biofuel maupun bioliquid yang berasal dari kelapa sawit tidak boleh digunakan lagi di Uni Eropa mulai 2021.

Voting oleh Parlemen Eropa ini bukanlah posisi UE yang final, kata Guerend. Pasaran UE tetap terbuka bagi kelapa sawit dan turunannya. Hal ini diperlihatkan oleh naiknya perdagangan bilateral antara UE dan Indonesia, yakni sebesar 30 persen pada tahun 2017.

Kelapa sawit telah menjadi bulan-bulanan Parlemen Eropa yang mengaitkan produksi komoditas ini dengan efek gas rumah kaca serta deforestasi. Pada bulan April tahun lalu, Parlemen Eropa telah juga mengeluarkan resolusi mengenai kelapa sawit dan deforestasi rimba hujan.

Resolusi tersebut mendukung imbauan bagi negara-negara anggota untuk menghindari penggunaan minyak kelapa sawit maupun minyak nabati lainnya dalam pengembangan biofuel. Tujuannya adalah agar target transpor terbarukan UE untuk masa setelah 2020 tidak terkait dengan deforestasi.

Resolusi ini sudah menimbulkan protes keras dari negara-negara produsen sawit besar, termasuk Indonesia dan Malaysia yang memasok sekitar 85 persen dari total pasar minyak kelapa sawit di dunia.

Indonesia, menurut siaran pers yang tertulis di halaman resmi Kementerian Luar Negeri RI, mengemukakan kekecewaan atas tindakan Parlemen Eropa (PE) yang tetap menyetujui penghentian penggunaan biofuel berbahan dasar kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan pada tahun 2021.

Meski keputusan PE tersebut belum menjadi kebijakan final, tetap akan memengaruhi pandangan konsumen di Uni Eropa (UE) serta memberikan tekanan politik bagi negara-negara anggota UE dan berbagai institusi UE dalam pembentukan sikap mereka terhadap kelapa sawit sebagai salah satu sumber energi terbarukan.

Sangat disayangkan, sebagai institusi terhormat, PE melakukan tindakan ini tidak hanya sekali tetapi berulang kali. Contoh terakhir adalah resolusi tentang “Palm Oil and Deforestation of Rainforests” dengan kesimpulan yang melenceng dan bias terhadap kelapa sawit

Parlemen Eropa, menurut siaran pers Kemlu, dianggap secara konsisten tidak mengindahkan fakta bahwa kelapa sawit memiliki efisiensi dan produktivitas sangat tinggi yang berpotensi menyumbang konservasi lingkungan dalam jangka panjang sebagai global land bank bila dibandingkan dengan minyak sayur lainnya. Kelapa sawit juga sepuluh kali lipat lebih efisien dalam pemanfaatan lahan dibandingkan dengan minyak rapeseed Eropa. Oleh karena itu, kebijakan untuk menghilangkan kelapa sawit dari program biofuel sebagai sumber energi terbarukan merupakan kebijakan perdagangan yang proteksionis daripada upaya pelestarian lingkungan semata.

Indonesia berkomitmen untuk menjamin dan mempertahankan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pengembangan kelapa sawit melalui berbagai kebijakan dan regulasi. Industri minyak sawit Indonesia telah terbukti berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan pencapaian tujuan Sustainable Development Goals.

Keputusan akhir RED II dipastikan akan berdampak pada fondasi hubungan ekonomi, perdagangan, dan investasi antara Indonesia dan Uni Eropa yang terus tumbuh berdasarkan nilai saling menghormati kepentingan masing-masing.

Dalam rilisnya, Guerend juga mengatakan bahwa usaha terus dilakukan untuk mencari persetujuan yang tidak bersifat diskriminatif kepada berbagai biofuel yang ada, seperti telah diusulkan oleh Komisi Eropa dan didukung oleh Dewan Menteri.

Share This