The Palm Scribe

Harga Minyak Kelapa Sawit akan Meningkat; Peremajaan Berkelanjutan Menjadi Penting

Di tahun 2021, harga minyak kelapa sawit dunia diperkirakan akan memasuki masa bullish karena setelah pasokan yang sangat mencukupi di saat ini, produksi komoditi ini di kedua negara produsen utama — Indonesia dan Malaysia — diperkirakan akan merendah dari tahun 2022 sampai tahun 2025
, demikian Rabobank mengatakan dalam laporan industri terakhirnya yang berjudul “A palm storm is brewing (Badai sawit akan tiba)”.

Ilustrasi

Laporan tersebut, yang diluncurkan hari Rabu (7/6) dan diperoleh The Palm Scribe Kamis, menyebutkan bahwa perkiraan turunnya produksi ini adalah akibat dari penurunan hasil tandan buah segar (TBS) pada perkebunan yang menua, terbatasnya lahan untuk ekspansi, termasuk karena moratorium atas konsesi sawit yang baru, dan juga peremajaan tanaman yang tidak mencukupi di kedua negara produsen terbesar tersebut,.

Secara umum, dibutuhkan empat tahun untuk kelapa sawit untuk dapat menjadi komersil, menghasilkan hampir 10 ton TBS per hektar. Puncak produksinya antara sembilan dan 17 tahun dengan hasil diatas 25 ton TBS per hektarnya. Tingkat hasil TBS akan menurun menjadi dibawah 15 ton per hektar ketika tanaman lebih tua dari 25 tahun,” demikain Oscar Tjakra, Analis senior biji-bijian dan minyak nabati, pakan dan agrobisnis, dikutip dalam sebuah rilis pers yang dikeluarkan bersamaan dengan laporat tersebut.

Tjakra juga mengatakan bahwa ia memperkirakan sekitar 36 persen tanaman sawit di Indonesia dan sembilan persen di Malaysia, berusia diatas 25 tahun.

Laporan mengatakan bahwa pertumbuhan mutlak lahan perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia di tahun 2016 dan 2017,  menurun sebesar masing masing 29 persen dan 51 persen, dibandingkan dengan rata rata pada dasawarsa sebelumnya. Pertumbuhan yang menurun ini disebabkan oleh keterbatasan lahan untuk ekspansi dan lingkungan harga minyak kelapa sawit yang relatif rendah.

Laporan itu juga mengatakan bahwa kombinasi moratorium yang ada dan yang diharapakan akan segera keluar, dan kebijakan “tanpa deforestasi, tanpa lahan gambut dan tanpa eksploitasi,” yang dipersyaratkan pembeli sawit, akan semakin mengurangi lahan yang dapat digunakan.

Menurut laporan tersebut, konsumsi minyak sawit dunia akan tumbuh dengan Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (CAGR) sebesar 2,8 persen dari tahun 2018 ke tahun 20130, dengan produksi tumbuh dengan CAGR sebesar 1,4 persen saja. Hal ini menambah tekanan kepada harga minyak kelapa sawit, terutama karena permintaan jangka panjang dari pasar domestik di Asia Tenggara, India dan Africa melebih tingkag produksi, rilis mengatakan.

Peremajaan tanaman di kedua negeri produsen terbersar ini, laporan ini menambahkan, dihambat tidak saja oleh besarnya biaya yang harus dikeluarkan tetapi juga oleh lingkungan harga sawit yang relatif rendah.

“Hal ini membawa ancaman produksi minyak sawit yang melambat mulai tahun 2022, ketika pasokan minyak sawit akan mencerminkan turunnya investasi bagi kegiatan peremajaan tanaman dan ekspansi,” laporan tersebut mengatakan.

Tjakra mengatakan bahwa lingkungan harga minyak kelapa sawit yang rendah sebelum 2022 itu dapat berakibat kepada efisiensi operasional yang lebih tinggi pada perusahaan perkebunan, agar mereka dapat mengurangi biaya produksi tetapi juga mempercepat konsolidasi industri.

“Dalam jangka panjang, adalah penting bagi produsen untuk meremajakan perkebunan tua untuk dapat meningkatkan pasokan di kawasan ini secara berkelanjutan,” ujar Tjakra, dengan menambahkan bahwa program peremajaan tanaman ini juga pentinbg bagi petani kecil yang mengelola sekitar 39 persen dari total lahan sawit di Indondesia dan 33 persen di Malaysia..

“Walaupun adanya tantangan jangka pendek seperti potensi kehilangan pendapatan dalam tiga sampai empat tahun pertama setelah peremajaan, program peremajaan yang berkelanjutan, yang dapat mencegah deforestasi dan pembukaan lahan lebih lanjut, penting dalam meningkatkan produksi minyak sawit di masa yang akan datang dan meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan petani kecil dalam jangka panjang,” imbuhnya.

Pemerintah Indonesia sedang gencar mendorong peremajaan perkebunan petani kecil yang kebanyakan memiliki tingkat produktivitas yang sangat rendah, sebagai bagian dari usaha meningkatkan produksi nasional. Pemerintah memberikan hibah dana untuk membantu petani meremajakan tanaman mereka. Petani harus mencari dana sendiri untuk menutupi kekurangan biaya peremajaan itu. Pemerintah menargetkan meremajakan sekitar 200.000 hektar perkebunan petani kecil tahun ini.

Indonesia dan Malaysia memasok sekitar 85 persen dari total pasaran minyak sawit dunia.

 

Share This