Greenpeace menyanggah tuduhan yang dilontarkan oleh sebuah masyarakat adat Papua di kabupaten Jayapura bahwa organisasi pegiat lingkungan itu telah mencampuri pengelolaan hutan adat setempat.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Charles Tawaru mengatakan kepada The Palm Scribe pada hari Selasa (27/3) bahwa tuduhan tersebut timbul karena salah pengertian dan mereka sudah mengklarifikasi hal ini.

Soleman Waibara, seorang pemuka pemuda di kampung Airu Hulu, Kabupaten Jayapura, dikutip oleh harian the Jakarta Post sebagai menuduh Greepeace “campur tangan” dalam pengelolaan hutan adat di daerahnya dan karenanya juga menakuti investor yang kemudian enggan mengembangkan daerah tersebut.
Mathius Wau, kepala suku Wau di Airu Hulu dikutip oleh Pasific Pos.com telah mengatakan dalam sebuah protes yang ia dan sukunya lakukan di DPRD Kabupaten Jayapura tanggal Mret 21, 2018, bahwa kegiatan Greenpeace merugikan masyarakat adatnya dengan selalu campur tangan kedalam hak hak komunitas adat, terutama dalam pengelolaan hutan adat mereka.
“Kami melihat kegiatan mereka tidak jelas, sehingga kami menolak campur tangan mereka di atas tanah leluhur kami,” tegas Wai.
Menjawab tuduhan tersebut, Tawaru mengatakan bahwa tidak saja Greenpeace tidak memiliki kegiatan di daerah tersebut tetapi keputusan untuk tidak mengembangkan hutan didaerah itu sepenuhnya merupakan keputusan perusahaan yang memiliki konsesi yang mencakup daerah tersebut, yaitu PT Musim Mas.
Tawaru mengatakan bahwa setelah Greenpeace menyoroti fakta bahwa Musim Mas mengembangkan daerah yang sebenarnya masuk dalam daerah konservasi, perusahaan perkebunan kelapa sawit ini kemudian mengeluarkan komitment untuk tidak mengembangkan daerah-daerah konservasi di dalam konsesi, termasuk yang di Papua.
“Itu adalah perusahaannya sendiri yang menepati komitmennya untuk tidak mengembangkan konsesinya di daerah tersebut,” ujar Tawaru,.
Ia menambahkan bahwa entah bagaimana, masyarakat dan pemerintah setempat memiliki perserpsi yang salah bahwa bahwa pengembangan hutan dan daerah tersebut dihalangi oleh lembaga Swadaya Masyarakat sepert Greenpeace melalui advokasi, kampanye dan kegiatan mereka.
Menurut Altas Sawit Papua yang disunting oleh Y.L Franky and Selwyn Morgan dan diterbitkan oleh Penerbit Pusaka di bulan Mared 2015, empat anak perusahaan PT Musim Mas memiliki konsesi dengan total areal 81.831 hektar di kabupaten Jayapura.
Tawaru menekankan bahwa Greenpeace selalu berkonsultasi dengan masyarakat setempat dalam menentukan tindakannya dan juga selalu memastikan bahwa baik korporasi maupun pemerintah selalu menepati tangggung jawab mereka berkenaan dengan hak hak sosial masyarakat setempat dan juga memastikan keseimbangan ekologisnya.
“Greenpeace mendukung skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang menempatkan kedaulatan ditangan masyarakat,” jelas Tawaru.
Papua dan Papua Barat merupakan dua provinsi Indonesia yang sekarang menjadi incaran perusahaan untuk pengembangan perkebuan baru maupun perluasan operasi mereka karena daerah yang masih dapat dikembangkan masih luas, tidak seperti di pulau pulau lainnya dimana pengadaan tanah sudah semaking terbatas.