The Palm Scribe

GAPKI: Perang Dagang China-AS Mulai Berdampak Pada Pasar Minyak Nabati

Meningkatnya perang dagang antara China dan Amerika Serikat, yang menyaksikan mereka saling meninggikan tarif impor dan ekspor kedelai mereka, kini telah mulai mempengaruhi pasar global minyak nabati, demikian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan Rabu (18/7).

Ilustrasi

Dalam sebuah rilis persnya, GAPKI mengatakan bahwa perang dagang  ini telah mengakibatkan berlebihannya stok kedelai di Amerika Serikat maupun Cina dan karena pada saat yang bersamaan, permintaan dunia akan komoditi ini rendah, sehingga harganya melemah.

“Pada saat yang sama, stok minyak nabati lain seperti rapeseed, bunga matahari dan minyak sawit juga cukup melimpah di negara produsen. Akibatnya, harga minyak nabati menurun karena hukum ekonomi mulai berlaku–ketersediaan barang melimpah, permintaan sedikit maka harga murah,” demikian rilis tersebut mengatakan.

Gapki mengatakan total ekspor kelapa sawit Indonesia, termasuk biodiesel dan oleochemicals melemah tiga persen ke 2,33 juta ton pada bulan Mei. Angka untuk Minyak Sawit Mentah (CPO)  dan turunannya, tidak termasuk biodiesel dan oleochemicals, melemah empat persen ke 2,14 juta ton di bulan yang sama.

“Penurunan ekspor dipengaruhi stok minyak nabati lain yang melimpah di pasar global,” tambahnya.

GAPKI mengatakan bahwa di tengah ketidakpastian pasar dan juga meningkatnya perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat, pemerintah seharusnya memberikan perhatian khusus kepada industri sawit sehingga harga-harga tidak memburuk lebih lanjut.

“Pemerintah sebisa mungkin sudah perlu membuat kebijakan untuk meningkatkan konsumsi di dalam negeri dengan menggalakkan penggunaan biodiesel yang lebih banyak. Kewajiban (mandatory) biodiesel sudah waktunya diterapkan kepada non-PSO untuk mendongkrak konsumsi di dalam negeri,”  rilis GAPKI mengatakan.

Gapki menambahkan bahwa pemerintah juga bisa menjajaki pasar Afrika lebih dalam dan untuk itu mungkin perlu menurunkan tarif ekspor minyak goreng kemasan ke negara Afrika misalnya,

Rilis tersebut juga mengatakan bahwa para pedagang di Pakistan nampaknya menggemukkan stok minyak kelapa sawit mereka karena harganya yang kini sedang rendah, dan hasilnya terjadi kenaikan ekspor minyak sawit ke Pakistan sebesar 29 persen di bulan Mei.

Kenaikan yang hampir sama, 29,5 persen, juga terjadi dalam ekspor ke Afrika bulan Mei, hingga mencapai 228.750 ton.

China dan Amerika Serikat juga meningkatkan pembelian minyak sawit mereka dari Indonesia pada bulan yang sama masing-masing sebesar enam persen dan 18 persen.

Namun, harga minyak sawit yang rendah rupanya tidak mampu meningkatkan import komoditi tersebut oleh India dikarenakan sudah tingginya tarif impor yang diterapkan pada minyak sawit dan turunannya.

Impor sawit India dari Indonesia turun 31 persen menjadi 240.160 ton di bulan Mei. Impor India yang melemah tersebut juga berkontribusi kepada tingginya stok minyak sawit yang ada di Indonesia dan Malaysia, GAPKI mengatakan.

Di benua Eropa, produksi minyak bunga matahari dan rapeseed sedang melimpah dan Uni Eropa mengimpor tujuh persen lebih sedikit minyak sawit dari Indonesia, menjadi 359.310 ton di bulan Mei.

Indonesia menghasilkan 4,24 juta ton minyak sawit di bulan Mei 2018, atau meningkat 14 persen dari produksi bulan sebelumnya. Stok minyak sawit pada bulan yang sama mencapai 4,76 juta ton dibandingkan dengan 3,98 juta ton di bulan April.

Share This