Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono, yang baru terpilih kembali dalam Munas GAPKI, berjanji akan meningkatkan kerjasama dengan pemerintah untuk memperluas pasar sawit Indonesia terutama dalam ekspor.
Supriyono, dalam laporan yang diunggah laman resmi GAPKI, mengatakan bahwa kerjasama dengan pemerintah semakin diperlukan mengingat tantangan yang dihadapi oleh pasar ekspor kelapa sawit Indonesia. Menurutnya, mendiversifikasikan serta memperluas pasar sawit adalah hal yang diperlukan oleh Indonesia saat ini.

“Ketika bicara memperluas pasar sawit dan penanganan hambatan pasar pasti harus G to G , maka perlu kerja sama dengan pemerintah,” ujarnya pada hari terakhir musyarwarah nasional GAPKI yang diselenggarakan di Jakarta dan berakhir pada tanggal 16 Maret 2018.
Beberapa pasar utama sawit Indonesia, termasuk Uni Eropa dan Anerika Serikat, telah mengambil kebijakan yang menghambat ekspor sawit Indonesia, seperti kebijakan meniadakan minyak kelapa sawit dari program energi terbarukan mereka atau berencana menerapkan tarif anti-dumping terhadap sawit Indonesia.
Supriyono juga menyatakan bahwa GAPKI berkomitmen untuk mendukung pemerintahan dalam mengurangi ekspansi perkebunan sawit dengan berfokus kepada intensifikasi tanam melalui peningkatan produktivitas. melalui optimalisasi kegiatan intensifikasi,” ujarya.
Ia mengatakan bahwa meningkatkan produktivitas petani kecil yang mengelola lebih dari separuh perkebunan sawit Indonesia, juga merupakan prioritas bagi organisasi.
Sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan produktivitas eskpor, peremajaan tanaman kelapa sawit merupakan komponen yang penting. Kebanyakan sawit yang dikelola petani kecil umumnya bukan bibit unggul dan cara dengan praktik tanam yang kurang baik, hasil akhirnya adalan produktivitas yang rendah.
GAPKI, menurutnya, mengatakan bahwa organisasi ingin membantu peningkatan produktivitas dengan membantu mempercepat peremajaan perkebunan dengan bekerja sama dengan perbankan untuk mendapatkan pilihan pembiayaan peremajaman tanaman, terutama perkebunan petani plasma, yang diluar hibah yang diberikan oleh Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit.
Perkebunan plasma bekerjasama dengan perusahaan perkebunan sawit melalui sistem kemitraan dengan perusahaan membeli produksi petani dengan harga yang sudah ditentukan dengan kontrak.