The Palm Scribe

GAPKI Bentuk Satgas Percepatan PSR Bagi Mitra Plasma

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) membentuk satgas percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk membantu dan mendukung program pemerintah ini pada perkebunan sawit rakyat yang menjadi mitra plasma perusahaan anggota organisasi ini.

Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono mengatakan sinergi berbagai pihak merupakan kunci utama untuk mewujudkan kesuksesan pencapaian target PSR yang telah ditentukan oleh Presiden yaitu 180.000 ha/tahun.

“Kerjasama ini diyakini sebagai program strategis nasional. Tidak saja untuk meningkatkan produktivitas petani, namun juga meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit Indonesia,” katanya seperti dikutip dalam sebuah pernyataan tertulis GAPKI.

Pembentukan Satgas Percepatan PSR PKI ini menyusul penandatanganan MoU (Nota Kesepahaman) PSR tahun 2021 oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, dan BPDP-KS. 

Penandatangan MoU ini dilaksanakan sebagai upaya pemerintah untuk mempercepat program PSR dalam mengembangkan potensi petani kelapa sawit Indonesia. Kegiatan ini melibatkan 18 Koperasi juga Kelompok Tani dan 7 perusahaan anggota GAPKI.  Nota kesepahaman ini menghimpun setidaknya 18,214 Ha perkebunan kelapa sawit yang akan diremajakan atau 10% dari target tahunan.

“Perkebunan rakyat harus diperkuat, salah satunya melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting sebagai upaya peningkatan produktivitas, penguatan sumber daya manusia serta meningkatkan kesejahteraan petani. Keberhasilan PSR membutuhkan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak,”  kata Musdhalifah Mahmud, Deputi II Kemenko Perekonomian seperti dikutip dalam pernyataan tertulis yang sama.

Musdalifah mengatakan Industri kelapa sawit Indonesia tidak hanya memiliki peran penting untuk perekonomian Indonesia, namun juga menjadi penyokong dalam ketahanan pangan dunia. Setidaknya 33% minyak nabati dunia berasal dari Indonesia, katanya.

Subsektor perkebunan kelapa sawit memberikan kontribusi positif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun masih memiliki banyak tantangan dalam pengembangannya. Salah satunya adalah produktivitas yang masih sebesar 3,6 ton CPO/ha per tahun padahal potensi produktivitas mampu mencapai 6-8 ton CPO/ha per tahun.

“Rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia dikarenakan oleh banyak faktor diantaranya minimnya penggunaan bibit unggul, kurangnya pengetahuan mengenai Good Agricultural Practices (GAP), lemahnya kelembagaan, serta keterbatasan akses modal,” ujar Musdhalifah.

Berdasarkan Kepmentan No.833 tahun 2019, luas lahan tutupan kelapa sawit nasional mencapai 16,38 juta Ha. Luas tutupan kelapa sawit didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar 41%. Karenanya, Musdhalifah meyakini peran perkebunan rakyat dalam industri sawit nasional tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. 

Joko mengatakan pola kemitraan PSR mulai terjalin sejak tahun 2016 dan GAPKI sepenuhnya mendukung program pemerintah, tidak hanya melalui kerjasama namun juga terus berkontribusi dan mencari model pola kemitraan terbaik. Saat ini, GAPKI sedang mengembangkan pilot pola kemitraan di Sumatera Utara agar mencari pola paling efektif untuk membangun sinergi perusahaan dan petani melalui kerjasama kemitraan dalam memfasilitasi petani-petani untuk mewujudkan percepatan PSR.

Selanjutnya, GAPKI dengan dukungan Kemenko bidang perekonomian juga membentuk Forum PSR yang akan memonitor, mengevaluasi serta mengimprove proses di lapangan yang lebih efektif. Joko Supriyono menutup sambutannya dengan apresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam mewujudkan industri kelapa sawit yang keberlanjutan melalui program percepatan PSR ini.

Baca lebih banyak tulisan oleh Didiet Nugraha
Industri perhutanan? Kunjungi The Forest Scribe.
Share This